Pernah membayangkan kiamat menjadi sesuatu yang sangat artistik ? Sepertinya tidak pernah. Kiamat itu buat kita adalah sesuatu yang menyeramkan. Banyak yang bilang tahun depan adalah akhir dunia, walaupun banyak pula yang tak percaya. Tapi saya Anda percaya kalau akhir dunia bisa jadi sesuatu yang artistik dan dapat dibuat menjadi sebuah karya yang sangat menarik. Instalasi misalnya. Tapi yang akan saya share ini bukan instalasi yang berhubungan dengan kiamat, tapi ini adalah sebuah karya fotografi. Saya baru saja dapatkan link foto2 ini dari seorang teman lewat Twitter dan saya mendapatkan foto2 yang luar biasa, yang ada hubungannya dengan kiamat. Tapi tunggu dulu, biarpun ini hubungannya dengan kiamat, tapi saya harus bilang kalau foto2 ini sangat artistik dan menarik. Ini adalah foto2 Milla Jovovich (pemeran Alice di film Resident Evil) saat menjadi model kalender Campari, sebuah merek minuman ternama untuk tahun 2012. Karena banyak yang bilang tahun 2012 adalah akhir dunia, akhirnya ramalan ini dibuat menjadi konsep tema untuk kalender ini. Anda tidak akan menemukan sesuatu yang menyeramkan dalam foto2 ini, tapi justru Anda akan melihat sisi artistik dari sebuah karya fotografi, pemanfaatan konsep yang sangat menarik, dan kehebatan Milla Jovovich sebagai model terkenal. Foto2 ini diambil dari website KapanLagi.com.
Looks amazing, right ? Milla Jovovich adalah satu aktris kesukaan saya. Saya memang jarang nonton Resident Evil, tapi harus dibilang dia punya akting yang cukup keren dan berani. Ia juga model yang keren. Mungkin foto2 di atas bisa memperlihatkan sisi artistiknya. Kalau kalian mau tahu di setiap fotonya Milla Jovovich berperan sebagai apa, inilah perannya, dari foto pertama hingga terakhir: 1. Tsunami, 2. Tornado, 3. Dry Season, 4. Alien Invasion, 5. Oil Spill, 6. Massive Flood, 7. Volcano, 8. Thunderbolt, 9. Ice, 10. Meteor, 11. Hot Season, 12. World (ini mungkin cover-nya), 13. Magma. Sungguh sebuah karya fotografi yang sangat artistik. Kalendernya mungkin tidak akan ada di sini, tapi foto2nya mungkin sudah cukup untuk dapat dinikmati. Karena foto2nya sangat bagus dan artistik. Baiklah, sekian dulu cerita saya, Happy Enjoy!
Minggu, 30 Oktober 2011
THE REASON WHY I LOVE 7 ICONS
Seharusnya saya menulisnya kemarin, bertepatan dengan ulang tahun 7 Icons yang pertama, tapi karena saya ada banyak acara, akhirnya nggak sempat ditulis. Udah hampir akhir bulan nih... bentar lagi bulan November, dan sebelum gw menulis post ini, gw mau bilang terima kasih buat semua yang udah merhatiin blog gw. Tadinya gw berpikir kalau blog ini nggak akan nyampe 35000 views, dan pengunjung bulanannya melebihi 12000+. Ternyata belakangan ini gw cek, malah kesampaian. Sekarang jumlah views gw 37000+, dan pengunjung bulanannya sudah 12900-an. Bisa2, gw bikin rekor lagi nih... tapi nanti gw takutnya bulan November nanti malah susah menyusulnya... gw punya keyakinan, kalau gw udah bikin sebuah rekor yang tinggi banget, yang ada adalah di kesempatan berikutnya, gw malah nggak bisa membuat yang lebih dari itu. Hukumnya, semakin tinggi gw bikin, pada kesempatan berikutnya gw susah menjangkaunya. Tapi nanti kita lihat lah... di bulan November targetnya antara 40000-45000 views, kalau progresnya bagus, bukan nggak mungkin nyampe 50000. Untuk sementara ini, 50000 views itu target bulan Desember. Sebelum Natal, target 50000 views tercapai. Nanti untuk Tahun Baru, gw nggak tahu deh... mungkin bulan Januari nyampe 60000 kali ya... tapi aku nggak tahu. Kadang2, jumlah views blog ini bisa meningkat lebih cepat daripada yang gw targetkan. Contohnya, gw menargetkan di akhir bulan, jumlah views-nya segini. Tapi ternyata jumlah views yang gw targetkan itu malah sudah sampai duluan pada pertengahan bulan. Jadi, bisa dibayangkan seperti apa pesatnya pertambahan jumlah views blog gw. Apalagi dengan makin banyaknya cerita yang gw share pada kalian semua, itu bisa bikin pengunjungnya makin banyak, dan target pun terlampaui dengan waktu yang cepat. Yang pasti intinya gw berterima kasih buat semua yang sudah melihat ke blog gw, dan gw janji, gw akan terus men-share cerita2 gw pada kalian, agar informasi kalian makin banyak dan bertambah.
Sekarang kita masuk ke topik. Dalam rangka ulang tahun 7 Icons yang pertama, gw akan menuliskan, kenapa sih gw suka sama yang namanya 7 Icons. Gw ngefans sama 7 Icons, itu sejak bulan April 2011. Itu setelah gw menonton iklan sinetronnya. Jujur saja, gw nggak pernah menonton perform pertamanya, karena waktu itu gw belum ngeh sama mereka. Gw hanya nonton lewat video YouTube, yang tanggalnya baru gw sadari nggak jauh dari tanggal mereka pertama kali perform, yaitu tanggal 25 Maret. Nah, gw baru tahu yang namanya 7 Icons, itu bulan April. Saya yakin banyak Iconia yang baru tahu 7 Icons pada bulan April. Soalnya kenapa ? Kalau menurut gw, 7 Icons itu datang tiba2. Gw nggak pernah dikasih tahu lewat apapun kalau akan ada girlband namanya 7 Icons. Baru setelah gw tahu kalau ada 7 Icons, gw mulai mencari informasinya. Nah, dari situlah gw beranggapan kalau 7 Icons bisa jadi girlband yang bagus dan bisa bersaing dengan yang lain, mengingat pada saat itu, girlband itu belum banyak. Cherrybelle aja masih masa training waktu itu... mereka baru aja berdiri. Setelah gw memperhatikan secara seksama penampilan mereka, dari bulan April hingga sekarang, plus gw juga memperhatikan sinetronnya (sayang banget sinetronnya udah nggak tayang lagi), dan hal2 lainnya yang berhubungan dengannya, inilah alasan gw ngefans sama 7 Icons.
Gw suka 7 Icons karena lima hal. Satu, lagunya asyik. Lagu Playboy dengan cepat kita hafal dan kita bisa ikuti. Meskipun dalam sebuah program berita siang lagu itu dibilang liriknya tak beretika... musiknya juga asyik karena menggunakan berbagai jenis musik elektronik yang ada sekarang, dan liriknya sepertinya bagus untuk menyentil para Playboy. Meskipun tadi, dibilang tak beretika (dasar berita...) Kedua, karena dance-nya keren. Untuk lagu yang elektronik menghentak kayak gitu, dance-nya juga harus asyik. Dan 7 Icons punya itu. Dari bulan April hingga sekarang, dance mereka mengalami banyak perubahan dan perkembangan. Mulai dari yang nuansanya masih santai, masih belum banyak gerakan di seluruh lagunya, seperti di awal2 tampil, hingga dibuat versi tradisionalnya saat acara di Borobudur. Belum lagi dengan kemampuan dance 7 Icons yang bisa dibilang cukup lumayan. Gitu2 di 7 Icons ada anak dancer-nya juga lho... dan dance-nya juga nggak kalah keren dibandingkan yang lain. Mereka kan latihan juga... hehehehe... oke, sekarang kita lanjut. Alasan ketiga kenapa gw suka 7 Icons adalah... personilnya yang asyik2. Setiap personil 7 Icons punya pesonanya masing2, selain juga karakternya masing2. Mereka semua punya gayanya masing2 juga, yang membuat mereka semua terlihat berbeda di atas panggung. Dulu banget, kita nggak tahu seperti gaya personilnya. Saya nggak tahu bahkan kalau setiap personil 7 Icons ini punya karakternya sendiri2. Mulai kemudian karakter masing2 personilnya ini terungkap setelah beberapa bulan mereka tampil, pertamanya lewat membaca dari sebuah tabloid. Awalnya nggak percaya banget sih, tapi kemudian lama-kelamaan, apa yang tertulis di tabloid itu benar, dan personil 7 Icons punya karakternya masing2. Personil 7 Icons juga punya banyak kebisaan dan latar belakang yang unik. Contohnya, Angel dan PJ. Mereka berdua fashion designer yang ternyata diam2 sudah punya prestasi, dan pernah juga membuat baju dari bahan2 yang unik. Vanila juga. Model senior yang sudah cukup terkenal dan pernah dapat penghargaan di bidang modelling, dan lainnya. Latar belakang mereka yang unik itulah yang membuat mereka menjadi sangat spesial, dan itu juga yang membuat 7 Icons makin berwarna. Alasan keempat kenapa gw suka 7 Icons adalah... 7 Icons itu aktingnya bagus dan juga mereka punya banyak kebisaan. Kalau suka nonton Go Go Girls, kalian pasti akan melihat seperti apa sih kehebatan akting mereka. Awalnya sih ya standar2 aja, karena masih belum biasa berakting dan tampil di depan kamera dengan peran mereka masing2. Tapi makin lama, mereka jadi semakin bisa membawakan karakternya dengan baik. Mereka berjuang keras agar mereka bisa melakukan ini lho... di Go Go Girls, setiap personil 7 Icons punya peran dan karakternya masing2. Dan saya berpikir, mereka bisa membawakan semuanya dengan baik. Paling mencolok itu... semuanya sih... karena mereka punya porsi akting mereka sendiri2 dan mereka bisa bawain karakter mereka itu dengan baik. Dari Season 1 hingga Season 2, gw lihat perkembangan aktingnya makin jelas dan banyak yang menyambut baik penampilan mereka di sinetron itu. Sayang banget sinetron ini sudah menghilang. Padahal, ceritanya belum selesai, dan katanya masih ada banyak kejutan lain yang akan ditampilkan dalam cerita ini. Kejutan yang selalu ditampilkan di Go Go Girls juga merupakan salah satu yang menarik untuk diikuti. Itu juga mempengaruhi ceritanya, dan juga bikin alur cerita menuju ke bagian berikutnya menjadi tidak jelas. Kira2 ada apa di bagian berikutnya ? Terus, bagaimana kelanjutannya ? Seperti itu. Ceritanya sebenarnya asyik, dan ditambah dengan akting para personil 7 Icons yang beda dari biasanya, sinetron itu seharusnya masih bisa berlanjut, dan bisa jadi sinetron yang bagus. Alasan kelima gw suka 7 Icons adalah... soal fashion mereka yang selalu menarik di setiap penampilannya. Saya sering bilang, dan bahkan mungkin masih berlaku hingga sekarang, jangan remehkan 7 Icons kalau sudah urusan fashion. Di 7 Icons, semuanya melek fashion. Ada 3 fashion designer dan dua setengah model. Kenapa saya bilang dua setengah model ? Karena ada personil 7 Icons yang punya profesi sambilan sebagai model. Jadi, profesi modelnya itu hanya sampingan. Sejak pertama perform, hingga sekarang, nggak pernah gw lihat 7 Icons tampil nggak keren. Pasti keren banget. Dulu, ketika era lagu Playboy, 7 Icons akan bermain dengan satu atau dua warna, dengan pembagian kostum yang berbeda pada setiap personil, berdasarkan karakternya. Jadi warnanya sama, kostumnya berbeda. Ketika kemudian mereka masuk ke era lagu Jealous (meskipun sampai sekarang masih tetap bawain lagu Playboy) konsep kostumnya berbeda, di mana mereka jadi lebih berwarna. Mereka bermain dengan warna yang lebih banyak, dan tidak ragu untuk menabrak warnanya. Gaya Harjuk aka Harajuku kali ya... tapi tetap memperhatikan karakter mereka masing2. Meskipun nabrak2 warna gitu, tetap aja gw bilang keren. Eksperimen warnanya berani, dan tetap menarik. Tapi kadang2 7 Icons tetap tampil dengan kostum berwarna sama dengan pakaian yang berbeda. Tapi itu hanya untuk acara2 tertentu saja. Biasanya ketika mereka tampil dengan lagu Jealous, kostumnya akan berwarna-warni. Dari atas hingga ke bawah. Fashion juga menjadi salah satu keunggulan penampilan 7 Icons. Dan saya kebetulan termasuk penggemar style fashion mereka. Masih ingat soal posting saya yang judulnya "7 Icons Fashion Milestone" ? Itu salah satu kehebatan 7 Icons di bidang fashion. Secara khusus mereka tampil dengan kostum rancangan sendiri. Rancangan Angel tepatnya. Semua Iconia penasaran soal seperti apa kostumnya dan ternyata hasilnya luar biasa. Seperti yang gw bilang, jangan remehkan 7 Icons kalau sudah urusan fashion, sekalinya mereka berurusan dengan fashion, mereka pasti tahu apa yang akan mereka lakukan. Sampai sekarang katanya 7 Icons masih sering merancang pakaian, but it never made or used. Mereka kini punya stylish untuk mengurus seperti apa penampilan mereka setiap kali tampil.
Di luar lima alasan itu, gw juga punya banyak cerita2 lain soal 7 Icons, yang gw rasakan. Jangan salah, saya punya banyak cerita yang ada hubungannya tentang 7 Icons. Cerita itu akan saya share secara khusus pada kalian semua, nggak jauh2 dari pokok bahasan ini, kenapa gw ngefans sama 7 Icons.
Kalian pasti tahu kalau di blog ini sekarang ada serial cerita baru tulisan saya, yang berjudul Schelley's Bar. Hanya saja itu cuma potongannya saja. Yang saya ceritakan di blog ini adalah salah satu potongan eksklusif dari cerita saya. Schelley's Bar itu sangat panjang, dan bagian The Wroughtons ini adalah salah satu potongannya. Schelley's Bar adalah sebuah cerita yang sudah saya konsepkan sejak SMP. Sejak SMP. Ini beneran. Tapi sampai sekarang saya nggak bisa tulis karena saya punya kesulitan dalam menerjemahkan konsep yang saya buat ke dalam bentuk cerita yang sebenarnya. Saya lemah dalam penggambaran latar dan dialog antar-tokoh. Tapi kalau sudah menyangkut ciri2 fisik, seperti apa baju yang karakter itu pakai dalam adegan itu, saya bisa menggambarkannya dengan jelas, meskipun juga tetap ada kekurangan. Dalam cerita Schelley's Bar ini, baju seragam sekolah yang dipakai oleh karakter utama cerita ini (karakter utama cerita ini diceritakan masih kuliah, dan tempat kuliahnya memiliki aturan soal seragam) bernuansa seragam sekolah Jepang. Sekitar lima-enam tahun yang lalu, mungkin sebelum saya memulai pembuatan konsep ceritanya, saya sempat membaca soal seragam sekolah yang ada di Jepang lewat sebuah majalah anime. Kebetulan memang dalam komik Jepang, yang namanya seragam sekolah pasti ada, dan gw suka banget sama seragamnya. Dari situlah kemudian gw membuat ide untuk membuat seragan sekolah gaya Jepang itu sebagai bagian dari cerita ini, sebagai seragam sekolah tempat si karakter utama cerita ini sekolah. Karena setting-nya di Inggris, maka saya membuat kostumnya cukup formal. Jas, dasi, rompi, kemeja, rok kotak2, kaus kaki panjang tapi berkerut di bagian bawahnya, dan sepatu penny loafer. Jasnya harus disertai dengan tanda kerajaan yang sudah saya desain sendiri. Saya juga suka tanda kerajaan, terutama dari Inggris. Seragamnya sangat rapi dan sangat formal. Yah, gaya2 Inggris begitu lah... dan itu termasuk salah satu bagian dalam konsep cerita saya yang sudah dipastikan tidak akan berubah. Setelah konsep itu ditetapkan, yang jadi pertanyaan satu. Bisakah seragam ini ada di Indonesia ? Pada saat itu, jawabannya adalah... impossible. Kenapa ? Satu, panas. Baju seragam ini pasti bikin panas. Itu sudah pasti. Kedua, mahal. Bikin jas saja sudah mahal, gimana bikin yang lain ? Bahannya pasti sulit untuk didapatkan. Ketiga, tidak sesuai dengan ciri Indonesia. Di sekolah2 yang ada di sini, ada model seragam batik. Itu sudah khas Indonesia. Saya yakin kalau seragam gaya Jepang ini nggak bakalan gampang ditemui di Indonesia. Kalaupun ada, itupun hanya di sekolah elite atau sekolah swasta. Tapi sepengetahuan saya, baju seragam seperti yang saya gambarkan itu nggak ada di Indonesia. Ya alasannya kurang lebih sama dengan yang ada di atas, atau mungkin ada tambahan lain. Mungkin sekitar lima-enam tahun, pokoknya hingga 2011 ini lah, gw belum melihat seragam seperti itu di Indonesia. Tapi semua itu berubah sekitar April 2011. Ketika itu gw lagi sarapan dan gw melihat ada iklan di TV, sebuah iklan sinetron, dan di iklan itu menampilkan gadis2 yang memakai baju seragam sekolah yang kurang lebih hampir mirip dengan seragam yang gw selama ini gambarkan. Nama sinetronnya Go Go Girls, dan dari situlah gw mulai mengenal yang namanya 7 Icons. Gw baru tahu soal 7 Icons setelah gw dapatkan dari Twitter salah satu program yang ada di acara itu. Katanya, akan ada sinetron baru di sebuah TV swasta, namanya Go Go Girls, dan akan dibintangi oleh 7 Icons. Di situ ada link Twitter-nya dan gw perhatiin Twitter-nya. Gw pun follow Twitter itu, dan mencari tahu lebih banyak soal 7 Icons. Gw juga mendapatkan link Facebook-nya, dan di Facebook-nya itulah, gw menemukan banyak foto yang memperlihatkan para personil 7 Icons memakai seragam itu. Meskipun ada sedikit perbedaan. Dalam rancangan gw, seragamnya memakai rompi, sementara di seragamnya 7 Icons tidak. Dalam rancangan gw, kemejanya tidak dikeluarkan dan rapi. Dasi tidak diturunkan dan menempel pada kerah. Di seragamnya 7 Icons, kemejanya dikeluarkan, kancing atas kemeja dibuka, dan dasinya diturunkan. Perbedaan lain adalah warnanya. Kalau rancangan saya, warnanya sedikit konservatif, jas hitam, rompi hitam, dasi hitam, kemeja putih, rok kotak2 hitam-abu2, kaus kaki putih, sepatu penny loafer hitam. 7 Icons memakai jas abu2, dasi dan rok kotak2 biru (sempat memakai warna coklat juga, pada video lagu Playboy yang pertama), kaus kaki abu2, dan sepatu... sepertinya teplek... warna hitam. Biarpun ada banyak perbedaannya, but I have to say, my dream is come true. Apa yang gw bayangkan selama ini, apa yang gw khayalkan selama ini... semuanya jadi nyata. Go Go Girls juga membuat sedikit dari khayalan gw jadi nyata. Situasinya yang sesuai. Tempat kuliah yang isinya siswa-siswi berseragam... hanya saja di Schelley's Bar tidak ada kuliah seni. Karakter utama cerita ini kuliah manajemen. Padahal penulisnya kuliah teknik informatika. Kacau ya... tapi begitulah. This is what I'm telling. This is true, apa yang gw ceritakan ini benar. Saya penulis dan konseptor dari cerita Schelley's Bar. Hanya saja cerita ini sulit untuk saya tulis, karena tadi keterbatasan saya. Tapi setidaknya saya masih berusaha dengan cara menulis salah satu bagian dari cerita ini dan men-share-kannya pada kalian. Itu hanya satu bagian lho... The Wroughtons hanya satu bagian. Masih banyak bagian lain. Cerita ini panjang sekali kalau misalnya saya bisa tulis. Gw merasa berterimakasih pada 7 Icons dan Go Go Girls karena telah membuat sedikit khayalan gw ini menjadi nyata. Tidak pernah terpikir dalam benak saya kalau suatu saat seragam sekolah itu akan ada. Indonesia berbeda dengan Inggris ataupun Jepang. Jadi kecil kemungkinannya kalau seragam sekolah itu ada. Dan saya senang secara tiba2 7 Icons bisa memunculkan seragam itu, meskipun dalam bentuk berbeda, dan saya sangat berterimakasih. Itu juga salah satu alasan kenapa gw ngefans sama 7 Icons. Satu cerita gw yang lain tentang 7 Icons adalah soal... tanggal berdirinya 7 Icons. Bulan2 pertama gw kenal 7 Icons, gw nggak tahu tanggal berapa berdirinya. Karena mereka muncul tiba2. Tiba2 ada aja yang namanya 7 Icons. Tapi setelah gw tahu tanggal lahirnya, yang ada gw kaget. Serius, nggak bohong. Tanggal berdirinya 7 Icons adalah 28 Oktober 2010. Itu hanya delapan hari setelah gw berulang tahun ke-17. Gw ulang tahun tanggal 20 Oktober. Setelah gw tahu tanggal berdirinya, dan tahu kalau itu tidak jauh dari tanggal ulang tahun gw, gw jadi berpikir kalau 7 Icons adalah hadiah ulang tahun ke-17 gw yang paling berkesan. Meskipun, gw baru mengetahui dan merasakan hadiah itu... beberapa bulan kemudian. Dan anggap saja sampai hari ini, gw masih merasakan hadiah itu. Rasanya ? Enak banget. Berkesan banget. Luar biasa. Hahahahaha...
Oke, segitu saja cerita gw tentang kenapa gw ngefans sama yang namanya 7 Icons. Lumayan panjang, dan aku harap kalian bisa mengerti soal cerita ini. Ini nggak bohong lho, ini cerita gw sendiri dan gw sendiri yang mengalaminya. Kehadiran 7 Icons membuat musik gw penuh warna, dan anggap saja, mengubah hidup gw. Gw sekarang jadi seorang Iconia. Mudah2an selamanya jadi Iconia. Cerita ini gw tulis dalam rangka merayakan ulang tahun 7 Icons yang pertama. Harapannya buat 7 Icons... semoga 7 Icons bisa tetap eksis, tetap keren, tetap solid, bisa go internasional, bahagia selalu, ceria selalu, albumnya cepat keluar... (gw sampai sekarang belum punya mini albumnya 7 Icons...), dan pastinya tetap sukses dan selalu diberkati Tuhan. Gitu aja deh... sekian tulisan saya.
Selamat Ulang Tahun, 7 Icons.
PS: Selamat juga buat ce Mezty yang udah wisuda... cantik lho fotonya waktu pakai toga... hehehehe... oke, Happy Enjoy!
Sekarang kita masuk ke topik. Dalam rangka ulang tahun 7 Icons yang pertama, gw akan menuliskan, kenapa sih gw suka sama yang namanya 7 Icons. Gw ngefans sama 7 Icons, itu sejak bulan April 2011. Itu setelah gw menonton iklan sinetronnya. Jujur saja, gw nggak pernah menonton perform pertamanya, karena waktu itu gw belum ngeh sama mereka. Gw hanya nonton lewat video YouTube, yang tanggalnya baru gw sadari nggak jauh dari tanggal mereka pertama kali perform, yaitu tanggal 25 Maret. Nah, gw baru tahu yang namanya 7 Icons, itu bulan April. Saya yakin banyak Iconia yang baru tahu 7 Icons pada bulan April. Soalnya kenapa ? Kalau menurut gw, 7 Icons itu datang tiba2. Gw nggak pernah dikasih tahu lewat apapun kalau akan ada girlband namanya 7 Icons. Baru setelah gw tahu kalau ada 7 Icons, gw mulai mencari informasinya. Nah, dari situlah gw beranggapan kalau 7 Icons bisa jadi girlband yang bagus dan bisa bersaing dengan yang lain, mengingat pada saat itu, girlband itu belum banyak. Cherrybelle aja masih masa training waktu itu... mereka baru aja berdiri. Setelah gw memperhatikan secara seksama penampilan mereka, dari bulan April hingga sekarang, plus gw juga memperhatikan sinetronnya (sayang banget sinetronnya udah nggak tayang lagi), dan hal2 lainnya yang berhubungan dengannya, inilah alasan gw ngefans sama 7 Icons.
Gw suka 7 Icons karena lima hal. Satu, lagunya asyik. Lagu Playboy dengan cepat kita hafal dan kita bisa ikuti. Meskipun dalam sebuah program berita siang lagu itu dibilang liriknya tak beretika... musiknya juga asyik karena menggunakan berbagai jenis musik elektronik yang ada sekarang, dan liriknya sepertinya bagus untuk menyentil para Playboy. Meskipun tadi, dibilang tak beretika (dasar berita...) Kedua, karena dance-nya keren. Untuk lagu yang elektronik menghentak kayak gitu, dance-nya juga harus asyik. Dan 7 Icons punya itu. Dari bulan April hingga sekarang, dance mereka mengalami banyak perubahan dan perkembangan. Mulai dari yang nuansanya masih santai, masih belum banyak gerakan di seluruh lagunya, seperti di awal2 tampil, hingga dibuat versi tradisionalnya saat acara di Borobudur. Belum lagi dengan kemampuan dance 7 Icons yang bisa dibilang cukup lumayan. Gitu2 di 7 Icons ada anak dancer-nya juga lho... dan dance-nya juga nggak kalah keren dibandingkan yang lain. Mereka kan latihan juga... hehehehe... oke, sekarang kita lanjut. Alasan ketiga kenapa gw suka 7 Icons adalah... personilnya yang asyik2. Setiap personil 7 Icons punya pesonanya masing2, selain juga karakternya masing2. Mereka semua punya gayanya masing2 juga, yang membuat mereka semua terlihat berbeda di atas panggung. Dulu banget, kita nggak tahu seperti gaya personilnya. Saya nggak tahu bahkan kalau setiap personil 7 Icons ini punya karakternya sendiri2. Mulai kemudian karakter masing2 personilnya ini terungkap setelah beberapa bulan mereka tampil, pertamanya lewat membaca dari sebuah tabloid. Awalnya nggak percaya banget sih, tapi kemudian lama-kelamaan, apa yang tertulis di tabloid itu benar, dan personil 7 Icons punya karakternya masing2. Personil 7 Icons juga punya banyak kebisaan dan latar belakang yang unik. Contohnya, Angel dan PJ. Mereka berdua fashion designer yang ternyata diam2 sudah punya prestasi, dan pernah juga membuat baju dari bahan2 yang unik. Vanila juga. Model senior yang sudah cukup terkenal dan pernah dapat penghargaan di bidang modelling, dan lainnya. Latar belakang mereka yang unik itulah yang membuat mereka menjadi sangat spesial, dan itu juga yang membuat 7 Icons makin berwarna. Alasan keempat kenapa gw suka 7 Icons adalah... 7 Icons itu aktingnya bagus dan juga mereka punya banyak kebisaan. Kalau suka nonton Go Go Girls, kalian pasti akan melihat seperti apa sih kehebatan akting mereka. Awalnya sih ya standar2 aja, karena masih belum biasa berakting dan tampil di depan kamera dengan peran mereka masing2. Tapi makin lama, mereka jadi semakin bisa membawakan karakternya dengan baik. Mereka berjuang keras agar mereka bisa melakukan ini lho... di Go Go Girls, setiap personil 7 Icons punya peran dan karakternya masing2. Dan saya berpikir, mereka bisa membawakan semuanya dengan baik. Paling mencolok itu... semuanya sih... karena mereka punya porsi akting mereka sendiri2 dan mereka bisa bawain karakter mereka itu dengan baik. Dari Season 1 hingga Season 2, gw lihat perkembangan aktingnya makin jelas dan banyak yang menyambut baik penampilan mereka di sinetron itu. Sayang banget sinetron ini sudah menghilang. Padahal, ceritanya belum selesai, dan katanya masih ada banyak kejutan lain yang akan ditampilkan dalam cerita ini. Kejutan yang selalu ditampilkan di Go Go Girls juga merupakan salah satu yang menarik untuk diikuti. Itu juga mempengaruhi ceritanya, dan juga bikin alur cerita menuju ke bagian berikutnya menjadi tidak jelas. Kira2 ada apa di bagian berikutnya ? Terus, bagaimana kelanjutannya ? Seperti itu. Ceritanya sebenarnya asyik, dan ditambah dengan akting para personil 7 Icons yang beda dari biasanya, sinetron itu seharusnya masih bisa berlanjut, dan bisa jadi sinetron yang bagus. Alasan kelima gw suka 7 Icons adalah... soal fashion mereka yang selalu menarik di setiap penampilannya. Saya sering bilang, dan bahkan mungkin masih berlaku hingga sekarang, jangan remehkan 7 Icons kalau sudah urusan fashion. Di 7 Icons, semuanya melek fashion. Ada 3 fashion designer dan dua setengah model. Kenapa saya bilang dua setengah model ? Karena ada personil 7 Icons yang punya profesi sambilan sebagai model. Jadi, profesi modelnya itu hanya sampingan. Sejak pertama perform, hingga sekarang, nggak pernah gw lihat 7 Icons tampil nggak keren. Pasti keren banget. Dulu, ketika era lagu Playboy, 7 Icons akan bermain dengan satu atau dua warna, dengan pembagian kostum yang berbeda pada setiap personil, berdasarkan karakternya. Jadi warnanya sama, kostumnya berbeda. Ketika kemudian mereka masuk ke era lagu Jealous (meskipun sampai sekarang masih tetap bawain lagu Playboy) konsep kostumnya berbeda, di mana mereka jadi lebih berwarna. Mereka bermain dengan warna yang lebih banyak, dan tidak ragu untuk menabrak warnanya. Gaya Harjuk aka Harajuku kali ya... tapi tetap memperhatikan karakter mereka masing2. Meskipun nabrak2 warna gitu, tetap aja gw bilang keren. Eksperimen warnanya berani, dan tetap menarik. Tapi kadang2 7 Icons tetap tampil dengan kostum berwarna sama dengan pakaian yang berbeda. Tapi itu hanya untuk acara2 tertentu saja. Biasanya ketika mereka tampil dengan lagu Jealous, kostumnya akan berwarna-warni. Dari atas hingga ke bawah. Fashion juga menjadi salah satu keunggulan penampilan 7 Icons. Dan saya kebetulan termasuk penggemar style fashion mereka. Masih ingat soal posting saya yang judulnya "7 Icons Fashion Milestone" ? Itu salah satu kehebatan 7 Icons di bidang fashion. Secara khusus mereka tampil dengan kostum rancangan sendiri. Rancangan Angel tepatnya. Semua Iconia penasaran soal seperti apa kostumnya dan ternyata hasilnya luar biasa. Seperti yang gw bilang, jangan remehkan 7 Icons kalau sudah urusan fashion, sekalinya mereka berurusan dengan fashion, mereka pasti tahu apa yang akan mereka lakukan. Sampai sekarang katanya 7 Icons masih sering merancang pakaian, but it never made or used. Mereka kini punya stylish untuk mengurus seperti apa penampilan mereka setiap kali tampil.
Di luar lima alasan itu, gw juga punya banyak cerita2 lain soal 7 Icons, yang gw rasakan. Jangan salah, saya punya banyak cerita yang ada hubungannya tentang 7 Icons. Cerita itu akan saya share secara khusus pada kalian semua, nggak jauh2 dari pokok bahasan ini, kenapa gw ngefans sama 7 Icons.
Kalian pasti tahu kalau di blog ini sekarang ada serial cerita baru tulisan saya, yang berjudul Schelley's Bar. Hanya saja itu cuma potongannya saja. Yang saya ceritakan di blog ini adalah salah satu potongan eksklusif dari cerita saya. Schelley's Bar itu sangat panjang, dan bagian The Wroughtons ini adalah salah satu potongannya. Schelley's Bar adalah sebuah cerita yang sudah saya konsepkan sejak SMP. Sejak SMP. Ini beneran. Tapi sampai sekarang saya nggak bisa tulis karena saya punya kesulitan dalam menerjemahkan konsep yang saya buat ke dalam bentuk cerita yang sebenarnya. Saya lemah dalam penggambaran latar dan dialog antar-tokoh. Tapi kalau sudah menyangkut ciri2 fisik, seperti apa baju yang karakter itu pakai dalam adegan itu, saya bisa menggambarkannya dengan jelas, meskipun juga tetap ada kekurangan. Dalam cerita Schelley's Bar ini, baju seragam sekolah yang dipakai oleh karakter utama cerita ini (karakter utama cerita ini diceritakan masih kuliah, dan tempat kuliahnya memiliki aturan soal seragam) bernuansa seragam sekolah Jepang. Sekitar lima-enam tahun yang lalu, mungkin sebelum saya memulai pembuatan konsep ceritanya, saya sempat membaca soal seragam sekolah yang ada di Jepang lewat sebuah majalah anime. Kebetulan memang dalam komik Jepang, yang namanya seragam sekolah pasti ada, dan gw suka banget sama seragamnya. Dari situlah kemudian gw membuat ide untuk membuat seragan sekolah gaya Jepang itu sebagai bagian dari cerita ini, sebagai seragam sekolah tempat si karakter utama cerita ini sekolah. Karena setting-nya di Inggris, maka saya membuat kostumnya cukup formal. Jas, dasi, rompi, kemeja, rok kotak2, kaus kaki panjang tapi berkerut di bagian bawahnya, dan sepatu penny loafer. Jasnya harus disertai dengan tanda kerajaan yang sudah saya desain sendiri. Saya juga suka tanda kerajaan, terutama dari Inggris. Seragamnya sangat rapi dan sangat formal. Yah, gaya2 Inggris begitu lah... dan itu termasuk salah satu bagian dalam konsep cerita saya yang sudah dipastikan tidak akan berubah. Setelah konsep itu ditetapkan, yang jadi pertanyaan satu. Bisakah seragam ini ada di Indonesia ? Pada saat itu, jawabannya adalah... impossible. Kenapa ? Satu, panas. Baju seragam ini pasti bikin panas. Itu sudah pasti. Kedua, mahal. Bikin jas saja sudah mahal, gimana bikin yang lain ? Bahannya pasti sulit untuk didapatkan. Ketiga, tidak sesuai dengan ciri Indonesia. Di sekolah2 yang ada di sini, ada model seragam batik. Itu sudah khas Indonesia. Saya yakin kalau seragam gaya Jepang ini nggak bakalan gampang ditemui di Indonesia. Kalaupun ada, itupun hanya di sekolah elite atau sekolah swasta. Tapi sepengetahuan saya, baju seragam seperti yang saya gambarkan itu nggak ada di Indonesia. Ya alasannya kurang lebih sama dengan yang ada di atas, atau mungkin ada tambahan lain. Mungkin sekitar lima-enam tahun, pokoknya hingga 2011 ini lah, gw belum melihat seragam seperti itu di Indonesia. Tapi semua itu berubah sekitar April 2011. Ketika itu gw lagi sarapan dan gw melihat ada iklan di TV, sebuah iklan sinetron, dan di iklan itu menampilkan gadis2 yang memakai baju seragam sekolah yang kurang lebih hampir mirip dengan seragam yang gw selama ini gambarkan. Nama sinetronnya Go Go Girls, dan dari situlah gw mulai mengenal yang namanya 7 Icons. Gw baru tahu soal 7 Icons setelah gw dapatkan dari Twitter salah satu program yang ada di acara itu. Katanya, akan ada sinetron baru di sebuah TV swasta, namanya Go Go Girls, dan akan dibintangi oleh 7 Icons. Di situ ada link Twitter-nya dan gw perhatiin Twitter-nya. Gw pun follow Twitter itu, dan mencari tahu lebih banyak soal 7 Icons. Gw juga mendapatkan link Facebook-nya, dan di Facebook-nya itulah, gw menemukan banyak foto yang memperlihatkan para personil 7 Icons memakai seragam itu. Meskipun ada sedikit perbedaan. Dalam rancangan gw, seragamnya memakai rompi, sementara di seragamnya 7 Icons tidak. Dalam rancangan gw, kemejanya tidak dikeluarkan dan rapi. Dasi tidak diturunkan dan menempel pada kerah. Di seragamnya 7 Icons, kemejanya dikeluarkan, kancing atas kemeja dibuka, dan dasinya diturunkan. Perbedaan lain adalah warnanya. Kalau rancangan saya, warnanya sedikit konservatif, jas hitam, rompi hitam, dasi hitam, kemeja putih, rok kotak2 hitam-abu2, kaus kaki putih, sepatu penny loafer hitam. 7 Icons memakai jas abu2, dasi dan rok kotak2 biru (sempat memakai warna coklat juga, pada video lagu Playboy yang pertama), kaus kaki abu2, dan sepatu... sepertinya teplek... warna hitam. Biarpun ada banyak perbedaannya, but I have to say, my dream is come true. Apa yang gw bayangkan selama ini, apa yang gw khayalkan selama ini... semuanya jadi nyata. Go Go Girls juga membuat sedikit dari khayalan gw jadi nyata. Situasinya yang sesuai. Tempat kuliah yang isinya siswa-siswi berseragam... hanya saja di Schelley's Bar tidak ada kuliah seni. Karakter utama cerita ini kuliah manajemen. Padahal penulisnya kuliah teknik informatika. Kacau ya... tapi begitulah. This is what I'm telling. This is true, apa yang gw ceritakan ini benar. Saya penulis dan konseptor dari cerita Schelley's Bar. Hanya saja cerita ini sulit untuk saya tulis, karena tadi keterbatasan saya. Tapi setidaknya saya masih berusaha dengan cara menulis salah satu bagian dari cerita ini dan men-share-kannya pada kalian. Itu hanya satu bagian lho... The Wroughtons hanya satu bagian. Masih banyak bagian lain. Cerita ini panjang sekali kalau misalnya saya bisa tulis. Gw merasa berterimakasih pada 7 Icons dan Go Go Girls karena telah membuat sedikit khayalan gw ini menjadi nyata. Tidak pernah terpikir dalam benak saya kalau suatu saat seragam sekolah itu akan ada. Indonesia berbeda dengan Inggris ataupun Jepang. Jadi kecil kemungkinannya kalau seragam sekolah itu ada. Dan saya senang secara tiba2 7 Icons bisa memunculkan seragam itu, meskipun dalam bentuk berbeda, dan saya sangat berterimakasih. Itu juga salah satu alasan kenapa gw ngefans sama 7 Icons. Satu cerita gw yang lain tentang 7 Icons adalah soal... tanggal berdirinya 7 Icons. Bulan2 pertama gw kenal 7 Icons, gw nggak tahu tanggal berapa berdirinya. Karena mereka muncul tiba2. Tiba2 ada aja yang namanya 7 Icons. Tapi setelah gw tahu tanggal lahirnya, yang ada gw kaget. Serius, nggak bohong. Tanggal berdirinya 7 Icons adalah 28 Oktober 2010. Itu hanya delapan hari setelah gw berulang tahun ke-17. Gw ulang tahun tanggal 20 Oktober. Setelah gw tahu tanggal berdirinya, dan tahu kalau itu tidak jauh dari tanggal ulang tahun gw, gw jadi berpikir kalau 7 Icons adalah hadiah ulang tahun ke-17 gw yang paling berkesan. Meskipun, gw baru mengetahui dan merasakan hadiah itu... beberapa bulan kemudian. Dan anggap saja sampai hari ini, gw masih merasakan hadiah itu. Rasanya ? Enak banget. Berkesan banget. Luar biasa. Hahahahaha...
Oke, segitu saja cerita gw tentang kenapa gw ngefans sama yang namanya 7 Icons. Lumayan panjang, dan aku harap kalian bisa mengerti soal cerita ini. Ini nggak bohong lho, ini cerita gw sendiri dan gw sendiri yang mengalaminya. Kehadiran 7 Icons membuat musik gw penuh warna, dan anggap saja, mengubah hidup gw. Gw sekarang jadi seorang Iconia. Mudah2an selamanya jadi Iconia. Cerita ini gw tulis dalam rangka merayakan ulang tahun 7 Icons yang pertama. Harapannya buat 7 Icons... semoga 7 Icons bisa tetap eksis, tetap keren, tetap solid, bisa go internasional, bahagia selalu, ceria selalu, albumnya cepat keluar... (gw sampai sekarang belum punya mini albumnya 7 Icons...), dan pastinya tetap sukses dan selalu diberkati Tuhan. Gitu aja deh... sekian tulisan saya.
Selamat Ulang Tahun, 7 Icons.
PS: Selamat juga buat ce Mezty yang udah wisuda... cantik lho fotonya waktu pakai toga... hehehehe... oke, Happy Enjoy!
Jumat, 28 Oktober 2011
SCHELLEY'S BAR: THE WROUGHTONS (3)
Di bagian ketiga ini, akan diceritakan tentang awal pertemuan Jane Schelley dengan keluarga Wroughton, lewat sebuah pesta yang digelar oleh keluarga Wroughton. Dari sinilah awal pertemuan Jane dengan orang yang kelak menjadi pacarnya. Seperti apa ceritanya ? Let's continue the story...
183 Glendale Park Road, London, England.
Michael Schelley sedang bersantai sambil menonton TV di ruang keluarga ketika kemudian ada dua orang pria yang mendatangi rumahnya. Mereka membunyikan bel dan itu terdengar oleh Michael. Saat itu, Anna sedang pergi keluar membeli makanan dan Jane sedang kuliah. Michael pun lalu mendatangi pintu dan membukanya. Saat dibuka, tiba2 sudah ada dua orang yang bertubuh tinggi besar berdiri di depan rumahnya. Yang satu, dia memiliki tinggi sekitar 180-an cm, dia memakai jaket warna coklat, kemeja kotak2, celana jeans, dan sepatu sneakers warna hitam. Dia berdiri tepat di depan Michael. Sementara yang satunya, dia memiliki badan yang lebih besar, dia memakai jaket biru strip putih, kemeja putih, celana jeans, dan sepatu sport warna putih. Dia berdiri sedikit lebih di belakang, agak ke kanan sedikit dari orang yang pertama. Di tangan orang yang pertama, yang memakai jaket coklat itu, ada sebuah amplop berwarna krem dengan tempelan warna emas di salah satu bagiannya. Amplop itu rencananya akan diberikan pada Michael. Itu adalah sebuah surat undangan.
"Selamat pagi, pak.", kata orang itu pada Michael.
"Selamat pagi juga. Kalau boleh tahu, ada apa ya ?", kata Michael.
"Kami dari keluarga Wroughton, ingin menyampaikan undangan ini pada Anda." kata orang itu lagi.
Orang itu lalu memberikan undangan itu pada Michael. Michael lalu menerimanya dan melihat bagian amplop undangan itu, yang terdapat tulisan "INVITATION" berwarna emas di bagian atasnya, dan sebuah coat of arms yang sepertinya merupakan coat of arms keluarga Wroughton di bawahnya, dengan garis berwarna emas. Di undangan itu juga terdapat sebuah tempelan, yang merupakan stiker untuk membuka amplop undangan itu, seperti yang biasa ada dalam amplop2 yang ada dalam pengumuman pemenang Piala Oscar. Michael sedikit mengangguk setelah menerima dan melihat undangan itu, dan kemudian ia bertanya pada kedua orang itu.
"Oh... terima kasih atas undangannya. Kalau boleh tahu, kapan acaranya ?", kata Michael.
"Akhir pekan ini, pak. Hari Minggu.", kata orang itu.
"Baik... lalu, siapa saja yang diundang ?", tanya Michael lagi.
"Semua yang ada di sepanjang jalan ini.", jawab orang itu.
"Wow... apakah ini seperti... pesta tetangga ?"
"Ya, semacam itu... kami ingin sekali berkenalan dengan semua tetangga2 yang ada di sini. Kebetulan kami masih baru di sini."
"Acara sosialisasi... seperti itu ?"
"Ya, pak. Acara sosialisasi."
"Baiklah kalau begitu... akan segera saya sampaikan undangan ini pada keluarga saya yang lain. Mereka juga harus tahu soal undangan ini. Terima kasih atas undangannya."
"Sama2, pak. Kalau begitu, kami harus pergi. Sampai jumpa hari Minggu, pak. Kami mengharapkan kehadiran keluarga Anda dalam acara ini."
"Ya, akan saya usahakan. Sampai jumpa."
Kedua orang itu lalu pergi, dan Michael lalu menutup pintunya. Ia lalu berjalan kembali ke ruang keluarga sambil melihat undangan itu. Ia lalu duduk lagi di sofanya dan membuka isi undangan itu. Setelah ia membuka undangan itu, ia menemukan sebuah kertas kecil, berukuran sedang, seukuran dengan amplop undangannya, hanya lebih kecil, dengan warna yang sama dan warna tulisan yang sama, dilengkapi dengan coat of arms keluarga Wroughton di atasnya, dengan tulisan seperti ini:
183 Glendale Park Road, London, England.
Michael Schelley sedang bersantai sambil menonton TV di ruang keluarga ketika kemudian ada dua orang pria yang mendatangi rumahnya. Mereka membunyikan bel dan itu terdengar oleh Michael. Saat itu, Anna sedang pergi keluar membeli makanan dan Jane sedang kuliah. Michael pun lalu mendatangi pintu dan membukanya. Saat dibuka, tiba2 sudah ada dua orang yang bertubuh tinggi besar berdiri di depan rumahnya. Yang satu, dia memiliki tinggi sekitar 180-an cm, dia memakai jaket warna coklat, kemeja kotak2, celana jeans, dan sepatu sneakers warna hitam. Dia berdiri tepat di depan Michael. Sementara yang satunya, dia memiliki badan yang lebih besar, dia memakai jaket biru strip putih, kemeja putih, celana jeans, dan sepatu sport warna putih. Dia berdiri sedikit lebih di belakang, agak ke kanan sedikit dari orang yang pertama. Di tangan orang yang pertama, yang memakai jaket coklat itu, ada sebuah amplop berwarna krem dengan tempelan warna emas di salah satu bagiannya. Amplop itu rencananya akan diberikan pada Michael. Itu adalah sebuah surat undangan.
"Selamat pagi, pak.", kata orang itu pada Michael.
"Selamat pagi juga. Kalau boleh tahu, ada apa ya ?", kata Michael.
"Kami dari keluarga Wroughton, ingin menyampaikan undangan ini pada Anda." kata orang itu lagi.
Orang itu lalu memberikan undangan itu pada Michael. Michael lalu menerimanya dan melihat bagian amplop undangan itu, yang terdapat tulisan "INVITATION" berwarna emas di bagian atasnya, dan sebuah coat of arms yang sepertinya merupakan coat of arms keluarga Wroughton di bawahnya, dengan garis berwarna emas. Di undangan itu juga terdapat sebuah tempelan, yang merupakan stiker untuk membuka amplop undangan itu, seperti yang biasa ada dalam amplop2 yang ada dalam pengumuman pemenang Piala Oscar. Michael sedikit mengangguk setelah menerima dan melihat undangan itu, dan kemudian ia bertanya pada kedua orang itu.
"Oh... terima kasih atas undangannya. Kalau boleh tahu, kapan acaranya ?", kata Michael.
"Akhir pekan ini, pak. Hari Minggu.", kata orang itu.
"Baik... lalu, siapa saja yang diundang ?", tanya Michael lagi.
"Semua yang ada di sepanjang jalan ini.", jawab orang itu.
"Wow... apakah ini seperti... pesta tetangga ?"
"Ya, semacam itu... kami ingin sekali berkenalan dengan semua tetangga2 yang ada di sini. Kebetulan kami masih baru di sini."
"Acara sosialisasi... seperti itu ?"
"Ya, pak. Acara sosialisasi."
"Baiklah kalau begitu... akan segera saya sampaikan undangan ini pada keluarga saya yang lain. Mereka juga harus tahu soal undangan ini. Terima kasih atas undangannya."
"Sama2, pak. Kalau begitu, kami harus pergi. Sampai jumpa hari Minggu, pak. Kami mengharapkan kehadiran keluarga Anda dalam acara ini."
"Ya, akan saya usahakan. Sampai jumpa."
Kedua orang itu lalu pergi, dan Michael lalu menutup pintunya. Ia lalu berjalan kembali ke ruang keluarga sambil melihat undangan itu. Ia lalu duduk lagi di sofanya dan membuka isi undangan itu. Setelah ia membuka undangan itu, ia menemukan sebuah kertas kecil, berukuran sedang, seukuran dengan amplop undangannya, hanya lebih kecil, dengan warna yang sama dan warna tulisan yang sama, dilengkapi dengan coat of arms keluarga Wroughton di atasnya, dengan tulisan seperti ini:
THE WROUGHTON FAMILY
REQUEST YOUR ORDER OF YOUR PRESENCE AT THE FAMILY PARTY
On Sunday afternoon
The twenty-fourth of April, 2004
At noon until 3 pm
At 180 Glendale Park Road
London
Setelah ia membaca surat undangan itu, Michael lalu menaruh undangan itu di atas meja. Ia lalu berdiri dari sofanya dan masuk ke dalam ruang kerjanya yang ada di belakang sofanya. Dia lalu mengambil organizer-nya dan melihat jadwalnya pada hari Minggu itu. Ternyata, di hari Minggu ada pekerjaan. Dia harus menjadi komentator di sebuah pertandingan American Football dan jadi komentator di sebuah acara berita olahraga. Acaranya berlangsung dari siang hari. Itu berarti, Michael tidak bisa hadir saat pesta itu berlangsung. Setelah melihat jadwal yang ada di organizer-nya itu, ia menaruhnya kembali organizer-nya itu di ruang kerjanya dan kembali ke ruang keluarga. Ia pun memutuskan untuk membicarakan hal ini dengan keluarganya nanti malam.
London School, London, England.
Sementara itu di tempat lain, tepatnya di London School, Jane dan Sarah ngobrol2 sambil berjalan keluar dari kampus. Kebetulan saat itu jam kuliah mereka sudah selesai, sehingga mereka bisa pulang. Biasanya, Jane selalu mengantar Sarah pulang, karena kebetulan mereka tinggal di jalan yang sama dan Sarah biasanya tidak dijemput saat pulang. Karena khawatir Sarah akan tersesat jika dia pulang sendirian, akhirnya Jane berbaik hati menawarkan tumpangan untuk pulang. Sarah bahkan diberi kebebasan untuk meminta diantar ke mana saja atau berhenti di mana saja untuk mampir sebentar. Tapi itu semua harus bilang dulu pada Jane, karena biasanya Jane akan langsung pulang ke rumah setelah jam kuliah berakhir. Nah, sekarang ceritanya... Jane dan Sarah sedang ngobrol2 sambil berjalan menuju ke tempat mobilnya Jane diparkir. Mereka mau pulang setelah mengikuti perkuliahan pada hari itu.
(Jane dan Sarah sedang membicarakan hal lain, dan kemudian berhenti sejenak, sambil berjalan)
"Oh, ya Jane... aku mau kasih tahu satu hal.", kata Sarah.
"Apa itu ?", kata Jane sambil melihat ke arah Sarah yang ada di sebelahnya.
"Hari Minggu nanti, keluargaku akan menggelar pesta. Datang ya..."
"Pesta ? Pesta apa ? Ada yang ulang tahun ya ?"
"Nggak kok... nggak ada yang ulang tahun... kita cuma ingin lebih dekat dengan tetangga2 kita saja. Anggap saja, ajang sosialisasi gitu... keluargaku ingin sekali mengenal lebih dekat orang2 yang tinggal di sekitarnya."
"Wow... hebat! Aku pasti akan datang ke acara itu... ada makanan enaknya nggak ?"
"Pastinya... tenang saja, ibuku akan memasak makanan terenak yang pernah ada untuk acara itu..."
"Sip deh kalau begitu... pestanya jam berapa ?"
"Siang hari. Dari jam 12 sampai jam 3. Kita nggak mau terlalu lama kok... yang penting bisa berkenalan dengan semua tetangga..."
"Oh gitu... baiklah, aku akan datang."
"Tapi kalau bisa, bawa keluarga kamu ya... keluargaku ingin sekali bertemu dengan keluargamu."
"Nanti aku pasti sampaikan kok... mudah2an keluargaku bisa datang."
"Bagus deh kalau begitu... kutunggu kehadiranmu dan keluargamu."
"Oke, Sarah..."
Tak lama kemudian, Jane dan Sarah sampai di tempat parkir mobilnya Jane. Mereka berdua lalu masuk ke dalam mobil, dan lima menit kemudian, mobil itu meninggalkan tempat parkir dan pergi kembali ke wilayah Glendale Park Road, tempat Jane dan Sarah tinggal.
Malam harinya, semua anggota keluarga Schelley berkumpul di ruang makan. Mereka akan makan malam. Sudah jadi kebiasaan bagi keluarga Schelley untuk selalu makan bersama di ruang makan saat makan malam. Michael duduk di kursi belakang, sementara Anna dan Jane duduk saling berhadapan. Satu kursi lain yang ada di depan Michael kosong. Anggota keluarga Schelley hanya tiga orang, jadi wajar kalau satu kursi lain kosong. Biasanya kursi yang kosong itu akan diberikan pada tamu apabila ada yang datang berkunjung ke rumah keluarga Schelley. Kebiasaan yang sering keluarga Schelley lakukan saat makan malam adalah satu, berdoa sebelum dan sesudah makan, dua, selalu ada buku untuk dibaca di samping piring yang dipakai untuk makan, mengingat keluarga Schelley adalah maniak membaca, dan yang ketiga, selalu ada pembicaraan diantara ketiganya jika sedang makan. Biasanya acara makan malam adalah saat untuk keluarga Schelley membicarakan banyak hal yang mereka alami, temukan, atau dapatkan sepanjang seharian penuh mereka beraktivitas. Anggaplah seperti acara curhat keluarga. Yang paling sering bercerita saat makan malam adalah Michael dan Anna. Jane lebih banyak mendengarkan mereka sambil membaca novel teenlit kesukaannya. Tapi kadang2 Jane juga suka ikut ngobrol dengan mereka, tapi tidak terlalu sering. Jane tidak suka bercerita tentang apa yang ia alami di kampusnya pada Michael dan Anna dalam acara makan malam. Jane lebih senang kalau ia menceritakan semuanya pada Anna di kamarnya. Jane memang sangat dekat dengan ibunya, dan dia memang sudah terbiasa untuk curhat pada ibunya. Menurut Jane, ibunya adalah pemberi saran terbaik yang ia punya. Apapun saran yang diberikan oleh ibunya, Jane selalu tahu kalau itu adalah yang terbaik untuknya, dan itu yang akan selalu ia pegang. Hari itu, topik pembicaraan keluarga Schelley adalah soal... undangan dari keluarga Wroughton itu. Michael sudah berencana untuk membawa urusan undangan ini pada acara makan malam ini, karena ada sesuatu yang harus didiskusikan. Pada saat itu, Jane sedang ke kamar untuk mengambil buku novel teenlit-nya yang baru ia beli dari toko buku.
"Anna, tadi pagi aku dapat undangan dari keluarga Wroughton. Mereka mengundang kita untuk hadir dalam pesta keluarganya.", kata Michael membuka pembicaraan.
"Keluarga Wroughton ? Tetangga baru kita itu ? Untuk apa mereka membuat pesta ?", tanya Anna.
"Mereka katanya mau berkenalan lebih dekat dengan tetangga2nya... termasuk kita. Kalau kata mereka, seperti acara sosialisasi begitu..."
"Oh... kapan pestanya ?"
"Hari Minggu, Anna. Tapi masalahnya satu. Saya buka organizer saya dan ternyata saya ada acara. Saya harus jadi komentator di SportsCenter dan di pertandingan American Football malam harinya. Sepertinya saya tidak bisa hadir di acara itu. Apa kau bisa hadir di acara itu, Anna ?"
"Hari Minggu ya ? Well... sebenarnya saya juga tidak bisa hadir. Saya ada janji bertemu dengan klien di pameran bunga. Saya akan mengambil stok bunga untuk dijual pada hari Senin. Stok yang diambil cukup banyak, jadi mungkin akan memakan waktu yang lama pula."
"Jam berapa janji bertemunya ?"
"Sekitar jam setengah 12 siang. Segera setelah tokonya buka. Saya harus buru2 ambil pesanannya sebelum ada orang lain yang mengambilnya. Kalau sampai ada orang lain yang mengambilnya lebih dulu, akan jadi merepotkan, karena saya harus menunggu lebih lama."
"Kira2 berapa lama waktu untuk mengambil stoknya ?"
"Lumayan... sekitar 3-4 jam. Barang yang saya pesan kebetulan cukup banyak, dan proses pengepakannya butuh waktu yang lama. Kalau semuanya lancar, kurang lebih waktunya selama itu."
"Berarti memang kamu juga tidak bisa hadir... bagaimana ya ? Sayang juga kalau tidak ada yang datang... apalagi, saya dengar... semua tetangga2 kita akan hadir di acara itu. Nggak enak juga kalau misalnya tidak ada satupun dari kita yang datang. Kita butuh seseorang yang bisa jadi perwakilan... setidaknya, ada yang bisa mewakili kita untuk hadir di pesta itu, agar kita tidak malu sama tetangga..."
Tidak lama, datanglah Jane yang datang sambil membawa buku novelnya.
"Hi, Mom... Hi, Dad... maaf aku terlambat datang. Aku harus mengambil bukuku.", kata Jane.
"Tidak apa2, Jane. Silakan duduk.", kata Michael.
Jane lalu menaruh buku novelnya dan duduk di kursi. Mengetahui kehadiran Jane, Anna pun mendapat ide, ia langsung membisikkannya pada Michael. Tak lama, Michael pun mengangguk dan Anna pun lalu berbicara pada Jane, yang saat itu baru saja selesai berdoa makan.
"Jane, boleh saya bicara sebentar denganmu ?", tanya Anna.
"Silakan, Mom... ada apa ?", jawab Jane.
"Jane, kamu tahu soal pesta keluarga Wroughton ?", tanya Anna lagi.
"Pesta keluarga Wroughton ? Oh, baru tadi siang Sarah mengundangku untuk hadir... dan aku harap Mom dan Dad bisa hadir di acara itu.", kata Jane.
"Sayangnya kami tidak bisa, sayang.", kata Anna.
"Lho, kenapa ? Sarah sudah memintaku untuk datang bersama kalian..."
"Tadinya kami juga ingin datang, Jane. Tapi ayah dan ibumu tak bisa. Ada pekerjaan yang harus kami lakukan. Ayahmu jadi komentator di pertandingan American Football dan ibumu ada urusan."
"Kita memintamu untuk mewakili keluarga datang ke acara itu, Jane.", kata Michael.
"Tapi... aku ingin sekali datang bersama kalian... Sarah pasti akan kecewa melihat aku datang sendirian.", kata Jane sedikit mengeluh.
"Maaf, Jane. Tugas tetap tugas. Saya harus standby dari jam 12 untuk memandu acaranya... kau tahu sendiri bahwa komentarku selalu ditunggu setiap kali pertandingan Minggu malam berlangsung."
"Sampaikan saja salam dari kami untuk keluarga Wroughton, dear. Hanya itu yang kami bisa.", kata Anna.
"Lebih tepatnya lagi, Anna, salam dan permohonan maaf. Mungkin kita bisa bertemu dengan keluarga Wroughton di lain waktu.", kata Michael menambahkan.
Jane pun terdiam sejenak. Dia sebenarnya merasa sangat kecewa pada Michael dan Anna. Dia ingin sekali datang ke pesta itu bersama kedua orangtuanya sehingga ia bisa mengenalkannya pada Sarah dan anggota keluarga Wroughton yang lain. Tapi ternyata keduanya tidak bisa datang dan itu berarti Jane harus datang ke acara itu sendirian. Ia tahu, Sarah pasti akan kecewa mengetahui ini, tapi setelah ia menyadari apa yang harus dilakukan oleh kedua orangtuanya pada hari itu, akhirnya Jane pun memutuskan untuk menerima tugas itu, dan pergi ke pesta itu sendirian.
"Baiklah, kalau memang Mom dan Dad ada urusan... aku akan berangkat sendiri.", kata Jane.
"Bagus. Kalau begitu acaranya hari Minggu jam 12 siang.", kata Michael sambil tersenyum.
"Kalau itu sih, aku sudah tahu dari Sarah...", kata Jane lagi.
"Well, baguslah kalau kamu sudah mengerti soal acaranya. Sekarang ayo kita lanjutkan makan malamnya.", kata Anna dengan perasaan senang.
Mereka pun lalu melanjutkan acara makan malamnya, dan selang 30 menit kemudian, acara makan malam pun selesai. Jane langsung kembali ke kamar setelah selesai makan, sementara Anna membereskan meja makan dan mencuci piring yang dipakai untuk makan malam, dan Michael kembali lagi ke sofa yang ada di ruang keluarga, ia duduk di sana dan menonton TV.
A few days later...
Hari itu hari Minggu, dan itu berarti pesta keluarga Wroughton resmi digelar. Tepat jam 12 siang, pintu gerbang rumah keluarga Wroughton dibuka, dan selang 10 menit kemudian, satu per satu tamu undangan datang ke rumah itu. Mereka semua memakai pakaian formal. Yang pria memakai jas, dasi, ada juga yang memakai rompi, kemeja, celana panjang, dan sepatu pantofel, sementara yang wanita memakai blazer, dalaman, rok panjang selutut, dan sepatu high heels. Ada juga yang memakai hiasan di kepala. Keluarga Wroughton sendiri juga memakai busana formal. Semua prianya memakai jas dan dasi, sama seperti tamunya, dan yang wanita memakai gaun berwarna merah dengan bros bunga mawar di dada kanannya dan sepatu high heels warna merah. Sarah sendiri memakai gaun terusan berwarna pink dengan belt berwarna hitam. Dia juga memakai bros bunga mawar di dada kanannya, dan ia juga memakai kalung hati. Dia memakai sepatu high heels warna hitam, dan kuku tangannya dicat dengan warna pink, menyesuaikan dengan warna gaunnya. Di kepalanya juga ada hiasan kepala berupa topi bergaya Inggris dengan detail bunga mawar dan pita yang berwarna pink. Ia mendapatkannya dari sebuah butik beberapa hari sebelum acara ini berlangsung. Rambutnya yang biasanya lurus kini menjadi ikal dan bergelombang. Ketika ia berdandan sebelum acara ini dimulai, dia menyempatkan diri untuk mengerol rambutnya dengan pensil, sumpit, dan rol rambut. Itu yang membuat rambutnya memiliki pola gelombang yang bervariasi. Di tangan kirinya terdapat sebuah jam sport yang tali jamnya berwarna pink. Jam ini adalah jam yang biasa Sarah pakai kemana-mana. Ketika acara sudah berlangsung, Sarah terus berdiri di depan rumah, menunggu kedatangan Jane. Jane memang sudah berjanji padanya akan datang ke acara itu.
183 Glendale Park Road, London, England.
Sementara itu di rumahnya, Jane sedang memilih-milih pakaian untuk dipakai dalam acara pesta keluarga Wroughton itu. Dia membongkar semua isi lemari pakaiannya dan mengambil semua koleksi gaun yang ia punya. Dia lalu menaruhnya di atas tempat tidurnya dan lalu mulai memilih pakaiannya. Satu per satu gaun itu ia ambil dan ia coba di depan cermin wardrobe-nya. Ia sampai bolak-balik dari cermin wardrobe-nya ke tempat tidurnya untuk mencoba gaunnya. Setelah 15 menit ia memilih, akhirnya dia mengambil sebuah gaun terusan berwarna merah, dengan belt warna putih, tas tangan warna merah, dan sepatu high heels warna merah. Sesudah ia menentukan apa yang akan ia pakai untuk acara itu, Jane memasukkan kembali semua pakaian2nya yang lain ke dalam lemari, dan lalu bersiap untuk mandi.
Setelah ia mandi, Jane langsung berpakaian. Ia memakai semua pakaian yang sudah ia pilih, lalu berdandan, dan setelah semuanya sudah siap, ia lalu bersiap untuk pergi. Sebelum ia keluar dari kamarnya, ia mengambil sesuatu dari wardrobe-nya, sebuah kotak berwarna hitam yang biasa ia sembunyikan di balik pakaian2nya. Kotak itu lalu ia buka, dan di dalamnya terdapat kalung salib yang biasa ia pakai. Ia lalu mengambilnya dan memakainya. Setelah itu ia kembali ke cermin wardrobe-nya untuk memeriksa apakah penampilannya sudah bagus atau belum. Setelah dirasa bagus, Jane lalu menaruh lagi kotak kalungnya itu ke dalam wardrobe-nya dan lalu mengambil tas tangannya. Ia pun pergi ke pesta keluarga Wroughton itu.
Jarak rumah Jane ke rumah keluarga Wroughton tidak terlalu jauh. Untuk mencapainya, Jane hanya cukup menyeberang jalan saja. Alamat rumah keluarga Wroughton adalah 180 Glendale Park Road, sementara alamat rumah Jane adalah 183 Glendale Park Road. Kedua rumah itu hanya berbeda dua rumah saja, jadi keduanya cukup dekat! Di sebelah rumah keluarga Schelley adalah rumah nomor 182, dan rumah itu tepat ada di depan rumah keluarga Wroughton, sementara di sebelah rumah keluarga Wroughton, adalah rumah nomor 181, rumah itu tepat di depan rumah keluarga Schelley. Kedua rumah itu ada dalam posisi silang! Makanya nggak heran kalau kedua rumah itu dekat banget. Itu hanya sekedar informasi saja untuk membantu kalian lebih mengerti soal seberapa dekatnya rumah keluarga Schelley dan keluarga Wroughton, sekarang kita lanjutkan ceritanya. Jane sudah tiba di rumah keluarga Wroughton, dan saat itu kondisinya sangat ramai sekali. Banyak tamu yang berkumpul dan ngobrol2 di tempat itu. Di halaman rumah, tidak ada hiasan apa2, tapi ada banyak tamu undangan yang ngobrol2 di sana, sambil merokok atau menikmati hidangan yang disajikan di pesta itu. Jane tidak lama melihat mereka, ia langsung berjalan menuju ke tangga rumah, dan ternyata di sana, Sarah sudah menunggunya.
"Hi, Jane! Akhirnya kamu datang juga! Aku sudah menunggumu dari tadi...", kata Sarah yang sangat senang begitu melihat Jane datang ke pesta itu.
"Hi, Sarah! Maaf aku terlambat... aku tadi memilih-milih baju yang tepat untuk acara ini dulu... aku nggak mau bikin kamu kecewa di pesta ini... omong2, kamu cantik sekali. Aku suka rambutmu...", kata Jane.
"Terima kasih, Jane... kamu juga... aku secara khusus mengerol rambutku ini untuk acara ini... mudah2an masih bisa tahan hingga kuliah besok. Eh, ke mana orangtuamu ?", tanya Sarah.
"Oh... sayang sekali mereka tidak bisa datang. Mereka ada urusan... aku padahal ingin sekali membawa mereka ke pesta ini... aku minta maaf, Sarah...", jawab Jane sedikit menyesal.
"Oh, oke... aku mengerti. Nggak apa2 kok... mungkin sekarang orangtuamu sedang sibuk."
"Ya, kurang lebih seperti itu. Apa saya belum terlambat untuk pestanya ?"
"Ummm... belum. Waktu kita masih panjang... ayo, kita masuk... aku harap kamu menikmati pestanya..."
"Thanks, Sarah...", kata Jane sambil tersenyum.
Sarah dan Jane lalu masuk ke dalam rumah.
180 Glendale Park Road, London, England.
Di dalam rumah keluarga Wroughton yang sangat mewah dan minimalis itu, Sarah memperlihatkan semua isi rumahnya pada Jane. Mulai dari ruang tamu, ruang keluarga yang sangat besar, ruang makan, ruang musik, ruang baca, hingga dapur. Sarah sengaja tidak memperlihatkan kamar2 di rumah itu karena khawatir kedua orangtuanya akan marah kalau ia memperlihatkannya pada orang lain. Setelah memperlihatkan seperti apa isi rumahnya, Sarah mengajak Jane untuk mencicipi semua makanan dan minuman yang disajikan di pesta itu, yang semuanya ada di ruang makan. Ada kue2, puding, salad, dan jus yang tersedia di sebuah meja khusus yang ada di ruang makan itu. Jane ikut mencoba semua makanan itu bersama tamu2 lain yang juga ada di acara itu, ditemani oleh Sarah. Jane merasakan bahwa makanan2 itu sangat enak, dan Sarah bilang kalau itu adalah masakan ibunya, seperti yang dulu ia janjikan pada Jane. Jane sangat senang, dan kemudian menanyakan soal kedua orangtuanya pada Sarah. Sarah pun langsung teringat dengan niatnya untuk mengenalkan Jane pada kedua orangtuanya dan juga pada kakak2nya. Akhirnya, Sarah pun mengajak Jane untuk bertemu dengan keluarganya. Sarah lalu membawa Jane ke ruang keluarga, tempat di mana keluarga Wroughton sedang berkumpul mengobrol dan menerima tamu2 yang datang. Di ruang keluarga itu, hanya ada tiga orang anggota keluarga Wroughton yang menerima tamu. Ditambah dengan Sarah, maka anggota keluarga Wroughton yang ada di ruangan itu empat orang. Sarah pernah bilang pada Jane kalau anggota keluarga Wroughton itu ada lima orang. Orangtuanya, dua orang kakak laki2, dan dirinya. Berarti, siapa anggota keluarga Wroughton yang menghilang itu ?
Sarah mengantar Jane untuk bertemu dengan kedua orangtuanya. Orangtuanya Sarah sama2 memakai pakaian formal dan berdiri di depan perapian yang saat itu apinya sedang padam. Di atas perapiannya terdapat sebuah jam meja yang terbuat dari porselen dengan hiasan yang cukup rumit. Tepat di atas jam itu terdapat sebuah lukisan besar keluarga Wroughton. Kedua orangtua keluarga Wroughton duduk di sofa, sementara ketiga anaknya berdiri di belakangnya, dengan Sarah berada di tengah, diapit oleh kedua kakak laki2nya yang bertubuh tinggi besar. Hanya saja, salah satu diantara kakak laki2nya itu ada yang bertubuh lebih besar dibandingkan yang lainnya. Yang pasti, Sarah terlihat kecil dibandingkan dengan kedua kakaknya itu, meskipun dia memiliki badan yang cukup tinggi juga. Tinggi badan Sarah 178 cm. Berbeda delapan cm dari Jane, yang hanya memiliki tinggi 170 cm. Lukisan besar itu dihiasi dengan pigura khusus yang terbuat dari kayu berukir dan terdapat coat of arms keluarga Wroughton di bagian atas piguranya. Di kiri-kanan lukisan itu terdapat beberapa foto2 keluarga Wroughton yang lain. Sekarang kembali ke orangtuanya Sarah. Kedua orangtuanya Sarah sama2 memakai pakaian formal. Ayahnya Sarah memakai jas abu2 dengan coat of arms keluarga Wroughton dibordir di dada kanannya, rompi abu2, dasi abu2, kemeja putih, celana abu2, kaus kaki abu2, dan sepatu pantofel hitam. Di tangan kirinya terdapat jam Rolex berwarna emas. Rambutnya hitam kecoklatan, masih belum terlihat beruban meskipun ia sudah cukup dewasa. Rambutnya disisir belah tengah. Ia selalu tersenyum pada setiap tamu yang datang. Tingginya sekitar 180-an cm, badannya tegap, dan warna matanya biru. Ia tidak memakai kacamata. Sementara ibunya Sarah berada di sebelah kanannya, tingginya sekitar 170-an cm, tapi lebih pendek daripada Sarah, rambutnya juga hitam kecoklatan, panjang sebahu, dan terurai. Sedikit ikal dan bergelombang, tapi tidak seikal Sarah. Warna matanya biru, ia memakai lipstick merah, dia memakai kalung yang bagian bandulnya berbentuk lingkaran. Kata Sarah, kalung itu bisa dibuka, dan ada foto di dalamnya. Itu adalah kalung kesukaan ibunya. Kalungnya terbuat dari emas, dan ada ukiran di bagian bandulnya. Ibunya Sarah memakai gaun berwarna merah, ujungnya berada di bawah lutut, dengan pola kerah yang lebar, dan di gaun itu lengannya panjang. Ada detail bunga di bagian kerahnya, dengan detail pita di bagian tengah kerahnya. Di dada kanannya, terdapat bros bunga mawar. Di tangan kirinya, terdapat sebuah jam Alexandre Christie berwarna silver. Dia memakai sepatu high heels warna merah, dan dia tidak mengecat kukunya. Sarah bilang, ibunya tidak terlalu suka mengecat kuku. Ia selalu berusaha untuk tampil se-natural mungkin dalam setiap acara, dan itulah yang membuatnya tetap terlihat cantik.
Sarah lalu perlahan mendekati kedua orangtuanya, di saat mereka sedang tidak menerima tamu. Jane berada di belakangnya, dan ia memberitahukan pada keduanya bahwa ada seseorang yang ingin Sarah perkenalkan pada keduanya.
"Mom, Dad...", kata Sarah pada keduanya. "Aku mau perkenalkan seseorang pada kalian."
"Wah... siapa itu, Sarah ? Sepertinya ia orang yang spesial...", kata ayahnya.
Sarah lalu mengajak Jane untuk maju sedikit lebih dekat, dan lalu Sarah memperkenalkannya.
"Ini teman saya. Kebetulan, dia tinggal di seberang rumah kita... yang dulu aku ceritakan itu... namanya Jane Schelley. Jane, ini ayahku, Michael Wroughton.", kata Sarah memperkenalkan Jane pada ayahnya.
"Oh, ini teman barumu itu... hai, Jane... saya Michael Wroughton. Michael James Archibald Wroughton. Saya ayahnya Sarah.", kata Michael Wroughton sambil menjabat tangan Jane.
"Halo, Mr. Wroughton, senang bisa berkenalan dengan Anda.", kata Jane.
"Oh maaf, jangan panggil saya Mr. Wroughton. Panggil saja saya Michael.", kata Michael lagi.
"Tapi saya lebih senang memanggil Anda Mr. Wroughton... ayah saya juga bernama Michael."
"Hmmm ? Baiklah, aku bisa mengerti itu. Tapi saya berpikir kalau panggilan Mr. Wroughton terlalu formal untuk gadis seperti Anda. Tapi tidak apa2."
"Baik, Mr. Wroughton."
"Sejak kapan kau mengenal Sarah, Jane ?", tanya Michael.
"Ummm... sejak kurang lebih tiga minggu yang lalu. Ketika hari pertama ia masuk kuliah."
"Wow. Sepertinya kalian cepat akrab. Tidak biasanya ada anak baru yang bisa langsung akrab dengan teman barunya pada hari pertama ia masuk sekolah..."
"Kebetulan saya dan Sarah teman sebangku. Kita sering ngobrol2 bareng, belajar bareng, makan bareng... akhirnya kita langsung akrab."
"Wah, bagus sekali. Aku harap kau bisa membantu Sarah untuk beradaptasi di sekolahnya. Ia masih sangat baru di tempat itu... dan pastikan kau menjaganya dengan baik."
"Pastinya, Mr. Wroughton. Aku janji."
"Good. Aku pegang janjimu.", kata Michael sambil menepuk bahu Jane.
Perkenalan Jane dan Michael Wroughton selesai. Sekarang Sarah mengenalkan Jane pada ibunya.
"Mom, kenalkan... ini temanku, Jane Schelley. Jane, ini ibuku, Roseanne Wroughton.", kata Sarah mengenalkan Jane pada ibunya.
"Halo, Jane... kau terlihat cantik sekali. Saya Roseanne Georgiana Parker-Wroughton. Kau temannya Sarah ?", kata Roseanne sambil menjabat tangannya Jane. Michael melihat perkenalan Jane dan Roseanne dari sebelahnya.
"Terima kasih, Mrs. Wroughton... ya, saya temannya.", kata Jane sambil tersenyum.
"Jangan panggil saya Mrs. Wroughton, Jane. Panggil saya Rose.", kata Roseanne lagi.
"Rose ? Seperti di film Titanic itu ?"
"Ya... tapi saya tidak jadi korban kapal tenggelam.", kata Rose sedikit bercanda.
"Hahaha... jadi cukup Rose saja ?"
"Ya. Rose saja. Mrs. Wroughton terlalu formal. Saya dan Michael tidak terlalu suka dengan panggilan seperti itu. Terlalu formal. Kami lebih senang dipanggil dengan nama kami saja..."
"Oke, baiklah."
"Satu hal lagi, Jane. Santai saja. Jangan merasa terbebani dengan formalitas. Itu hanya hiasan saja. Nikmati saja hidupmu dan santai saja.", kata Roseanne.
"Oke, Mrs. Wroughton... or Rose..."
"Rose saja. Make it simple. Hahahaha..."
"Hahaha...", kata Jane yang sepertinya masih cukup berat untuk memanggil seseorang dengan namanya. Ia berusaha menghilangkan rasa beratnya itu dengan tertawa.
Perkenalan Jane dan Roseanne sudah selesai. Jane lalu membawa Sarah sedikit menjauh dari kedua orangtuanya. Sepertinya ada yang ingin sekali Jane bicarakan pada Sarah.
"Emangnya kedua orangtua kamu begitu ya ? Orangnya santai banget, gitu ya ?", tanya Jane penasaran.
"Ya, seperti itulah mereka. Kalau aku bilang, ayah dan ibuku itu sudah dalam level dimana mereka lebih memilih untuk menikmati hidup mereka. Mereka udah nggak punya beban hidup lagi. Yah, anggap saja mereka udah enjoy dengan hidup mereka. Jadi wajar saja kalau seperti itu.", kata Sarah menjelaskan.
"Pantesan... santai banget mereka... jadi mereka hanya menikmati hidup mereka saja ?"
"Yap, betul sekali. Ayah dan ibuku memang seperti itu. Jadi maklumi saja ya..."
"Oke deh... nanti aku coba... aku kira, keluargamu itu... cukup tough..."
"Keluargaku beda dari yang lain. Kita bisa menyesuaikan diri dengan keadaan yang ada sekarang kok..."
"Well, baiklah... mungkin setelah ini saya akan coba untuk lebih santai saat berkenalan..."
"Bagus deh... tapi hati2... bisa saja orang yang kamu kenal berikutnya, setelah keluargaku, tidak seperti keluargaku. Jadi, formalitasnya tetap dijaga ya..."
"Pastinya. Kalau untuk orang lain sih, aturannya tetap sama... kalau untuk ini, pengecualiannya."
"Good. Just enjoy it, okay ?"
"Okay, Sarah..."
Sarah lalu mengajak Jane untuk bertemu dengan anggota keluarga Wroughton yang lain. Kali ini, yang akan diperkenalkan pada Jane adalah orang yang Sarah sebut sebagai kakak keduanya. Dia berada tidak jauh dari Michael dan Rose. Dia berdiri hanya beberapa langkah dari keduanya. Orangnya tinggi besar, tingginya sekitar 190-an cm, badannya juga tegap, kekar, dan punya tubuh seperti pemain American Football. Meskipun begitu, dia cukup ganteng dan good looking. Rambutnya di-gel, sedikit gondrong, dan warnanya hitam kecoklatan. Warna matanya biru, dan ia cukup banyak tersenyum pada para tamu yang datang. Dia memakai jas hitam, dengan coat of arms keluarga Wroughton di dada kanannya, dasi hitam, kemeja putih, celana hitam, kaus kaki putih, bisa terlihat dari celananya yang sedikit ngatung, dan sepatu sport hitam. Tangannya ia masukkan ke dalam kantong celananya, sehingga tidak jelas apakah dia memakai jam atau tidak. Sejak tadi, dia melihat-lihat ke arah Sarah dan Jane. Sepertinya dia penasaran dengan orang yang ada di samping Sarah itu. Sarah lalu mendatanginya dan memperkenalkan Jane.
"Hi, Sean! Aku mau kenalkan temanku nih... namanya Jane. Jane Schelley. Dia anak tetangga yang dulu aku ceritakan itu...", kata Sarah mengenalkan Jane pada Sean, dengan gaya yang santai.
"Hallo, aku Jane.", kata Jane sambil mengajak Sean untuk berjabat tangan.
"Hallo, Jane. Aku Sean Wroughton. Sean Anthony Archibald Wroughton. It's nice to see you.", kata Sean sambil menjabat tangan Jane. Jabatan tangannya sangat kuat hingga Jane harus sedikit menahan sakit.
"It's nice to see you... too...", kata Jane sambil memegangi tangannya yang sedikit sakit gara2 jabatan tangan Sean yang sangat kuat.
"Oh, apa kau baik2 saja ? Sepertinya ada yang salah saat saya menjabat tangan kamu..."
"Aku nggak apa2 kok... ini hanya... kesalahan teknis saja kok... hehehehe..."
"Well... hahahaha... so, sejak kapan kamu mengenal Sarah ?"
"Ummm... sejak hari pertama dia masuk kuliah."
"Wow. Kalian langsung berkenalan dan langsung akrab seperti ini ? Hebat! Biasanya anak baru cenderung malu2 saat hari pertama ia kuliah..."
"Justru kalau kita tidak. Kita... langsung kenalan, dan setelah itu jadi teman akrab seperti sekarang... kebetulan kita satu meja saat kuliah... kurang lebih seperti itu."
"Oh, jadi kalian teman sebangku ? Pantas saja kalian langsung akrab. Bagus deh... Aku harap kamu bisa bantu Sarah menjalani hari2 pertamanya di kampus dengan baik ya..."
"Oh, pastinya. Aku janji."
"Good. Kalau seperti ini jadinya maka Sarah nggak perlu kebingungan lagi untuk beradaptasi di kampusnya karena sudah ada yang menemaninya. Ya kan, Sarah ?", kata Sean pada Sarah.
"Ya, Sean. Hahaha...", kata Sarah sambil menepuk bahu Jane. Jane sendiri hanya bisa tersenyum pada Sarah.
Tak lama, Michael memanggil Sean. Ada sesuatu yang harus dibicarakan oleh keduanya. Itu berarti, perkenalan Jane dan Sean sudah selesai. Setelah Sean pergi, Jane mengajak Sarah ngobrol lagi.
"Kakakmu ganteng juga...", kata Jane mengomentari Sean pada Sarah.
"Oh ya dong... kakak2ku semuanya ganteng2... orangnya juga baik kok... tangan kamu nggak apa2 ?", kata Sarah sambil memeriksa tangan Jane.
"Nggak apa2 kok... jabatan tangan kakakmu itu... keras banget... sampai sakit jadinya..."
"Tapi nggak apa2 kan ?"
"Nggak apa2 sih... nggak usah dipikirin kok, nanti juga sembuh sendiri..."
"Bagus deh...", kata Sarah sambil memegangi tangannya Jane.
"Oh, ya... kamu tadi sempat bilang kalau kamu punya kakak lagi. Di mana kakakmu yang lain itu ?"
"Nah itu dia... dia masih di atas, dan sampai sekarang belum keluar2... ayah dan ibuku udah nungguin nih dari tadi... duh, kemana sih dia..."
"Mungkin dia masih berpakaian ?"
"Bisa jadi. Tapi biasanya dia nggak pernah berpakaian selama ini..."
"Apa jangan2 kakakmu pemalas ?"
"Nggak kok. Kakakku bukan pemalas. Cuma memang dia nggak terlalu bersemangat mempersiapkan acara ini... dia orangnya agak pendiam gitu..."
"Misterius gitu maksudnya ?"
"Sedikit. Tapi dia nggak tertutup. Kalau aku ngobrol sama dia pasti dia jawab kok..."
"Berarti kakakmu yang ini orangnya seperti apa ya ?"
"Nggak tahu deh... susah dijelaskan..."
Tidak lama, orang yang sedang dibicarakan oleh Sarah dan Jane itu pun datang. Dia menuruni tangga dan sempat melihat keramaian yang ada di ruangan itu. Rambutnya juga di-gel, seperti Sean, dan warnanya hitam kecoklatan. Matanya biru cerah. Dia memakai jas hitam dengan tanda coat of arms keluarga Wroughton di dada kanannya, rompi hitam, dasi hitam, kemeja hitam, celana hitam, kaus kaki putih, dan sepatu hitam. Dia memakai jam Breitling di tangan kirinya, dan ekspresi wajahnya sangat tenang. Ia cukup diam, mulutnya terkunci rapat. Tapi dia tidak tertutup. Setelah ia turun dari tangga, ia langsung berbaur dengan orang2 yang ada di ruangan itu, dan itu membuat semua anggota keluarga Wroughton yang lain merasa senang.
Orang itu lalu mendekati Michael, Roseanne, dan Sean. Bahkan orang itu dan Sean sempat tos bareng. Michael sempat berbicara dengannya, sepertinya keduanya membicarakan mengapa orang itu datang terlambat. Mereka berbicara secara berbisik-bisik, agar tidak ada orang yang tahu. Tidak lama, obrolan mereka pun berhenti, dan setelah itu ia berdiri di samping Michael, menyambut para tamu yang makin banyak berdatangan. Sarah pun memberitahukan pada Jane sambil berbisik, kalau orang itu adalah kakak pertamanya. Dialah orang yang dimaksud itu. Sarah pun langsung mengajak Jane untuk berkenalan dengannya. Ia lalu membawa Jane ke depan orang itu, dan memperkenalkannya.
"Hai, Randy... aku mau perkenalkan teman baruku... namanya... Jane. Jane Schelley. Jane, ini kakak pertamaku, Randy Wroughton.", kata Sarah memperkenalkan Jane pada orang itu.
"Hai... apa kabar ?", kata Randy sambil menjabat tangan Jane dengan tersenyum.
"Hai... aku baik. Senang bisa berkenalan denganmu.", kata Jane sambil menjabat tangan Randy.
"Senang bisa berkenalan denganmu. You look pretty... so pretty."
"Thank you."
"Did you enjoy the party, Miss... ?"
"Schelley. Jane Schelley."
"Jane Schelley ? That's a nice name. Precious gift."
"Wow... precious gift ? My mom once said that's my name's meaning. How do you know that ?"
"I read it from the book. Once I read it. Jane means previous gift, and I believe, you are the previous gift that God give to your parents..."
"Awww... that was so sweet. Love that. You didn't read my mind, right ?"
"No, I didn't read your mind... we've just meet... what I know from your mind... I didn't know anything."
"I said that because you know very well about my name."
"I just know it from the books. I didn't know if it's true or not. But, the books have said that."
"Seems like you love reading."
"No, I'm just enjoy it."
"Hmm... that's great. You enjoy it. Like it."
"Do you also enjoy reading ?"
"Ummm... yes. I love reading novels."
"What kind of novels do you like ?"
"Teenlits. Teen novels, do you know it ?"
"A little bit. I love reading magazine, newspapers... what the adults read."
"You should try to read teenlits. It's good for you. How old are you ?"
"23. 23 years old. Can I read that ?"
"Ummm... you are a little bit to old."
"Hahahaha... I know that I can't read that. How old are you ?"
"19 years old..."
"19 ? For a 19-year-old girl, seems like that's a good book for you."
"How do you know that ? Did you once read teenlits ?"
"I stole it from Sarah. Just want to know. She have a lot of teenlits on her room. That's fine because she's a high school girl. That book is good for the high school girls."
"That's also good for college girl. For the first year like me ?"
"Yeah maybe. I didn't know more about that book. I just read it for a few pages and I get bored. The story is not good for me. Too young for that."
"Hmmm... I see. That's why you recommend that for the high school girls, isn't it ?"
"Yes..."
"Well, I see that."
Sarah melihat Jane dan Randy cukup akrab. Mereka berdua membicarakan soal buku dan mereka ngobrol secara lancar tanpa malu2. Sarah sangat senang melihat Jane yang bisa sangat pede ngobrol dengan kakak pertamanya, yang selama ini memang tidak terbiasa ngobrol dengan orang yang tidak dikenal. Tapi ia bisa mengerti mengapa Randy bisa seperti itu. Itu karena topiknya yang cukup enak dan sesuai dengan apa yang Randy sukai. Ia pun memutuskan untuk ikut dalam pembicaraan itu.
"Sepertinya kalian berdua langsung akrab...", kata Sarah.
"Accidentally. Dia sangat enak diajak berbicara.", kata Jane.
"Yah, kalau topiknya ia suka. Kalau tidak, ia akan lebih banyak diam."
"Oh, begitu. Benarkah itu, Randy ? Ummm... bolehkah aku memanggilmu demikian ?"
"Itu memang panggilanku. Ya, Jane. Aku hanya lancar berbicara jika topiknya pas. Kalau tidak, kau akan melihatku lebih banyak diam. Ya, saya memang aslinya pendiam.", kata Randy.
"Well, sepertinya kau harus mulai lebih banyak berani untuk bicara pada topik lain..."
"Do you think I can ?", tanya Randy.
"Menurutmu ?"
"Ummm... tergantung. Tergantung mood."
"I see that. Is your mood flowing ?"
"Flowin' like a jazz. Sometimes it's good, sometimes it's bad. And when it turns bad, you should be careful."
"Why ? Because you will angry when you're in badmood ?"
"100 for you. I'm gonna be explode."
"Like a bomb or something ?"
"More than that."
"Atomic bomb ?"
"Tsar bomb. Nuclear. That's why you should be careful."
"Wow. I can't imagine if you are angry right now in the front of me. Seems like this house will gonna be explode..."
"Hahahaha... not for now. Maybe later. There will be a lots of damages and victims if I explode now. Even, I'm in the good mood. Good mood after I see your face. So beautiful. So pretty."
"Awww... thank you... that was very touching."
"Lovely. You are."
"Thanks."
Randy lalu melihat jamnya, dan saat itu jam sudah menunjukkan pukul 2:15 siang. Randy sempat berbisik pada ayahnya untuk pergi sebentar, dan ayahnya pun memperbolehkan. Randy ingin sekali mencoba makanan yang ada di acara ini, jadi ia harus pergi. Ia pun berpamitan pada Jane.
"Jane, I'm so sorry. I have to leave you for a while. I want to taste some foods here. My mom made it, so if I didn't try it, she must be so upset. Are you hungry ?", kata Randy.
"No. I'm already eat. It's very delicious.", kata Jane.
"Good. Sarah, have you eat ?", tanya Randy pada Sarah.
"Ummm... already, Randy. I'm done.", jawab Sarah.
"Well, it means I will try my Mom's food by myself. So, till we meet again..."
"Yeah, till we meet again."
Randy lalu pergi dan meninggalkan Jane dan Sarah. Tapi baru beberapa langkah berjalan, Randy mendatangi lagi Jane dan mengucapkan sesuatu, sambil melihat wajahnya.
"I hope this is not the last time we meet. I really want to know more about you...", kata Randy.
"Me too. I also want to know more about you. You seems like a nice guy.", kata Jane.
"Good. Now enjoy the party, God's previous gift..."
"Thank you."
Randy lalu pergi. Benar2 pergi. Sarah pun kemudian bertepuk tangan di hadapan Jane. Di mata Sarah, Jane telah berhasil membuat Randy tertarik padanya. Ia pun merasa salut padanya. Ia pun kemudian berbicara lagi pada Jane. Tugas Sarah memperkenalkan Jane pada semua anggota keluarga Wroughton sudah selesai.
"Well, well... sepertinya kau berhasil membuat Randy tertarik padamu.", kata Sarah.
"Thanks, Sarah... tapi ini baru awal. Aku kan cuma berkenalan saja dengannya.", kata Jane.
"Tapi dari perkenalan itu, aku bisa lihat kalau kamu cukup akrab. Siapa tahu kamu suka dengannya..."
"No, aku nggak suka dengannya. Aku kan baru kenalan dengannya..."
"Siapa tahu saja... menurutku, kamu sudah cukup akrab dengannya."
"It's impossible. Mana mungkin dari kenalan langsung jadi suka ? Butuh waktu untuk bisa suka pada seseorang... kau tahu itu, kan ?"
"Tapi kan bisa saja... love at the first sight ?"
"No, aku nggak percaya dengan itu. You need a time to love someone, especially if you just know him a few minutes ago. That's impossible..."
"Jadi, kamu nggak percaya soal love at the first sight ? Jangan bohong deh!"
"No, I'm serious, Sarah. I didn't wrong. I didn't believe that... it's true."
"You should think it again. But that's fine if you didn't believe that... I'm just guessing. Jadi, sekarang aku sudah memperkenalkanmu pada keluargaku. One day, kamu harus perkenalkan aku pada keluargamu."
"Memangnya harus ?"
"Harus dong, Jane... karena aku juga ingin tahu seperti apa keluargamu. Siapa tahu, keluarga kita bisa jadi teman baik... atau relasi baik, begitu..."
"Well... kalau begitu tunggu tanggal mainnya."
"Good. Love that one. Kalau begitu, sekarang kita lanjutkan pestanya..."
"Oke, Sarah... let's party again!"
Jane dan Sarah pun kemudian melanjutkan pestanya. Mereka bersenang-senang di dalam pesta itu, saling berfoto bersama, dan bermain-main di tempat pesta itu. Mereka juga ngobrol2 bareng di tangga dekat ruang keluarga ketika para tamu mulai banyak yang meninggalkan tempat pesta. Mereka berdua sangat senang bisa bertemu dan menghabiskan waktu bersama, di luar sekolah. Mereka bahkan bercerita tentang hal2 yang bersifat pribadi, meskipun masih dalam garis besarnya. Saking asyiknya mereka ngobrol2, Jane sampai lupa waktu, dan baru pulang 30 menit setelah pesta berakhir. Ketika ia pulang, Sarah yang mengantarnya hingga ke pintu gerbang. Ketika Sarah sedang mengantar Jane pulang itu, Randy dan Sean melihat keduanya dari teras rumah, tapi tidak lama. Sean masuk ke rumah lebih dulu, sementara Randy masih melihat keduanya hingga Jane keluar dari pintu gerbang. Sepertinya dalam hatinya Randy sudah ada perasaan terhadap Jane, dan Jane juga mempunyai perasaan itu. Hanya saja, mereka berdua memilih untuk merahasiakannya. Mereka masih malu2 untuk mengungkapkan. Maklum, mereka baru pertama kali bertemu dan baru kenalan, jadi mereka masih perlu waktu yang lama untuk dapat memberanikan diri mengungkapkan perasaannya. Yang pasti, keduanya sudah bertemu, dan inilah yang kemudian menjadi awal dari perjalanan cinta Jane Schelley berikutnya. Seperti apa kelanjutannya ? Tunggu cerita berikutnya.
Di cerita berikutnya, Jane Schelley mengalami sebuah peristiwa yang akan mengantarkannya menuju perkenalannya yang lebih intensif dengan keluarga Wroughton. Bagaimana bisa ? Apa hubungannya peristiwa itu dengan keluarga Wroughton ? Apa yang kemudian Jane dapatkan dan ketahui dari keluarga itu ? Tunggu cerita berikutnya.
London School, London, England.
Sementara itu di tempat lain, tepatnya di London School, Jane dan Sarah ngobrol2 sambil berjalan keluar dari kampus. Kebetulan saat itu jam kuliah mereka sudah selesai, sehingga mereka bisa pulang. Biasanya, Jane selalu mengantar Sarah pulang, karena kebetulan mereka tinggal di jalan yang sama dan Sarah biasanya tidak dijemput saat pulang. Karena khawatir Sarah akan tersesat jika dia pulang sendirian, akhirnya Jane berbaik hati menawarkan tumpangan untuk pulang. Sarah bahkan diberi kebebasan untuk meminta diantar ke mana saja atau berhenti di mana saja untuk mampir sebentar. Tapi itu semua harus bilang dulu pada Jane, karena biasanya Jane akan langsung pulang ke rumah setelah jam kuliah berakhir. Nah, sekarang ceritanya... Jane dan Sarah sedang ngobrol2 sambil berjalan menuju ke tempat mobilnya Jane diparkir. Mereka mau pulang setelah mengikuti perkuliahan pada hari itu.
(Jane dan Sarah sedang membicarakan hal lain, dan kemudian berhenti sejenak, sambil berjalan)
"Oh, ya Jane... aku mau kasih tahu satu hal.", kata Sarah.
"Apa itu ?", kata Jane sambil melihat ke arah Sarah yang ada di sebelahnya.
"Hari Minggu nanti, keluargaku akan menggelar pesta. Datang ya..."
"Pesta ? Pesta apa ? Ada yang ulang tahun ya ?"
"Nggak kok... nggak ada yang ulang tahun... kita cuma ingin lebih dekat dengan tetangga2 kita saja. Anggap saja, ajang sosialisasi gitu... keluargaku ingin sekali mengenal lebih dekat orang2 yang tinggal di sekitarnya."
"Wow... hebat! Aku pasti akan datang ke acara itu... ada makanan enaknya nggak ?"
"Pastinya... tenang saja, ibuku akan memasak makanan terenak yang pernah ada untuk acara itu..."
"Sip deh kalau begitu... pestanya jam berapa ?"
"Siang hari. Dari jam 12 sampai jam 3. Kita nggak mau terlalu lama kok... yang penting bisa berkenalan dengan semua tetangga..."
"Oh gitu... baiklah, aku akan datang."
"Tapi kalau bisa, bawa keluarga kamu ya... keluargaku ingin sekali bertemu dengan keluargamu."
"Nanti aku pasti sampaikan kok... mudah2an keluargaku bisa datang."
"Bagus deh kalau begitu... kutunggu kehadiranmu dan keluargamu."
"Oke, Sarah..."
Tak lama kemudian, Jane dan Sarah sampai di tempat parkir mobilnya Jane. Mereka berdua lalu masuk ke dalam mobil, dan lima menit kemudian, mobil itu meninggalkan tempat parkir dan pergi kembali ke wilayah Glendale Park Road, tempat Jane dan Sarah tinggal.
Malam harinya, semua anggota keluarga Schelley berkumpul di ruang makan. Mereka akan makan malam. Sudah jadi kebiasaan bagi keluarga Schelley untuk selalu makan bersama di ruang makan saat makan malam. Michael duduk di kursi belakang, sementara Anna dan Jane duduk saling berhadapan. Satu kursi lain yang ada di depan Michael kosong. Anggota keluarga Schelley hanya tiga orang, jadi wajar kalau satu kursi lain kosong. Biasanya kursi yang kosong itu akan diberikan pada tamu apabila ada yang datang berkunjung ke rumah keluarga Schelley. Kebiasaan yang sering keluarga Schelley lakukan saat makan malam adalah satu, berdoa sebelum dan sesudah makan, dua, selalu ada buku untuk dibaca di samping piring yang dipakai untuk makan, mengingat keluarga Schelley adalah maniak membaca, dan yang ketiga, selalu ada pembicaraan diantara ketiganya jika sedang makan. Biasanya acara makan malam adalah saat untuk keluarga Schelley membicarakan banyak hal yang mereka alami, temukan, atau dapatkan sepanjang seharian penuh mereka beraktivitas. Anggaplah seperti acara curhat keluarga. Yang paling sering bercerita saat makan malam adalah Michael dan Anna. Jane lebih banyak mendengarkan mereka sambil membaca novel teenlit kesukaannya. Tapi kadang2 Jane juga suka ikut ngobrol dengan mereka, tapi tidak terlalu sering. Jane tidak suka bercerita tentang apa yang ia alami di kampusnya pada Michael dan Anna dalam acara makan malam. Jane lebih senang kalau ia menceritakan semuanya pada Anna di kamarnya. Jane memang sangat dekat dengan ibunya, dan dia memang sudah terbiasa untuk curhat pada ibunya. Menurut Jane, ibunya adalah pemberi saran terbaik yang ia punya. Apapun saran yang diberikan oleh ibunya, Jane selalu tahu kalau itu adalah yang terbaik untuknya, dan itu yang akan selalu ia pegang. Hari itu, topik pembicaraan keluarga Schelley adalah soal... undangan dari keluarga Wroughton itu. Michael sudah berencana untuk membawa urusan undangan ini pada acara makan malam ini, karena ada sesuatu yang harus didiskusikan. Pada saat itu, Jane sedang ke kamar untuk mengambil buku novel teenlit-nya yang baru ia beli dari toko buku.
"Anna, tadi pagi aku dapat undangan dari keluarga Wroughton. Mereka mengundang kita untuk hadir dalam pesta keluarganya.", kata Michael membuka pembicaraan.
"Keluarga Wroughton ? Tetangga baru kita itu ? Untuk apa mereka membuat pesta ?", tanya Anna.
"Mereka katanya mau berkenalan lebih dekat dengan tetangga2nya... termasuk kita. Kalau kata mereka, seperti acara sosialisasi begitu..."
"Oh... kapan pestanya ?"
"Hari Minggu, Anna. Tapi masalahnya satu. Saya buka organizer saya dan ternyata saya ada acara. Saya harus jadi komentator di SportsCenter dan di pertandingan American Football malam harinya. Sepertinya saya tidak bisa hadir di acara itu. Apa kau bisa hadir di acara itu, Anna ?"
"Hari Minggu ya ? Well... sebenarnya saya juga tidak bisa hadir. Saya ada janji bertemu dengan klien di pameran bunga. Saya akan mengambil stok bunga untuk dijual pada hari Senin. Stok yang diambil cukup banyak, jadi mungkin akan memakan waktu yang lama pula."
"Jam berapa janji bertemunya ?"
"Sekitar jam setengah 12 siang. Segera setelah tokonya buka. Saya harus buru2 ambil pesanannya sebelum ada orang lain yang mengambilnya. Kalau sampai ada orang lain yang mengambilnya lebih dulu, akan jadi merepotkan, karena saya harus menunggu lebih lama."
"Kira2 berapa lama waktu untuk mengambil stoknya ?"
"Lumayan... sekitar 3-4 jam. Barang yang saya pesan kebetulan cukup banyak, dan proses pengepakannya butuh waktu yang lama. Kalau semuanya lancar, kurang lebih waktunya selama itu."
"Berarti memang kamu juga tidak bisa hadir... bagaimana ya ? Sayang juga kalau tidak ada yang datang... apalagi, saya dengar... semua tetangga2 kita akan hadir di acara itu. Nggak enak juga kalau misalnya tidak ada satupun dari kita yang datang. Kita butuh seseorang yang bisa jadi perwakilan... setidaknya, ada yang bisa mewakili kita untuk hadir di pesta itu, agar kita tidak malu sama tetangga..."
Tidak lama, datanglah Jane yang datang sambil membawa buku novelnya.
"Hi, Mom... Hi, Dad... maaf aku terlambat datang. Aku harus mengambil bukuku.", kata Jane.
"Tidak apa2, Jane. Silakan duduk.", kata Michael.
Jane lalu menaruh buku novelnya dan duduk di kursi. Mengetahui kehadiran Jane, Anna pun mendapat ide, ia langsung membisikkannya pada Michael. Tak lama, Michael pun mengangguk dan Anna pun lalu berbicara pada Jane, yang saat itu baru saja selesai berdoa makan.
"Jane, boleh saya bicara sebentar denganmu ?", tanya Anna.
"Silakan, Mom... ada apa ?", jawab Jane.
"Jane, kamu tahu soal pesta keluarga Wroughton ?", tanya Anna lagi.
"Pesta keluarga Wroughton ? Oh, baru tadi siang Sarah mengundangku untuk hadir... dan aku harap Mom dan Dad bisa hadir di acara itu.", kata Jane.
"Sayangnya kami tidak bisa, sayang.", kata Anna.
"Lho, kenapa ? Sarah sudah memintaku untuk datang bersama kalian..."
"Tadinya kami juga ingin datang, Jane. Tapi ayah dan ibumu tak bisa. Ada pekerjaan yang harus kami lakukan. Ayahmu jadi komentator di pertandingan American Football dan ibumu ada urusan."
"Kita memintamu untuk mewakili keluarga datang ke acara itu, Jane.", kata Michael.
"Tapi... aku ingin sekali datang bersama kalian... Sarah pasti akan kecewa melihat aku datang sendirian.", kata Jane sedikit mengeluh.
"Maaf, Jane. Tugas tetap tugas. Saya harus standby dari jam 12 untuk memandu acaranya... kau tahu sendiri bahwa komentarku selalu ditunggu setiap kali pertandingan Minggu malam berlangsung."
"Sampaikan saja salam dari kami untuk keluarga Wroughton, dear. Hanya itu yang kami bisa.", kata Anna.
"Lebih tepatnya lagi, Anna, salam dan permohonan maaf. Mungkin kita bisa bertemu dengan keluarga Wroughton di lain waktu.", kata Michael menambahkan.
Jane pun terdiam sejenak. Dia sebenarnya merasa sangat kecewa pada Michael dan Anna. Dia ingin sekali datang ke pesta itu bersama kedua orangtuanya sehingga ia bisa mengenalkannya pada Sarah dan anggota keluarga Wroughton yang lain. Tapi ternyata keduanya tidak bisa datang dan itu berarti Jane harus datang ke acara itu sendirian. Ia tahu, Sarah pasti akan kecewa mengetahui ini, tapi setelah ia menyadari apa yang harus dilakukan oleh kedua orangtuanya pada hari itu, akhirnya Jane pun memutuskan untuk menerima tugas itu, dan pergi ke pesta itu sendirian.
"Baiklah, kalau memang Mom dan Dad ada urusan... aku akan berangkat sendiri.", kata Jane.
"Bagus. Kalau begitu acaranya hari Minggu jam 12 siang.", kata Michael sambil tersenyum.
"Kalau itu sih, aku sudah tahu dari Sarah...", kata Jane lagi.
"Well, baguslah kalau kamu sudah mengerti soal acaranya. Sekarang ayo kita lanjutkan makan malamnya.", kata Anna dengan perasaan senang.
Mereka pun lalu melanjutkan acara makan malamnya, dan selang 30 menit kemudian, acara makan malam pun selesai. Jane langsung kembali ke kamar setelah selesai makan, sementara Anna membereskan meja makan dan mencuci piring yang dipakai untuk makan malam, dan Michael kembali lagi ke sofa yang ada di ruang keluarga, ia duduk di sana dan menonton TV.
A few days later...
Hari itu hari Minggu, dan itu berarti pesta keluarga Wroughton resmi digelar. Tepat jam 12 siang, pintu gerbang rumah keluarga Wroughton dibuka, dan selang 10 menit kemudian, satu per satu tamu undangan datang ke rumah itu. Mereka semua memakai pakaian formal. Yang pria memakai jas, dasi, ada juga yang memakai rompi, kemeja, celana panjang, dan sepatu pantofel, sementara yang wanita memakai blazer, dalaman, rok panjang selutut, dan sepatu high heels. Ada juga yang memakai hiasan di kepala. Keluarga Wroughton sendiri juga memakai busana formal. Semua prianya memakai jas dan dasi, sama seperti tamunya, dan yang wanita memakai gaun berwarna merah dengan bros bunga mawar di dada kanannya dan sepatu high heels warna merah. Sarah sendiri memakai gaun terusan berwarna pink dengan belt berwarna hitam. Dia juga memakai bros bunga mawar di dada kanannya, dan ia juga memakai kalung hati. Dia memakai sepatu high heels warna hitam, dan kuku tangannya dicat dengan warna pink, menyesuaikan dengan warna gaunnya. Di kepalanya juga ada hiasan kepala berupa topi bergaya Inggris dengan detail bunga mawar dan pita yang berwarna pink. Ia mendapatkannya dari sebuah butik beberapa hari sebelum acara ini berlangsung. Rambutnya yang biasanya lurus kini menjadi ikal dan bergelombang. Ketika ia berdandan sebelum acara ini dimulai, dia menyempatkan diri untuk mengerol rambutnya dengan pensil, sumpit, dan rol rambut. Itu yang membuat rambutnya memiliki pola gelombang yang bervariasi. Di tangan kirinya terdapat sebuah jam sport yang tali jamnya berwarna pink. Jam ini adalah jam yang biasa Sarah pakai kemana-mana. Ketika acara sudah berlangsung, Sarah terus berdiri di depan rumah, menunggu kedatangan Jane. Jane memang sudah berjanji padanya akan datang ke acara itu.
183 Glendale Park Road, London, England.
Sementara itu di rumahnya, Jane sedang memilih-milih pakaian untuk dipakai dalam acara pesta keluarga Wroughton itu. Dia membongkar semua isi lemari pakaiannya dan mengambil semua koleksi gaun yang ia punya. Dia lalu menaruhnya di atas tempat tidurnya dan lalu mulai memilih pakaiannya. Satu per satu gaun itu ia ambil dan ia coba di depan cermin wardrobe-nya. Ia sampai bolak-balik dari cermin wardrobe-nya ke tempat tidurnya untuk mencoba gaunnya. Setelah 15 menit ia memilih, akhirnya dia mengambil sebuah gaun terusan berwarna merah, dengan belt warna putih, tas tangan warna merah, dan sepatu high heels warna merah. Sesudah ia menentukan apa yang akan ia pakai untuk acara itu, Jane memasukkan kembali semua pakaian2nya yang lain ke dalam lemari, dan lalu bersiap untuk mandi.
Setelah ia mandi, Jane langsung berpakaian. Ia memakai semua pakaian yang sudah ia pilih, lalu berdandan, dan setelah semuanya sudah siap, ia lalu bersiap untuk pergi. Sebelum ia keluar dari kamarnya, ia mengambil sesuatu dari wardrobe-nya, sebuah kotak berwarna hitam yang biasa ia sembunyikan di balik pakaian2nya. Kotak itu lalu ia buka, dan di dalamnya terdapat kalung salib yang biasa ia pakai. Ia lalu mengambilnya dan memakainya. Setelah itu ia kembali ke cermin wardrobe-nya untuk memeriksa apakah penampilannya sudah bagus atau belum. Setelah dirasa bagus, Jane lalu menaruh lagi kotak kalungnya itu ke dalam wardrobe-nya dan lalu mengambil tas tangannya. Ia pun pergi ke pesta keluarga Wroughton itu.
Jarak rumah Jane ke rumah keluarga Wroughton tidak terlalu jauh. Untuk mencapainya, Jane hanya cukup menyeberang jalan saja. Alamat rumah keluarga Wroughton adalah 180 Glendale Park Road, sementara alamat rumah Jane adalah 183 Glendale Park Road. Kedua rumah itu hanya berbeda dua rumah saja, jadi keduanya cukup dekat! Di sebelah rumah keluarga Schelley adalah rumah nomor 182, dan rumah itu tepat ada di depan rumah keluarga Wroughton, sementara di sebelah rumah keluarga Wroughton, adalah rumah nomor 181, rumah itu tepat di depan rumah keluarga Schelley. Kedua rumah itu ada dalam posisi silang! Makanya nggak heran kalau kedua rumah itu dekat banget. Itu hanya sekedar informasi saja untuk membantu kalian lebih mengerti soal seberapa dekatnya rumah keluarga Schelley dan keluarga Wroughton, sekarang kita lanjutkan ceritanya. Jane sudah tiba di rumah keluarga Wroughton, dan saat itu kondisinya sangat ramai sekali. Banyak tamu yang berkumpul dan ngobrol2 di tempat itu. Di halaman rumah, tidak ada hiasan apa2, tapi ada banyak tamu undangan yang ngobrol2 di sana, sambil merokok atau menikmati hidangan yang disajikan di pesta itu. Jane tidak lama melihat mereka, ia langsung berjalan menuju ke tangga rumah, dan ternyata di sana, Sarah sudah menunggunya.
"Hi, Jane! Akhirnya kamu datang juga! Aku sudah menunggumu dari tadi...", kata Sarah yang sangat senang begitu melihat Jane datang ke pesta itu.
"Hi, Sarah! Maaf aku terlambat... aku tadi memilih-milih baju yang tepat untuk acara ini dulu... aku nggak mau bikin kamu kecewa di pesta ini... omong2, kamu cantik sekali. Aku suka rambutmu...", kata Jane.
"Terima kasih, Jane... kamu juga... aku secara khusus mengerol rambutku ini untuk acara ini... mudah2an masih bisa tahan hingga kuliah besok. Eh, ke mana orangtuamu ?", tanya Sarah.
"Oh... sayang sekali mereka tidak bisa datang. Mereka ada urusan... aku padahal ingin sekali membawa mereka ke pesta ini... aku minta maaf, Sarah...", jawab Jane sedikit menyesal.
"Oh, oke... aku mengerti. Nggak apa2 kok... mungkin sekarang orangtuamu sedang sibuk."
"Ya, kurang lebih seperti itu. Apa saya belum terlambat untuk pestanya ?"
"Ummm... belum. Waktu kita masih panjang... ayo, kita masuk... aku harap kamu menikmati pestanya..."
"Thanks, Sarah...", kata Jane sambil tersenyum.
Sarah dan Jane lalu masuk ke dalam rumah.
180 Glendale Park Road, London, England.
Di dalam rumah keluarga Wroughton yang sangat mewah dan minimalis itu, Sarah memperlihatkan semua isi rumahnya pada Jane. Mulai dari ruang tamu, ruang keluarga yang sangat besar, ruang makan, ruang musik, ruang baca, hingga dapur. Sarah sengaja tidak memperlihatkan kamar2 di rumah itu karena khawatir kedua orangtuanya akan marah kalau ia memperlihatkannya pada orang lain. Setelah memperlihatkan seperti apa isi rumahnya, Sarah mengajak Jane untuk mencicipi semua makanan dan minuman yang disajikan di pesta itu, yang semuanya ada di ruang makan. Ada kue2, puding, salad, dan jus yang tersedia di sebuah meja khusus yang ada di ruang makan itu. Jane ikut mencoba semua makanan itu bersama tamu2 lain yang juga ada di acara itu, ditemani oleh Sarah. Jane merasakan bahwa makanan2 itu sangat enak, dan Sarah bilang kalau itu adalah masakan ibunya, seperti yang dulu ia janjikan pada Jane. Jane sangat senang, dan kemudian menanyakan soal kedua orangtuanya pada Sarah. Sarah pun langsung teringat dengan niatnya untuk mengenalkan Jane pada kedua orangtuanya dan juga pada kakak2nya. Akhirnya, Sarah pun mengajak Jane untuk bertemu dengan keluarganya. Sarah lalu membawa Jane ke ruang keluarga, tempat di mana keluarga Wroughton sedang berkumpul mengobrol dan menerima tamu2 yang datang. Di ruang keluarga itu, hanya ada tiga orang anggota keluarga Wroughton yang menerima tamu. Ditambah dengan Sarah, maka anggota keluarga Wroughton yang ada di ruangan itu empat orang. Sarah pernah bilang pada Jane kalau anggota keluarga Wroughton itu ada lima orang. Orangtuanya, dua orang kakak laki2, dan dirinya. Berarti, siapa anggota keluarga Wroughton yang menghilang itu ?
Sarah mengantar Jane untuk bertemu dengan kedua orangtuanya. Orangtuanya Sarah sama2 memakai pakaian formal dan berdiri di depan perapian yang saat itu apinya sedang padam. Di atas perapiannya terdapat sebuah jam meja yang terbuat dari porselen dengan hiasan yang cukup rumit. Tepat di atas jam itu terdapat sebuah lukisan besar keluarga Wroughton. Kedua orangtua keluarga Wroughton duduk di sofa, sementara ketiga anaknya berdiri di belakangnya, dengan Sarah berada di tengah, diapit oleh kedua kakak laki2nya yang bertubuh tinggi besar. Hanya saja, salah satu diantara kakak laki2nya itu ada yang bertubuh lebih besar dibandingkan yang lainnya. Yang pasti, Sarah terlihat kecil dibandingkan dengan kedua kakaknya itu, meskipun dia memiliki badan yang cukup tinggi juga. Tinggi badan Sarah 178 cm. Berbeda delapan cm dari Jane, yang hanya memiliki tinggi 170 cm. Lukisan besar itu dihiasi dengan pigura khusus yang terbuat dari kayu berukir dan terdapat coat of arms keluarga Wroughton di bagian atas piguranya. Di kiri-kanan lukisan itu terdapat beberapa foto2 keluarga Wroughton yang lain. Sekarang kembali ke orangtuanya Sarah. Kedua orangtuanya Sarah sama2 memakai pakaian formal. Ayahnya Sarah memakai jas abu2 dengan coat of arms keluarga Wroughton dibordir di dada kanannya, rompi abu2, dasi abu2, kemeja putih, celana abu2, kaus kaki abu2, dan sepatu pantofel hitam. Di tangan kirinya terdapat jam Rolex berwarna emas. Rambutnya hitam kecoklatan, masih belum terlihat beruban meskipun ia sudah cukup dewasa. Rambutnya disisir belah tengah. Ia selalu tersenyum pada setiap tamu yang datang. Tingginya sekitar 180-an cm, badannya tegap, dan warna matanya biru. Ia tidak memakai kacamata. Sementara ibunya Sarah berada di sebelah kanannya, tingginya sekitar 170-an cm, tapi lebih pendek daripada Sarah, rambutnya juga hitam kecoklatan, panjang sebahu, dan terurai. Sedikit ikal dan bergelombang, tapi tidak seikal Sarah. Warna matanya biru, ia memakai lipstick merah, dia memakai kalung yang bagian bandulnya berbentuk lingkaran. Kata Sarah, kalung itu bisa dibuka, dan ada foto di dalamnya. Itu adalah kalung kesukaan ibunya. Kalungnya terbuat dari emas, dan ada ukiran di bagian bandulnya. Ibunya Sarah memakai gaun berwarna merah, ujungnya berada di bawah lutut, dengan pola kerah yang lebar, dan di gaun itu lengannya panjang. Ada detail bunga di bagian kerahnya, dengan detail pita di bagian tengah kerahnya. Di dada kanannya, terdapat bros bunga mawar. Di tangan kirinya, terdapat sebuah jam Alexandre Christie berwarna silver. Dia memakai sepatu high heels warna merah, dan dia tidak mengecat kukunya. Sarah bilang, ibunya tidak terlalu suka mengecat kuku. Ia selalu berusaha untuk tampil se-natural mungkin dalam setiap acara, dan itulah yang membuatnya tetap terlihat cantik.
Sarah lalu perlahan mendekati kedua orangtuanya, di saat mereka sedang tidak menerima tamu. Jane berada di belakangnya, dan ia memberitahukan pada keduanya bahwa ada seseorang yang ingin Sarah perkenalkan pada keduanya.
"Mom, Dad...", kata Sarah pada keduanya. "Aku mau perkenalkan seseorang pada kalian."
"Wah... siapa itu, Sarah ? Sepertinya ia orang yang spesial...", kata ayahnya.
Sarah lalu mengajak Jane untuk maju sedikit lebih dekat, dan lalu Sarah memperkenalkannya.
"Ini teman saya. Kebetulan, dia tinggal di seberang rumah kita... yang dulu aku ceritakan itu... namanya Jane Schelley. Jane, ini ayahku, Michael Wroughton.", kata Sarah memperkenalkan Jane pada ayahnya.
"Oh, ini teman barumu itu... hai, Jane... saya Michael Wroughton. Michael James Archibald Wroughton. Saya ayahnya Sarah.", kata Michael Wroughton sambil menjabat tangan Jane.
"Halo, Mr. Wroughton, senang bisa berkenalan dengan Anda.", kata Jane.
"Oh maaf, jangan panggil saya Mr. Wroughton. Panggil saja saya Michael.", kata Michael lagi.
"Tapi saya lebih senang memanggil Anda Mr. Wroughton... ayah saya juga bernama Michael."
"Hmmm ? Baiklah, aku bisa mengerti itu. Tapi saya berpikir kalau panggilan Mr. Wroughton terlalu formal untuk gadis seperti Anda. Tapi tidak apa2."
"Baik, Mr. Wroughton."
"Sejak kapan kau mengenal Sarah, Jane ?", tanya Michael.
"Ummm... sejak kurang lebih tiga minggu yang lalu. Ketika hari pertama ia masuk kuliah."
"Wow. Sepertinya kalian cepat akrab. Tidak biasanya ada anak baru yang bisa langsung akrab dengan teman barunya pada hari pertama ia masuk sekolah..."
"Kebetulan saya dan Sarah teman sebangku. Kita sering ngobrol2 bareng, belajar bareng, makan bareng... akhirnya kita langsung akrab."
"Wah, bagus sekali. Aku harap kau bisa membantu Sarah untuk beradaptasi di sekolahnya. Ia masih sangat baru di tempat itu... dan pastikan kau menjaganya dengan baik."
"Pastinya, Mr. Wroughton. Aku janji."
"Good. Aku pegang janjimu.", kata Michael sambil menepuk bahu Jane.
Perkenalan Jane dan Michael Wroughton selesai. Sekarang Sarah mengenalkan Jane pada ibunya.
"Mom, kenalkan... ini temanku, Jane Schelley. Jane, ini ibuku, Roseanne Wroughton.", kata Sarah mengenalkan Jane pada ibunya.
"Halo, Jane... kau terlihat cantik sekali. Saya Roseanne Georgiana Parker-Wroughton. Kau temannya Sarah ?", kata Roseanne sambil menjabat tangannya Jane. Michael melihat perkenalan Jane dan Roseanne dari sebelahnya.
"Terima kasih, Mrs. Wroughton... ya, saya temannya.", kata Jane sambil tersenyum.
"Jangan panggil saya Mrs. Wroughton, Jane. Panggil saya Rose.", kata Roseanne lagi.
"Rose ? Seperti di film Titanic itu ?"
"Ya... tapi saya tidak jadi korban kapal tenggelam.", kata Rose sedikit bercanda.
"Hahaha... jadi cukup Rose saja ?"
"Ya. Rose saja. Mrs. Wroughton terlalu formal. Saya dan Michael tidak terlalu suka dengan panggilan seperti itu. Terlalu formal. Kami lebih senang dipanggil dengan nama kami saja..."
"Oke, baiklah."
"Satu hal lagi, Jane. Santai saja. Jangan merasa terbebani dengan formalitas. Itu hanya hiasan saja. Nikmati saja hidupmu dan santai saja.", kata Roseanne.
"Oke, Mrs. Wroughton... or Rose..."
"Rose saja. Make it simple. Hahahaha..."
"Hahaha...", kata Jane yang sepertinya masih cukup berat untuk memanggil seseorang dengan namanya. Ia berusaha menghilangkan rasa beratnya itu dengan tertawa.
Perkenalan Jane dan Roseanne sudah selesai. Jane lalu membawa Sarah sedikit menjauh dari kedua orangtuanya. Sepertinya ada yang ingin sekali Jane bicarakan pada Sarah.
"Emangnya kedua orangtua kamu begitu ya ? Orangnya santai banget, gitu ya ?", tanya Jane penasaran.
"Ya, seperti itulah mereka. Kalau aku bilang, ayah dan ibuku itu sudah dalam level dimana mereka lebih memilih untuk menikmati hidup mereka. Mereka udah nggak punya beban hidup lagi. Yah, anggap saja mereka udah enjoy dengan hidup mereka. Jadi wajar saja kalau seperti itu.", kata Sarah menjelaskan.
"Pantesan... santai banget mereka... jadi mereka hanya menikmati hidup mereka saja ?"
"Yap, betul sekali. Ayah dan ibuku memang seperti itu. Jadi maklumi saja ya..."
"Oke deh... nanti aku coba... aku kira, keluargamu itu... cukup tough..."
"Keluargaku beda dari yang lain. Kita bisa menyesuaikan diri dengan keadaan yang ada sekarang kok..."
"Well, baiklah... mungkin setelah ini saya akan coba untuk lebih santai saat berkenalan..."
"Bagus deh... tapi hati2... bisa saja orang yang kamu kenal berikutnya, setelah keluargaku, tidak seperti keluargaku. Jadi, formalitasnya tetap dijaga ya..."
"Pastinya. Kalau untuk orang lain sih, aturannya tetap sama... kalau untuk ini, pengecualiannya."
"Good. Just enjoy it, okay ?"
"Okay, Sarah..."
Sarah lalu mengajak Jane untuk bertemu dengan anggota keluarga Wroughton yang lain. Kali ini, yang akan diperkenalkan pada Jane adalah orang yang Sarah sebut sebagai kakak keduanya. Dia berada tidak jauh dari Michael dan Rose. Dia berdiri hanya beberapa langkah dari keduanya. Orangnya tinggi besar, tingginya sekitar 190-an cm, badannya juga tegap, kekar, dan punya tubuh seperti pemain American Football. Meskipun begitu, dia cukup ganteng dan good looking. Rambutnya di-gel, sedikit gondrong, dan warnanya hitam kecoklatan. Warna matanya biru, dan ia cukup banyak tersenyum pada para tamu yang datang. Dia memakai jas hitam, dengan coat of arms keluarga Wroughton di dada kanannya, dasi hitam, kemeja putih, celana hitam, kaus kaki putih, bisa terlihat dari celananya yang sedikit ngatung, dan sepatu sport hitam. Tangannya ia masukkan ke dalam kantong celananya, sehingga tidak jelas apakah dia memakai jam atau tidak. Sejak tadi, dia melihat-lihat ke arah Sarah dan Jane. Sepertinya dia penasaran dengan orang yang ada di samping Sarah itu. Sarah lalu mendatanginya dan memperkenalkan Jane.
"Hi, Sean! Aku mau kenalkan temanku nih... namanya Jane. Jane Schelley. Dia anak tetangga yang dulu aku ceritakan itu...", kata Sarah mengenalkan Jane pada Sean, dengan gaya yang santai.
"Hallo, aku Jane.", kata Jane sambil mengajak Sean untuk berjabat tangan.
"Hallo, Jane. Aku Sean Wroughton. Sean Anthony Archibald Wroughton. It's nice to see you.", kata Sean sambil menjabat tangan Jane. Jabatan tangannya sangat kuat hingga Jane harus sedikit menahan sakit.
"It's nice to see you... too...", kata Jane sambil memegangi tangannya yang sedikit sakit gara2 jabatan tangan Sean yang sangat kuat.
"Oh, apa kau baik2 saja ? Sepertinya ada yang salah saat saya menjabat tangan kamu..."
"Aku nggak apa2 kok... ini hanya... kesalahan teknis saja kok... hehehehe..."
"Well... hahahaha... so, sejak kapan kamu mengenal Sarah ?"
"Ummm... sejak hari pertama dia masuk kuliah."
"Wow. Kalian langsung berkenalan dan langsung akrab seperti ini ? Hebat! Biasanya anak baru cenderung malu2 saat hari pertama ia kuliah..."
"Justru kalau kita tidak. Kita... langsung kenalan, dan setelah itu jadi teman akrab seperti sekarang... kebetulan kita satu meja saat kuliah... kurang lebih seperti itu."
"Oh, jadi kalian teman sebangku ? Pantas saja kalian langsung akrab. Bagus deh... Aku harap kamu bisa bantu Sarah menjalani hari2 pertamanya di kampus dengan baik ya..."
"Oh, pastinya. Aku janji."
"Good. Kalau seperti ini jadinya maka Sarah nggak perlu kebingungan lagi untuk beradaptasi di kampusnya karena sudah ada yang menemaninya. Ya kan, Sarah ?", kata Sean pada Sarah.
"Ya, Sean. Hahaha...", kata Sarah sambil menepuk bahu Jane. Jane sendiri hanya bisa tersenyum pada Sarah.
Tak lama, Michael memanggil Sean. Ada sesuatu yang harus dibicarakan oleh keduanya. Itu berarti, perkenalan Jane dan Sean sudah selesai. Setelah Sean pergi, Jane mengajak Sarah ngobrol lagi.
"Kakakmu ganteng juga...", kata Jane mengomentari Sean pada Sarah.
"Oh ya dong... kakak2ku semuanya ganteng2... orangnya juga baik kok... tangan kamu nggak apa2 ?", kata Sarah sambil memeriksa tangan Jane.
"Nggak apa2 kok... jabatan tangan kakakmu itu... keras banget... sampai sakit jadinya..."
"Tapi nggak apa2 kan ?"
"Nggak apa2 sih... nggak usah dipikirin kok, nanti juga sembuh sendiri..."
"Bagus deh...", kata Sarah sambil memegangi tangannya Jane.
"Oh, ya... kamu tadi sempat bilang kalau kamu punya kakak lagi. Di mana kakakmu yang lain itu ?"
"Nah itu dia... dia masih di atas, dan sampai sekarang belum keluar2... ayah dan ibuku udah nungguin nih dari tadi... duh, kemana sih dia..."
"Mungkin dia masih berpakaian ?"
"Bisa jadi. Tapi biasanya dia nggak pernah berpakaian selama ini..."
"Apa jangan2 kakakmu pemalas ?"
"Nggak kok. Kakakku bukan pemalas. Cuma memang dia nggak terlalu bersemangat mempersiapkan acara ini... dia orangnya agak pendiam gitu..."
"Misterius gitu maksudnya ?"
"Sedikit. Tapi dia nggak tertutup. Kalau aku ngobrol sama dia pasti dia jawab kok..."
"Berarti kakakmu yang ini orangnya seperti apa ya ?"
"Nggak tahu deh... susah dijelaskan..."
Tidak lama, orang yang sedang dibicarakan oleh Sarah dan Jane itu pun datang. Dia menuruni tangga dan sempat melihat keramaian yang ada di ruangan itu. Rambutnya juga di-gel, seperti Sean, dan warnanya hitam kecoklatan. Matanya biru cerah. Dia memakai jas hitam dengan tanda coat of arms keluarga Wroughton di dada kanannya, rompi hitam, dasi hitam, kemeja hitam, celana hitam, kaus kaki putih, dan sepatu hitam. Dia memakai jam Breitling di tangan kirinya, dan ekspresi wajahnya sangat tenang. Ia cukup diam, mulutnya terkunci rapat. Tapi dia tidak tertutup. Setelah ia turun dari tangga, ia langsung berbaur dengan orang2 yang ada di ruangan itu, dan itu membuat semua anggota keluarga Wroughton yang lain merasa senang.
Orang itu lalu mendekati Michael, Roseanne, dan Sean. Bahkan orang itu dan Sean sempat tos bareng. Michael sempat berbicara dengannya, sepertinya keduanya membicarakan mengapa orang itu datang terlambat. Mereka berbicara secara berbisik-bisik, agar tidak ada orang yang tahu. Tidak lama, obrolan mereka pun berhenti, dan setelah itu ia berdiri di samping Michael, menyambut para tamu yang makin banyak berdatangan. Sarah pun memberitahukan pada Jane sambil berbisik, kalau orang itu adalah kakak pertamanya. Dialah orang yang dimaksud itu. Sarah pun langsung mengajak Jane untuk berkenalan dengannya. Ia lalu membawa Jane ke depan orang itu, dan memperkenalkannya.
"Hai, Randy... aku mau perkenalkan teman baruku... namanya... Jane. Jane Schelley. Jane, ini kakak pertamaku, Randy Wroughton.", kata Sarah memperkenalkan Jane pada orang itu.
"Hai... apa kabar ?", kata Randy sambil menjabat tangan Jane dengan tersenyum.
"Hai... aku baik. Senang bisa berkenalan denganmu.", kata Jane sambil menjabat tangan Randy.
"Senang bisa berkenalan denganmu. You look pretty... so pretty."
"Thank you."
"Did you enjoy the party, Miss... ?"
"Schelley. Jane Schelley."
"Jane Schelley ? That's a nice name. Precious gift."
"Wow... precious gift ? My mom once said that's my name's meaning. How do you know that ?"
"I read it from the book. Once I read it. Jane means previous gift, and I believe, you are the previous gift that God give to your parents..."
"Awww... that was so sweet. Love that. You didn't read my mind, right ?"
"No, I didn't read your mind... we've just meet... what I know from your mind... I didn't know anything."
"I said that because you know very well about my name."
"I just know it from the books. I didn't know if it's true or not. But, the books have said that."
"Seems like you love reading."
"No, I'm just enjoy it."
"Hmm... that's great. You enjoy it. Like it."
"Do you also enjoy reading ?"
"Ummm... yes. I love reading novels."
"What kind of novels do you like ?"
"Teenlits. Teen novels, do you know it ?"
"A little bit. I love reading magazine, newspapers... what the adults read."
"You should try to read teenlits. It's good for you. How old are you ?"
"23. 23 years old. Can I read that ?"
"Ummm... you are a little bit to old."
"Hahahaha... I know that I can't read that. How old are you ?"
"19 years old..."
"19 ? For a 19-year-old girl, seems like that's a good book for you."
"How do you know that ? Did you once read teenlits ?"
"I stole it from Sarah. Just want to know. She have a lot of teenlits on her room. That's fine because she's a high school girl. That book is good for the high school girls."
"That's also good for college girl. For the first year like me ?"
"Yeah maybe. I didn't know more about that book. I just read it for a few pages and I get bored. The story is not good for me. Too young for that."
"Hmmm... I see. That's why you recommend that for the high school girls, isn't it ?"
"Yes..."
"Well, I see that."
Sarah melihat Jane dan Randy cukup akrab. Mereka berdua membicarakan soal buku dan mereka ngobrol secara lancar tanpa malu2. Sarah sangat senang melihat Jane yang bisa sangat pede ngobrol dengan kakak pertamanya, yang selama ini memang tidak terbiasa ngobrol dengan orang yang tidak dikenal. Tapi ia bisa mengerti mengapa Randy bisa seperti itu. Itu karena topiknya yang cukup enak dan sesuai dengan apa yang Randy sukai. Ia pun memutuskan untuk ikut dalam pembicaraan itu.
"Sepertinya kalian berdua langsung akrab...", kata Sarah.
"Accidentally. Dia sangat enak diajak berbicara.", kata Jane.
"Yah, kalau topiknya ia suka. Kalau tidak, ia akan lebih banyak diam."
"Oh, begitu. Benarkah itu, Randy ? Ummm... bolehkah aku memanggilmu demikian ?"
"Itu memang panggilanku. Ya, Jane. Aku hanya lancar berbicara jika topiknya pas. Kalau tidak, kau akan melihatku lebih banyak diam. Ya, saya memang aslinya pendiam.", kata Randy.
"Well, sepertinya kau harus mulai lebih banyak berani untuk bicara pada topik lain..."
"Do you think I can ?", tanya Randy.
"Menurutmu ?"
"Ummm... tergantung. Tergantung mood."
"I see that. Is your mood flowing ?"
"Flowin' like a jazz. Sometimes it's good, sometimes it's bad. And when it turns bad, you should be careful."
"Why ? Because you will angry when you're in badmood ?"
"100 for you. I'm gonna be explode."
"Like a bomb or something ?"
"More than that."
"Atomic bomb ?"
"Tsar bomb. Nuclear. That's why you should be careful."
"Wow. I can't imagine if you are angry right now in the front of me. Seems like this house will gonna be explode..."
"Hahahaha... not for now. Maybe later. There will be a lots of damages and victims if I explode now. Even, I'm in the good mood. Good mood after I see your face. So beautiful. So pretty."
"Awww... thank you... that was very touching."
"Lovely. You are."
"Thanks."
Randy lalu melihat jamnya, dan saat itu jam sudah menunjukkan pukul 2:15 siang. Randy sempat berbisik pada ayahnya untuk pergi sebentar, dan ayahnya pun memperbolehkan. Randy ingin sekali mencoba makanan yang ada di acara ini, jadi ia harus pergi. Ia pun berpamitan pada Jane.
"Jane, I'm so sorry. I have to leave you for a while. I want to taste some foods here. My mom made it, so if I didn't try it, she must be so upset. Are you hungry ?", kata Randy.
"No. I'm already eat. It's very delicious.", kata Jane.
"Good. Sarah, have you eat ?", tanya Randy pada Sarah.
"Ummm... already, Randy. I'm done.", jawab Sarah.
"Well, it means I will try my Mom's food by myself. So, till we meet again..."
"Yeah, till we meet again."
Randy lalu pergi dan meninggalkan Jane dan Sarah. Tapi baru beberapa langkah berjalan, Randy mendatangi lagi Jane dan mengucapkan sesuatu, sambil melihat wajahnya.
"I hope this is not the last time we meet. I really want to know more about you...", kata Randy.
"Me too. I also want to know more about you. You seems like a nice guy.", kata Jane.
"Good. Now enjoy the party, God's previous gift..."
"Thank you."
Randy lalu pergi. Benar2 pergi. Sarah pun kemudian bertepuk tangan di hadapan Jane. Di mata Sarah, Jane telah berhasil membuat Randy tertarik padanya. Ia pun merasa salut padanya. Ia pun kemudian berbicara lagi pada Jane. Tugas Sarah memperkenalkan Jane pada semua anggota keluarga Wroughton sudah selesai.
"Well, well... sepertinya kau berhasil membuat Randy tertarik padamu.", kata Sarah.
"Thanks, Sarah... tapi ini baru awal. Aku kan cuma berkenalan saja dengannya.", kata Jane.
"Tapi dari perkenalan itu, aku bisa lihat kalau kamu cukup akrab. Siapa tahu kamu suka dengannya..."
"No, aku nggak suka dengannya. Aku kan baru kenalan dengannya..."
"Siapa tahu saja... menurutku, kamu sudah cukup akrab dengannya."
"It's impossible. Mana mungkin dari kenalan langsung jadi suka ? Butuh waktu untuk bisa suka pada seseorang... kau tahu itu, kan ?"
"Tapi kan bisa saja... love at the first sight ?"
"No, aku nggak percaya dengan itu. You need a time to love someone, especially if you just know him a few minutes ago. That's impossible..."
"Jadi, kamu nggak percaya soal love at the first sight ? Jangan bohong deh!"
"No, I'm serious, Sarah. I didn't wrong. I didn't believe that... it's true."
"You should think it again. But that's fine if you didn't believe that... I'm just guessing. Jadi, sekarang aku sudah memperkenalkanmu pada keluargaku. One day, kamu harus perkenalkan aku pada keluargamu."
"Memangnya harus ?"
"Harus dong, Jane... karena aku juga ingin tahu seperti apa keluargamu. Siapa tahu, keluarga kita bisa jadi teman baik... atau relasi baik, begitu..."
"Well... kalau begitu tunggu tanggal mainnya."
"Good. Love that one. Kalau begitu, sekarang kita lanjutkan pestanya..."
"Oke, Sarah... let's party again!"
Jane dan Sarah pun kemudian melanjutkan pestanya. Mereka bersenang-senang di dalam pesta itu, saling berfoto bersama, dan bermain-main di tempat pesta itu. Mereka juga ngobrol2 bareng di tangga dekat ruang keluarga ketika para tamu mulai banyak yang meninggalkan tempat pesta. Mereka berdua sangat senang bisa bertemu dan menghabiskan waktu bersama, di luar sekolah. Mereka bahkan bercerita tentang hal2 yang bersifat pribadi, meskipun masih dalam garis besarnya. Saking asyiknya mereka ngobrol2, Jane sampai lupa waktu, dan baru pulang 30 menit setelah pesta berakhir. Ketika ia pulang, Sarah yang mengantarnya hingga ke pintu gerbang. Ketika Sarah sedang mengantar Jane pulang itu, Randy dan Sean melihat keduanya dari teras rumah, tapi tidak lama. Sean masuk ke rumah lebih dulu, sementara Randy masih melihat keduanya hingga Jane keluar dari pintu gerbang. Sepertinya dalam hatinya Randy sudah ada perasaan terhadap Jane, dan Jane juga mempunyai perasaan itu. Hanya saja, mereka berdua memilih untuk merahasiakannya. Mereka masih malu2 untuk mengungkapkan. Maklum, mereka baru pertama kali bertemu dan baru kenalan, jadi mereka masih perlu waktu yang lama untuk dapat memberanikan diri mengungkapkan perasaannya. Yang pasti, keduanya sudah bertemu, dan inilah yang kemudian menjadi awal dari perjalanan cinta Jane Schelley berikutnya. Seperti apa kelanjutannya ? Tunggu cerita berikutnya.
Di cerita berikutnya, Jane Schelley mengalami sebuah peristiwa yang akan mengantarkannya menuju perkenalannya yang lebih intensif dengan keluarga Wroughton. Bagaimana bisa ? Apa hubungannya peristiwa itu dengan keluarga Wroughton ? Apa yang kemudian Jane dapatkan dan ketahui dari keluarga itu ? Tunggu cerita berikutnya.
Selasa, 25 Oktober 2011
PICTURES: SIX AND THE CITY
Derby Manchester kemarin berlangsung sungguh di luar dugaan. Bagaimana tidak ? Manchester United yang merupakan tuan rumah dalam pertandingan itu harus dibantai habis oleh tetangganya, Manchester City, dengan skor telak 1-6. Mario Balotelli dan Edin Dzeko masing2 mencetak dua gol, ditambah dengan satu gol dari Sergio "Kun" Aguero dan David Silva. Manchester United hanya bisa membalas lewat gol dari Darren Fletcher. Itu pun hanya untuk memperkecil ketinggalan setelah Manchester City unggul 3-0. Sisanya setelah itu, Manchester City memborong tiga gol lagi untuk memastikan mereka menang 6-1 atas tetangganya itu. Kartu merah yang diterima oleh Jonny Evans mungkin bisa dianggap titik balik permainan, karena setelah ia keluar, Manchester City lebih banyak menekan, dan hasilnya, lima gol bersarang di gawang David de Gea. Inilah foto2 gol dari Manchester City, yang membuat mereka memenangi Derby Manchester dan makin berjaya di puncak klasemen Premier League dengan 25 poin.
Untuk lebih jelasnya soal gol2 itu, silakan tonton video ini...
Saya yakin ini akan menjadi momen yang tak terlupakan buat para fans Manchester City... mungkin sekarang kalian semua sedang mengincar kaus "Why Always Me"-nya Mario Balotelli bukan ? Hehehehe... selamat berpesta, fans Manchester City... dan Happy Enjoy!
Untuk lebih jelasnya soal gol2 itu, silakan tonton video ini...
Saya yakin ini akan menjadi momen yang tak terlupakan buat para fans Manchester City... mungkin sekarang kalian semua sedang mengincar kaus "Why Always Me"-nya Mario Balotelli bukan ? Hehehehe... selamat berpesta, fans Manchester City... dan Happy Enjoy!
Senin, 24 Oktober 2011
SCHELLEY'S BAR: THE WROUGHTONS (2)
Let's continue the story...
183 Glendale Park Road, London, England, 2 months later.
"Aduh gawat! Gw terlambat lagi!"
Jane lagi2 bangun terlambat pagi itu. Itu sudah yang kelima kalinya dalam minggu itu. Terlalu asyik terlelap dalam tidur membuatnya jadi lupa kalau keesokan harinya, ia harus bangun pagi karena ada kuliah. Jane pun langsung mempersiapkan semua barang2 yang akan ia bawa untuk kuliah hari itu. Buku2 modul, map, buku tulis, buku gambar, alat tulis, hingga seragam sekolah, semuanya ia persiapkan dengan cepat. Dia sudah tahu apa saja yang akan ia bawa pagi itu, jadi dia hanya tinggal memasukkannya ke dalam tasnya. Jane pun kemudian keluar dari kamarnya, mengambil handuk dan jas mandinya, lalu masuk ke dalam kamar mandi. Selang 20 menit kemudian, Jane keluar dari kamar mandi dengan memakai jas mandinya, kembali ke kamar, berpakaian, make-up, dan lalu keluar dari kamarnya dengan kondisi siap tempur. Jas hitam, rompi hitam, dasi abu2, kemeja putih, rok tartan hitam-abu2, kaus kaki panjang putih yang berkerut di bagian bawahnya, dan sepatu penny loafer warna hitam yang masih mengkilap karena baru disemir malam sebelumnya. Di jasnya terdapat tanda kerajaan yang merupakan logo sekolahnya. Kebetulan sekolah tempat Jane kuliah didanai oleh pihak pemerintah kerajaan, jadi sekolahnya memakai tanda kerajaan khusus yang sudah disahkan oleh pihak kerajaan. Tanpa berdiam diri sebentar, Jane langsung turun lagi ke lantai bawah, ke ruang makan. Di ruang makan, sudah disiapkan sebuah sandwich dan segelas susu. Ibunya sedang ada di dapur, dan ayahnya sedang ada di ruang keluarga, menonton TV sambil membaca majalah Time yang baru ia beli hari sebelumnya. Saat dia ada di ruang makan, Jane melihat jamnya, dan jam sudah menunjukkan pukul tujuh lebih limabelas menit. Itu berarti, dia nggak bisa berlama-lama di ruangan itu. Dia harus segera pergi. Ia hanya meminum susunya hingga habis dan lalu mencari kotak makan untuk menjadi tempat untuk menaruh sandwich-nya. Ia akan membawa sandwich-nya ke dalam mobilnya dan memakannya di dalam mobil. Setelah ia menemukan kotak makannya, ia lalu memasukkan sandwich-nya ke dalam kotak makan dan lalu membawanya. Ia lalu berlari dari ruang makan ke depan rumah, di mana dia mengambil kunci mobil Mini Cooper-nya, dan lalu ia keluar dari rumah sambil berlari. Mobilnya masih ada di garasi, sehingga ia harus masuk dulu ke dalam garasi dan mengeluarkan mobilnya. Beruntung pintu garasinya bisa terbuka dan tertutup dengan otomatis, sehingga Jane nggak butuh waktu yang lama. Jane langsung masuk ke dalam mobil Mini Cooper merahnya, hadiah dari ibunya ketika ia berulang tahun ke-17, dan lalu menjalankan mesinnya. Pintu garasi pun langsung terbuka dengan otomatis ketika Jane menjalankan mesin, karena sambil menjalankan mesinnya, Jane juga menekan tombol untuk membuka pintu garasinya. Setelah pintunya terbuka, Jane langsung oper gigi mundur, melihat ke belakang, dan mobil pun langsung mundur dengan kecepatan sedang hingga ke tengah jalan. Ketika sudah berada di tengah jalan, Jane langsung tancap gas banting setir ke kiri, dan melaju dengan kencang menuju sekolah. Saat dia banting setir, dia sempat sedikit melebar hingga menabrak tong sampah yang ada di dekatnya. Ayah dan ibunya Jane hanya bisa melihat aksi ngebutnya Jane itu dari pintu depan rumah yang memang tidak sempat ditutup oleh Jane, dan mereka hanya bisa memaklumi mengapa Jane melakukan hal itu. Ia sedang dikejar waktu untuk bisa datang ke kampus tepat waktu.
Jane membawa mobilnya dengan sangat kencang. Ia harus tiba di kampus maksimal jam tujuh lewat empat puluh lima menit. Kalau tidak, ia harus ambil surat izin dulu untuk bisa mengikuti kuliah. Sambil mengemudikan mobilnya, Jane memakan sandwich-nya. Ia sudah sering melakukan ini, jadi ia nggak merasa khawatir kalau seandainya sandwich-nya tumpah. Dia sudah menyiapkan sebuah sapu tangan di atas roknya untuk menjaga jangan sampai sandwich-nya jatuh dan mengotori roknya. Setelah sandwich-nya habis, Jane langsung kembali lagi berkonsentrasi mengemudikan mobilnya, dengan gayanya yang setengah gila. Dia ngebut sekencang2nya, berpindah gigi dengan sangat cepat, menggerakkan setirnya dengan sangat cepat, dan matanya fokus ke depan, melihat apa yang terjadi di depannya. Ia sudah seperti seorang pembalap. Ia tahu kapan dia harus ngebut dengan kencang dan tahu kapan ia harus berhati-hati. Ia pelajari itu semua dari ibunya, yang dulu juga punya kebiasaan yang hampir sama dengannya. Hanya saja, dia lebih parah. Dia bisa saja ugal2an di jalan dan pernah kejar2an dengan polisi. Beruntung hingga sekarang, Jane tidak pernah mengalami hal yang seperti itu. Kalau misalnya dia mengalami hal itu, Jane akan sangat panik, karena ia masih belum sehebat ibunya ketika mengebut di jalan raya. Ia masih belajar untuk bisa jadi pengemudi mobil yang gila tapi tahu aturan.
Sampai di pusat kota, Jane masih mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tapi kini Jane harus mulai mengurangi kecepatannya karena sudah banyak mobil yang lalu-lalang. Lalu-lintas di kota London pada hari itu cukup padat. Jane pun kini nggak bisa ngebut lagi... dan makin lama, ia terjebak dalam kemacetan! Jane terjebak kemacetan. Lagi. Dia sudah nggak bisa ngebut lagi, dia sudah nggak bisa menyalip lagi... dan semua jalan sudah tertutup untuknya. She's trapped, and can't go anywhere. Jane lalu melihat jamnya, dan jamnya sudah menunjukkan pukul tujuh lewat empat puluh dua menit. Jane pun kini hanya bisa pasrah. Ia terlambat masuk kampus lagi.
London School University, London, England.
Jane tiba di London School pada jam tujuh lewat limapuluh dua menit. Jelas ia sudah terlambat. Setelah dia memarkir mobilnya di dekat perpustakaan sekolah, Jane langsung berlari menuju ke pintu masuk kampus yang saat itu sudah sepi. Semua siswa-siswi di London School sudah masuk ke ruang kuliahnya masing2. Pada hari itu, jadwal kuliah Jane yang pertama adalah studi ekonomi internasional, di ruangan 3.10. Ruangan itu berarti ruangan di lantai tiga nomor sepuluh. Jane pun harus naik tangga ke lantai tiga untuk bisa mencapai tempat kuliahnya. Namun, sebelum dia mencapai tangganya, seseorang datang dan memanggil nama Jane.
"JANE!!!!"
Mendengar itu, Jane pun langsung berhenti. Dia sadar kalau sekarang dia sudah ketahuan. Dia nggak bisa berkutik lagi, karena suara teriakan itu terdengar sangat keras. Selain itu, Jane sudah tahu siapa yang berteriak menyebut namanya. Dia adalah Mrs. Boothroyd, penjaga ruang administrasi sekolah dan juga pengawas piket sekolah. Orang ini selalu keras pada setiap orang yang datang terlambat ke kampus. Jane pun kemudian dengan perlahan menoleh ke belakang, dan melihat sosok Mrs. Boothroyd, yang memakai blazer hitam, dalaman putih, rok panjang di bawah lutut berwarna hitam, dan sepatu berwarna hitam. Jane pun hanya bisa tersenyum melihat Mrs. Boothroyd, dan di dalam hatinya, ia sudah merasa pasrah.
Jane lalu masuk ke ruangan administrasi dan Mrs. Boothroyd memberinya sebuah blanko surat izin yang harus diisi oleh Jane kalau ingin masuk ke ruangan kuliahnya. Ia lalu mengisi kertas itu, dan kemudian memberikannya pada Mrs. Boothroyd. Melihat kertas yang sudah ditulis oleh Jane, Mrs. Boothroyd hanya bisa menandatangani kertas itu dengan wajah sedikit geram. Dia sudah bosan melihat Jane yang belakangan ini sering menjadi pengunjung setia ruangannya. Ia sudah tidak tahu lagi apa yang ingin ia katakan pada Jane. Pada akhirnya, ia memberikan kertas yang sudah ia tandatangani itu pada Jane. Ia diperbolehkan untuk meninggalkan ruangan itu dan masuk ke ruang kuliahnya.
Jane lalu berlari menaiki tangga ke ruang kelasnya, dan sesampainya di depan ruang kelasnya, ia langsung mengetuk pintu dan dosen yang ada di dalam mempersilakannya untuk masuk. Jane lalu masuk ke dalam ruangan dan lalu menaruh kertasnya di meja dosennya. Dosennya lalu memperbolehkan Jane untuk duduk, dan lalu melanjutkan kuliahnya. Kebetulan dia sedang mempersiapkan slide untuk materi barunya. Sebuah laptop Acer Ferrari warna merah sudah ada di atas meja dosen, dengan sebuah slide projector yang terletak di meja sebelahnya. Kabelnya tersambung ke stop kontak yang ada di samping ruangan. Ruangan itu ber-AC, jadi baik laptop-nya atau slide projector-nya sama2 nggak kepanasan. Jane duduk di kursi paling belakang, kursi yang selama ini dia duduki sendiri. Setelah duduk, Jane lalu menaruh tasnya dan mengambil buku modul pelajarannya. Tak lama, materi baru pun mulai diberikan.
Sementara itu, di luar kampus, ketika Jane sedang belajar, datanglah sebuah mobil Mercedes Benz S-Class berwarna hitam memasuki wilayah kampus. Di dalam mobil, ada dua orang pria bertubuh besar yang duduk di depan, yang satu mengemudi, dan yang satunya mendengarkan musik. Di belakangnya, ada seorang gadis yang berambut panjang, sedikit ikal, berwarna hitam, berwajah campuran Inggris-Amerika dengan sedikit bumbu oriental, di rambutnya ada sebuah pita berwarna merah, dan dia memakai kacamata hitam. Dia memakai baju seragam London School, yang sudah ia dapatkan seminggu sebelumnya. Jas dan rompi hitam, dasi abu2, kemeja putih, rok tartan hitam-abu2, kaus kaki panjang putih yang berkerut di ujung bawahnya, dan sepatu penny loafer warna hitam yang masih baru. Dia membawa tas jinjing berwarna hitam dengan tulisan merek sebuah distro di bagian depannya, dan di pergelangan tangan kanannya ada gelang berwarna merah yang selama ini menjadi gelang kesayangannya. Tangan kanannya memegang I-pod dan headset-nya terpasang di kedua telinganya. Sambil ia mendengarkan musik, dia melihat ke arah kampus barunya, lewat jendela mobilnya. Dia duduk di sisi kiri belakang mobil. Hari itu adalah hari pertamanya kuliah di London School. She just moved from far away, a few months ago.
Mobil Mercedes Benz itu kemudian berhenti di sebuah tempat di depan kampus, dan lalu gadis itu keluar dari mobilnya, ditemani oleh salah satu orang yang duduk di depan mobil. Gadis itu melepas kacamatanya, dan lalu melangkah menuju ke dalam gedung. Di sana, sudah ada seseorang yang menyambutnya. London School sudah tahu bahwa akan ada seorang mahasiswi baru yang baru pindah dari sebuah tempat, dan penyambutan pun sudah disiapkan untuk orang ini. Apa penyambutannya ? Hanya sekedar bersalaman dan diantar menuju ke kantor rektor London School, Mr. Drew Pearson alias Mr. Pearson. Orang yang menyambut keduanya itu membawa gadis itu, dan orang yang menemaninya ke kantor Mr. Pearson. Di ruangan itu, Mr. Pearson, yang sudah menunggu kedatangan gadis ini, akan memberi semacam perkenalan tentang sekolah ini pada gadis itu. Setelah itu, ia akan diantar ke tempat di mana ia akan berkuliah. Selama 15 menit Mr. Pearson dan gadis ini bertemu. Mr. Pearson memberikan sebuah buku panduan pada gadis itu, sebagai panduan buatnya selama ia berada di sini. Lumayan untuk membantu proses adaptasinya. Dari ruangan itu, gadis itu diantar menuju ruang kelas tempat ia akan memulai kuliahnya. Si cowok yang menemaninya tadi tidak ikut, karena ia tidak boleh masuk ke dalam wilayah tempat perkuliahan.
Gadis itu diantar ke lantai tiga, tepatnya ke ruangan 3.10, tempat Jane berada. Gadis itu dan orang yang mengantarnya lalu berhenti di depan kelas. Orang itu kemudian mengetuk pintu, dan dosen yang sedang mengajar pun lalu mempersilakannya masuk. Orang itu lalu masuk, dan memberitahukan pada dosen itu sambil berbisik, bahwa akan ada anak baru di kelas ini. Atas perintah dari Mr. Pearson, anak baru itu akan ditempatkan di kelas ini. Dosen itu lalu mengangguk, dan mempersilakan anak baru itu untuk masuk. Orang itu kemudian kembali keluar untuk mengajak anak baru itu masuk, sementara dosennya menaruh buku yang sedang dipegangnya di meja, dan memberitahukan pada semua siswa-siswi yang ada di kelas itu, bahwa akan ada anak baru di kelas ini. Mendengar akan ada anak baru di kelas itu, satu kelas pun langsung heboh. Mereka semua mengira-ngira, siapa anak baru itu. Apakah dia cowok ? Apakah dia cewek ? Kalau dia cowok, apakah dia ganteng atau bagaimana ? Kalau dia cewek, apakah dia cantik atau bagaimana ? Seperti itulah... rasa penasaran anak2 satu kelas ini cukup besar sehingga itu membuat dosennya langsung memanggil si anak baru ini, untuk menjawab rasa penasaran mereka. Dan ketika dia muncul, semuanya langsung terdiam. Yang cowok pada terpana, yang cewek sedikit berpikir bahwa mereka punya saingan baru (maklum, di kelas itu semua cewek2nya cantik2 semua), ada yang berpikir kalau dia itu seperti artis, saking cantiknya dia, atau ada yang berpikir kalau dia ini datang dari tempat tak dikenal, bla bla bla... begitulah. Banyak reaksi yang muncul ketika ada sesuatu yang baru muncul. Dan sekarang adalah saatnya untuk gadis itu memperkenalkan dirinya, untuk menjawab rasa penasaran semua teman2 barunya itu.
"Silakan perkenalkan diri Anda pada teman2 barumu." kata sang dosen.
Gadis itu lalu maju satu langkah ke depan, melihat ke depan, dan lalu memperkenalkan dirinya. Semua mata penghuni kelas itu tertuju pada gadis itu, tak terkecuali Jane.
"Nama saya... Sarah Annemarie Wroughton. Kalian boleh panggil saya Sarah Anna Lee atau Sarah. Saya pindahan dari San Francisco. Senang bisa berkenalan dengan kalian...", kata gadis itu.
Mendengar penjelasan singkat itu, beberapa anak2 satu kelas itu pun langsung berteriak takjub. Tapi ada juga yang menanggapinya dengan biasa saja, tapi pandangannya tetap lurus ke arah Sarah. Sarah pun jadi terdiam sejenak mendengar teriakan itu. Dosen pun kemudian menenangkan kelas, dan tak lama kondisi kelas kembali tenang seperti tadi. Ia lalu mempersilakan Sarah untuk melanjutkan perkenalannya, tapi Sarah merasa kalau perkenalannya sudah cukup. Sarah tidak ingin memperkenalkan dirinya lebih jauh. Dia lebih senang kalau teman2nya yang mencari sendiri seperti apa dirinya. Dosen pun mengerti, dan lalu ia mempersilakan Sarah untuk duduk di kursinya. Kebetulan, kursi yang kosong ada di belakang, di samping kursinya Jane. Sarah pun berjalan menuju kursi itu, dan beberapa orang yang ada di deretan yang dilalui oleh Sarah itu melihat ke arahnya. Sarah sendiri santai2 saja. Sampai di belakang, ia menaruh tasnya, lalu duduk di kursi itu. Ia lalu mengeluarkan buku dan alat tulisnya, dan bersiap untuk mengikuti pelajaran. Tak lama, dosen itu kembali memberikan kuliahnya. Orang yang tadi mengantar Sarah ke kelas itu sudah pergi.
Jane lalu melihat ke arah Sarah, yang sedang serius memperhatikan pelajaran. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang unik dari gadis ini. Dia tidak memperkenalkan dirinya secara blak2an, cenderung diam, dan lebih memilih untuk menyimpan data pribadinya, dan membiarkan teman2nya mencari sendiri seperti apa dirinya. Jane mungkin bisa memaklumi kalau Sarah masih malu2 untuk memberitahukan siapa dirinya, tapi... dia merasa heran ketika dia mempersilakan orang lain untuk mencari sendiri siapa dirinya. Apakah ada rahasia yang disimpan oleh Sarah, atau memang dia hanya sekedar malu2 ? Jane berusaha untuk tidak memikirkannya.
Satu jam kemudian, kelas berakhir. Semua anak2 langsung pergi meninggalkan kelas untuk pergi menuju ke kelas berikutnya. Jane juga sama, ia membereskan semua barang2nya, dan kemudian bersiap untuk pergi. Tapi, ketika dia akan pergi, tiba2 terdengar sebuah panggilan yang jaraknya cukup dekat darinya. Itu berasal dari Sarah.
"Hei, bisakah kamu menolongku ? Sepertinya saya tidak bisa berdiri...", kata Sarah.
Melihat apa yang terjadi pada Sarah, Jane yang sudah berjalan beberapa langkah pun langsung kembali lagi ke mejanya, menaruh tasnya, dan melihat apa yang sebenarnya terjadi dengan Sarah hingga ia tidak bisa berdiri dari kursinya. Ternyata setelah dilihat, ada permen karet menempel di kursinya, sehingga Sarah yang ingin berdiri, malah nggak bisa karena roknya tertempel permen karet. Sarah memang tidak tahu kalau ada permen karet di kursi itu. Ia hanya langsung duduk dan tidak merasakan apa2, sampai akhirnya ketika pelajaran berakhir, dia tidak bisa berdiri, karena permen karet itu sudah menempel di roknya. Jane sadar kalau teman barunya ini sedang ada masalah, jadi ia memutuskan untuk membantunya.
"Kamu tahu apa yang membuatku nggak bisa berdiri ?", tanya Sarah.
"Well, maaf kalau aku harus katakan ini tapi saya harus katakan bahwa ada permen karet menempel di rokmu...", kata Jane.
"What ? Permen karet ? Di rokku ? Oh no... rokku masih baru...", kata Sarah sedikit mengeluh.
"Mungkin saat kamu pulang nanti kamu harus mencuci rokmu..."
"Ya, aku tahu itu... tapi bagaimana kalau semua orang yang ada di sekolah ini melihatku ? Mereka pasti akan menertawakanku..."
"Cuek aja... pura2 nggak tahu... gampang kan ?"
"Ya, tapi aku kadang2 merasa nggak tahan ditertawakan. Aku kan masih baru disini..."
"Ya sudah, nanti kita lihat kondisinya. Sekarang yang terpenting, kamu harus lepas dari kursi ini dulu..."
"Oke... aku harap kamu bisa membantuku. Aku nggak mau terduduk di kursi ini terus2an!"
"Baiklah, sekarang kamu diam dulu, aku akan coba melepaskanmu dari sini."
Jane lalu berusaha untuk memikirkan seperti apa cara yang akan digunakan untuk melepaskan temannya ini dari kursi jebakan itu. Bingung juga bagaimana cara melepaskan seseorang dari sebuah kursi yang ditempeli permen karet tanpa harus merusak kain celana yang tertempel permen karet itu. Apalagi ini kan rok baru, sayang kalau misalnya rok ini harus langsung rusak di hari pertamanya dipakai. Setelah lama berpikir, Jane pun mempunyai ide. Dia mengambil sebuah penggaris besi yang ada di dalam tasnya, dan lalu memasukkan penggaris itu ke sela2 antara rok Sarah dan kursinya. Jane lalu memotong permen karet itu dengan menggunakan penggaris besi itu. Karena permen karet tempel itu sangat lunak, maka dia bisa langsung terlepas ketika dipotong oleh penggaris besi itu. Sarah jelas merasa heran melihat idenya Jane ini, dia bahkan merasa kalau idenya itu sangat aneh, apalagi sampai harus memasukkan penggaris besi ke dalam sela2 kursinya. Tapi dia berusaha untuk diam saja dan tidak panik, karena dia tahu, temannya ini pasti akan membantunya dan sangat berterimakasih padanya. Ternyata ide Jane berhasil. Sarah berhasil terlepas dari permen karet yang menempel di roknya. Sarah pun bisa berdiri dari kursinya. Ia pun langsung senang sekali dan berterimakasih padanya.
"Wow... thanks a lot! Sekarang aku bisa lepas dari kursi ini! Akhirnyaaaaaa...", kata Sarah.
"Sama2... setidaknya biarpun ideku aneh, tapi membantu kan ?", kata Jane.
"Ya... sangat membantu. Hei, apakah kita sudah berkenalan sebelumnya ? Aku Sarah Annemarie Wroughton. Kamu bisa panggil aku Sarah Anna Lee, atau Sarah. What's your name ?", kata Sarah sambil mengajak Jane untuk berjabatan tangan.
"Aku Jane. Jane Schelley. Bukankah tadi kamu sudah memperkenalkan dirimu pada seluruh kelas ?", kata Jane sambil membalas jabatan tangan Sarah.
"Yah, siapa tahu kamu tidak mendengarkan tadi...", kata Sarah.
"Hahahaha... aku tadi mendengarkan kok... tapi masih belum terlalu jelas juga sih..."
"Nggak apa2 kok... mungkin perkenalan gw terlalu cepat. Oh, ya. Kelas berikutnya di ruang mana sih ?"
"Ummm... kalau nggak salah di lantai empat. Mau kuantar ke sana ? Siapa tahu aku bisa kenalkan kamu dengan teman2 yang ada di sini..."
"Wah, ide bagus tuh... oke deh, aku ikut..."
"Kalau begitu, ayo! Kita sudah hampir terlambat untuk kelas berikutnya."
Jane dan Sarah lalu pergi meninggalkan ruang kelas itu dan melanjutkan kegiatan kuliah mereka hari itu dengan pindah ke ruang kuliah lain. Mereka langsung terlihat akrab, Jane memperkenalkan semua isi London School pada Sarah, dan membantu Sarah untuk bisa bersosialisasi di kampus itu. Dalam waktu beberapa hari, Jane dan Sarah mulai saling dekat, mereka selalu duduk bersebelahan saat kuliah berlangsung, makan siang bersama di kantin, membaca buku bersama di perpustakaan sekolah, dan bergosip ria, saling bercanda, serta saling curhat2an di saat waktu istirahat. Lambat laun, mereka mulai berteman, dan ini menjadi awal dari persahabatan mereka yang sangat erat dan tak terpisahkan diantara keduanya.
Segini dulu ceritanya untuk bagian kedua. Di bagian ketiga nanti, keluarga Sarah akan menggelar pesta, dan semua tetangganya diundang, termasuk keluarga Jane. Inilah perkenalan Jane dengan keluarga Sarah, yang kemudian akan mengantarkannya pada pertemuannya dengan Randy Wroughton, kakak tertua Sarah, yang kelak akan menjadi pacarnya. Seperti apa awal pertemuan Jane Schelley dengan keluarga Wroughton ? Tunggu bagian berikutnya.
183 Glendale Park Road, London, England, 2 months later.
"Aduh gawat! Gw terlambat lagi!"
Jane lagi2 bangun terlambat pagi itu. Itu sudah yang kelima kalinya dalam minggu itu. Terlalu asyik terlelap dalam tidur membuatnya jadi lupa kalau keesokan harinya, ia harus bangun pagi karena ada kuliah. Jane pun langsung mempersiapkan semua barang2 yang akan ia bawa untuk kuliah hari itu. Buku2 modul, map, buku tulis, buku gambar, alat tulis, hingga seragam sekolah, semuanya ia persiapkan dengan cepat. Dia sudah tahu apa saja yang akan ia bawa pagi itu, jadi dia hanya tinggal memasukkannya ke dalam tasnya. Jane pun kemudian keluar dari kamarnya, mengambil handuk dan jas mandinya, lalu masuk ke dalam kamar mandi. Selang 20 menit kemudian, Jane keluar dari kamar mandi dengan memakai jas mandinya, kembali ke kamar, berpakaian, make-up, dan lalu keluar dari kamarnya dengan kondisi siap tempur. Jas hitam, rompi hitam, dasi abu2, kemeja putih, rok tartan hitam-abu2, kaus kaki panjang putih yang berkerut di bagian bawahnya, dan sepatu penny loafer warna hitam yang masih mengkilap karena baru disemir malam sebelumnya. Di jasnya terdapat tanda kerajaan yang merupakan logo sekolahnya. Kebetulan sekolah tempat Jane kuliah didanai oleh pihak pemerintah kerajaan, jadi sekolahnya memakai tanda kerajaan khusus yang sudah disahkan oleh pihak kerajaan. Tanpa berdiam diri sebentar, Jane langsung turun lagi ke lantai bawah, ke ruang makan. Di ruang makan, sudah disiapkan sebuah sandwich dan segelas susu. Ibunya sedang ada di dapur, dan ayahnya sedang ada di ruang keluarga, menonton TV sambil membaca majalah Time yang baru ia beli hari sebelumnya. Saat dia ada di ruang makan, Jane melihat jamnya, dan jam sudah menunjukkan pukul tujuh lebih limabelas menit. Itu berarti, dia nggak bisa berlama-lama di ruangan itu. Dia harus segera pergi. Ia hanya meminum susunya hingga habis dan lalu mencari kotak makan untuk menjadi tempat untuk menaruh sandwich-nya. Ia akan membawa sandwich-nya ke dalam mobilnya dan memakannya di dalam mobil. Setelah ia menemukan kotak makannya, ia lalu memasukkan sandwich-nya ke dalam kotak makan dan lalu membawanya. Ia lalu berlari dari ruang makan ke depan rumah, di mana dia mengambil kunci mobil Mini Cooper-nya, dan lalu ia keluar dari rumah sambil berlari. Mobilnya masih ada di garasi, sehingga ia harus masuk dulu ke dalam garasi dan mengeluarkan mobilnya. Beruntung pintu garasinya bisa terbuka dan tertutup dengan otomatis, sehingga Jane nggak butuh waktu yang lama. Jane langsung masuk ke dalam mobil Mini Cooper merahnya, hadiah dari ibunya ketika ia berulang tahun ke-17, dan lalu menjalankan mesinnya. Pintu garasi pun langsung terbuka dengan otomatis ketika Jane menjalankan mesin, karena sambil menjalankan mesinnya, Jane juga menekan tombol untuk membuka pintu garasinya. Setelah pintunya terbuka, Jane langsung oper gigi mundur, melihat ke belakang, dan mobil pun langsung mundur dengan kecepatan sedang hingga ke tengah jalan. Ketika sudah berada di tengah jalan, Jane langsung tancap gas banting setir ke kiri, dan melaju dengan kencang menuju sekolah. Saat dia banting setir, dia sempat sedikit melebar hingga menabrak tong sampah yang ada di dekatnya. Ayah dan ibunya Jane hanya bisa melihat aksi ngebutnya Jane itu dari pintu depan rumah yang memang tidak sempat ditutup oleh Jane, dan mereka hanya bisa memaklumi mengapa Jane melakukan hal itu. Ia sedang dikejar waktu untuk bisa datang ke kampus tepat waktu.
Jane membawa mobilnya dengan sangat kencang. Ia harus tiba di kampus maksimal jam tujuh lewat empat puluh lima menit. Kalau tidak, ia harus ambil surat izin dulu untuk bisa mengikuti kuliah. Sambil mengemudikan mobilnya, Jane memakan sandwich-nya. Ia sudah sering melakukan ini, jadi ia nggak merasa khawatir kalau seandainya sandwich-nya tumpah. Dia sudah menyiapkan sebuah sapu tangan di atas roknya untuk menjaga jangan sampai sandwich-nya jatuh dan mengotori roknya. Setelah sandwich-nya habis, Jane langsung kembali lagi berkonsentrasi mengemudikan mobilnya, dengan gayanya yang setengah gila. Dia ngebut sekencang2nya, berpindah gigi dengan sangat cepat, menggerakkan setirnya dengan sangat cepat, dan matanya fokus ke depan, melihat apa yang terjadi di depannya. Ia sudah seperti seorang pembalap. Ia tahu kapan dia harus ngebut dengan kencang dan tahu kapan ia harus berhati-hati. Ia pelajari itu semua dari ibunya, yang dulu juga punya kebiasaan yang hampir sama dengannya. Hanya saja, dia lebih parah. Dia bisa saja ugal2an di jalan dan pernah kejar2an dengan polisi. Beruntung hingga sekarang, Jane tidak pernah mengalami hal yang seperti itu. Kalau misalnya dia mengalami hal itu, Jane akan sangat panik, karena ia masih belum sehebat ibunya ketika mengebut di jalan raya. Ia masih belajar untuk bisa jadi pengemudi mobil yang gila tapi tahu aturan.
Sampai di pusat kota, Jane masih mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tapi kini Jane harus mulai mengurangi kecepatannya karena sudah banyak mobil yang lalu-lalang. Lalu-lintas di kota London pada hari itu cukup padat. Jane pun kini nggak bisa ngebut lagi... dan makin lama, ia terjebak dalam kemacetan! Jane terjebak kemacetan. Lagi. Dia sudah nggak bisa ngebut lagi, dia sudah nggak bisa menyalip lagi... dan semua jalan sudah tertutup untuknya. She's trapped, and can't go anywhere. Jane lalu melihat jamnya, dan jamnya sudah menunjukkan pukul tujuh lewat empat puluh dua menit. Jane pun kini hanya bisa pasrah. Ia terlambat masuk kampus lagi.
London School University, London, England.
Jane tiba di London School pada jam tujuh lewat limapuluh dua menit. Jelas ia sudah terlambat. Setelah dia memarkir mobilnya di dekat perpustakaan sekolah, Jane langsung berlari menuju ke pintu masuk kampus yang saat itu sudah sepi. Semua siswa-siswi di London School sudah masuk ke ruang kuliahnya masing2. Pada hari itu, jadwal kuliah Jane yang pertama adalah studi ekonomi internasional, di ruangan 3.10. Ruangan itu berarti ruangan di lantai tiga nomor sepuluh. Jane pun harus naik tangga ke lantai tiga untuk bisa mencapai tempat kuliahnya. Namun, sebelum dia mencapai tangganya, seseorang datang dan memanggil nama Jane.
"JANE!!!!"
Mendengar itu, Jane pun langsung berhenti. Dia sadar kalau sekarang dia sudah ketahuan. Dia nggak bisa berkutik lagi, karena suara teriakan itu terdengar sangat keras. Selain itu, Jane sudah tahu siapa yang berteriak menyebut namanya. Dia adalah Mrs. Boothroyd, penjaga ruang administrasi sekolah dan juga pengawas piket sekolah. Orang ini selalu keras pada setiap orang yang datang terlambat ke kampus. Jane pun kemudian dengan perlahan menoleh ke belakang, dan melihat sosok Mrs. Boothroyd, yang memakai blazer hitam, dalaman putih, rok panjang di bawah lutut berwarna hitam, dan sepatu berwarna hitam. Jane pun hanya bisa tersenyum melihat Mrs. Boothroyd, dan di dalam hatinya, ia sudah merasa pasrah.
Jane lalu masuk ke ruangan administrasi dan Mrs. Boothroyd memberinya sebuah blanko surat izin yang harus diisi oleh Jane kalau ingin masuk ke ruangan kuliahnya. Ia lalu mengisi kertas itu, dan kemudian memberikannya pada Mrs. Boothroyd. Melihat kertas yang sudah ditulis oleh Jane, Mrs. Boothroyd hanya bisa menandatangani kertas itu dengan wajah sedikit geram. Dia sudah bosan melihat Jane yang belakangan ini sering menjadi pengunjung setia ruangannya. Ia sudah tidak tahu lagi apa yang ingin ia katakan pada Jane. Pada akhirnya, ia memberikan kertas yang sudah ia tandatangani itu pada Jane. Ia diperbolehkan untuk meninggalkan ruangan itu dan masuk ke ruang kuliahnya.
Jane lalu berlari menaiki tangga ke ruang kelasnya, dan sesampainya di depan ruang kelasnya, ia langsung mengetuk pintu dan dosen yang ada di dalam mempersilakannya untuk masuk. Jane lalu masuk ke dalam ruangan dan lalu menaruh kertasnya di meja dosennya. Dosennya lalu memperbolehkan Jane untuk duduk, dan lalu melanjutkan kuliahnya. Kebetulan dia sedang mempersiapkan slide untuk materi barunya. Sebuah laptop Acer Ferrari warna merah sudah ada di atas meja dosen, dengan sebuah slide projector yang terletak di meja sebelahnya. Kabelnya tersambung ke stop kontak yang ada di samping ruangan. Ruangan itu ber-AC, jadi baik laptop-nya atau slide projector-nya sama2 nggak kepanasan. Jane duduk di kursi paling belakang, kursi yang selama ini dia duduki sendiri. Setelah duduk, Jane lalu menaruh tasnya dan mengambil buku modul pelajarannya. Tak lama, materi baru pun mulai diberikan.
Sementara itu, di luar kampus, ketika Jane sedang belajar, datanglah sebuah mobil Mercedes Benz S-Class berwarna hitam memasuki wilayah kampus. Di dalam mobil, ada dua orang pria bertubuh besar yang duduk di depan, yang satu mengemudi, dan yang satunya mendengarkan musik. Di belakangnya, ada seorang gadis yang berambut panjang, sedikit ikal, berwarna hitam, berwajah campuran Inggris-Amerika dengan sedikit bumbu oriental, di rambutnya ada sebuah pita berwarna merah, dan dia memakai kacamata hitam. Dia memakai baju seragam London School, yang sudah ia dapatkan seminggu sebelumnya. Jas dan rompi hitam, dasi abu2, kemeja putih, rok tartan hitam-abu2, kaus kaki panjang putih yang berkerut di ujung bawahnya, dan sepatu penny loafer warna hitam yang masih baru. Dia membawa tas jinjing berwarna hitam dengan tulisan merek sebuah distro di bagian depannya, dan di pergelangan tangan kanannya ada gelang berwarna merah yang selama ini menjadi gelang kesayangannya. Tangan kanannya memegang I-pod dan headset-nya terpasang di kedua telinganya. Sambil ia mendengarkan musik, dia melihat ke arah kampus barunya, lewat jendela mobilnya. Dia duduk di sisi kiri belakang mobil. Hari itu adalah hari pertamanya kuliah di London School. She just moved from far away, a few months ago.
Mobil Mercedes Benz itu kemudian berhenti di sebuah tempat di depan kampus, dan lalu gadis itu keluar dari mobilnya, ditemani oleh salah satu orang yang duduk di depan mobil. Gadis itu melepas kacamatanya, dan lalu melangkah menuju ke dalam gedung. Di sana, sudah ada seseorang yang menyambutnya. London School sudah tahu bahwa akan ada seorang mahasiswi baru yang baru pindah dari sebuah tempat, dan penyambutan pun sudah disiapkan untuk orang ini. Apa penyambutannya ? Hanya sekedar bersalaman dan diantar menuju ke kantor rektor London School, Mr. Drew Pearson alias Mr. Pearson. Orang yang menyambut keduanya itu membawa gadis itu, dan orang yang menemaninya ke kantor Mr. Pearson. Di ruangan itu, Mr. Pearson, yang sudah menunggu kedatangan gadis ini, akan memberi semacam perkenalan tentang sekolah ini pada gadis itu. Setelah itu, ia akan diantar ke tempat di mana ia akan berkuliah. Selama 15 menit Mr. Pearson dan gadis ini bertemu. Mr. Pearson memberikan sebuah buku panduan pada gadis itu, sebagai panduan buatnya selama ia berada di sini. Lumayan untuk membantu proses adaptasinya. Dari ruangan itu, gadis itu diantar menuju ruang kelas tempat ia akan memulai kuliahnya. Si cowok yang menemaninya tadi tidak ikut, karena ia tidak boleh masuk ke dalam wilayah tempat perkuliahan.
Gadis itu diantar ke lantai tiga, tepatnya ke ruangan 3.10, tempat Jane berada. Gadis itu dan orang yang mengantarnya lalu berhenti di depan kelas. Orang itu kemudian mengetuk pintu, dan dosen yang sedang mengajar pun lalu mempersilakannya masuk. Orang itu lalu masuk, dan memberitahukan pada dosen itu sambil berbisik, bahwa akan ada anak baru di kelas ini. Atas perintah dari Mr. Pearson, anak baru itu akan ditempatkan di kelas ini. Dosen itu lalu mengangguk, dan mempersilakan anak baru itu untuk masuk. Orang itu kemudian kembali keluar untuk mengajak anak baru itu masuk, sementara dosennya menaruh buku yang sedang dipegangnya di meja, dan memberitahukan pada semua siswa-siswi yang ada di kelas itu, bahwa akan ada anak baru di kelas ini. Mendengar akan ada anak baru di kelas itu, satu kelas pun langsung heboh. Mereka semua mengira-ngira, siapa anak baru itu. Apakah dia cowok ? Apakah dia cewek ? Kalau dia cowok, apakah dia ganteng atau bagaimana ? Kalau dia cewek, apakah dia cantik atau bagaimana ? Seperti itulah... rasa penasaran anak2 satu kelas ini cukup besar sehingga itu membuat dosennya langsung memanggil si anak baru ini, untuk menjawab rasa penasaran mereka. Dan ketika dia muncul, semuanya langsung terdiam. Yang cowok pada terpana, yang cewek sedikit berpikir bahwa mereka punya saingan baru (maklum, di kelas itu semua cewek2nya cantik2 semua), ada yang berpikir kalau dia itu seperti artis, saking cantiknya dia, atau ada yang berpikir kalau dia ini datang dari tempat tak dikenal, bla bla bla... begitulah. Banyak reaksi yang muncul ketika ada sesuatu yang baru muncul. Dan sekarang adalah saatnya untuk gadis itu memperkenalkan dirinya, untuk menjawab rasa penasaran semua teman2 barunya itu.
"Silakan perkenalkan diri Anda pada teman2 barumu." kata sang dosen.
Gadis itu lalu maju satu langkah ke depan, melihat ke depan, dan lalu memperkenalkan dirinya. Semua mata penghuni kelas itu tertuju pada gadis itu, tak terkecuali Jane.
"Nama saya... Sarah Annemarie Wroughton. Kalian boleh panggil saya Sarah Anna Lee atau Sarah. Saya pindahan dari San Francisco. Senang bisa berkenalan dengan kalian...", kata gadis itu.
Mendengar penjelasan singkat itu, beberapa anak2 satu kelas itu pun langsung berteriak takjub. Tapi ada juga yang menanggapinya dengan biasa saja, tapi pandangannya tetap lurus ke arah Sarah. Sarah pun jadi terdiam sejenak mendengar teriakan itu. Dosen pun kemudian menenangkan kelas, dan tak lama kondisi kelas kembali tenang seperti tadi. Ia lalu mempersilakan Sarah untuk melanjutkan perkenalannya, tapi Sarah merasa kalau perkenalannya sudah cukup. Sarah tidak ingin memperkenalkan dirinya lebih jauh. Dia lebih senang kalau teman2nya yang mencari sendiri seperti apa dirinya. Dosen pun mengerti, dan lalu ia mempersilakan Sarah untuk duduk di kursinya. Kebetulan, kursi yang kosong ada di belakang, di samping kursinya Jane. Sarah pun berjalan menuju kursi itu, dan beberapa orang yang ada di deretan yang dilalui oleh Sarah itu melihat ke arahnya. Sarah sendiri santai2 saja. Sampai di belakang, ia menaruh tasnya, lalu duduk di kursi itu. Ia lalu mengeluarkan buku dan alat tulisnya, dan bersiap untuk mengikuti pelajaran. Tak lama, dosen itu kembali memberikan kuliahnya. Orang yang tadi mengantar Sarah ke kelas itu sudah pergi.
Jane lalu melihat ke arah Sarah, yang sedang serius memperhatikan pelajaran. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang unik dari gadis ini. Dia tidak memperkenalkan dirinya secara blak2an, cenderung diam, dan lebih memilih untuk menyimpan data pribadinya, dan membiarkan teman2nya mencari sendiri seperti apa dirinya. Jane mungkin bisa memaklumi kalau Sarah masih malu2 untuk memberitahukan siapa dirinya, tapi... dia merasa heran ketika dia mempersilakan orang lain untuk mencari sendiri siapa dirinya. Apakah ada rahasia yang disimpan oleh Sarah, atau memang dia hanya sekedar malu2 ? Jane berusaha untuk tidak memikirkannya.
Satu jam kemudian, kelas berakhir. Semua anak2 langsung pergi meninggalkan kelas untuk pergi menuju ke kelas berikutnya. Jane juga sama, ia membereskan semua barang2nya, dan kemudian bersiap untuk pergi. Tapi, ketika dia akan pergi, tiba2 terdengar sebuah panggilan yang jaraknya cukup dekat darinya. Itu berasal dari Sarah.
"Hei, bisakah kamu menolongku ? Sepertinya saya tidak bisa berdiri...", kata Sarah.
Melihat apa yang terjadi pada Sarah, Jane yang sudah berjalan beberapa langkah pun langsung kembali lagi ke mejanya, menaruh tasnya, dan melihat apa yang sebenarnya terjadi dengan Sarah hingga ia tidak bisa berdiri dari kursinya. Ternyata setelah dilihat, ada permen karet menempel di kursinya, sehingga Sarah yang ingin berdiri, malah nggak bisa karena roknya tertempel permen karet. Sarah memang tidak tahu kalau ada permen karet di kursi itu. Ia hanya langsung duduk dan tidak merasakan apa2, sampai akhirnya ketika pelajaran berakhir, dia tidak bisa berdiri, karena permen karet itu sudah menempel di roknya. Jane sadar kalau teman barunya ini sedang ada masalah, jadi ia memutuskan untuk membantunya.
"Kamu tahu apa yang membuatku nggak bisa berdiri ?", tanya Sarah.
"Well, maaf kalau aku harus katakan ini tapi saya harus katakan bahwa ada permen karet menempel di rokmu...", kata Jane.
"What ? Permen karet ? Di rokku ? Oh no... rokku masih baru...", kata Sarah sedikit mengeluh.
"Mungkin saat kamu pulang nanti kamu harus mencuci rokmu..."
"Ya, aku tahu itu... tapi bagaimana kalau semua orang yang ada di sekolah ini melihatku ? Mereka pasti akan menertawakanku..."
"Cuek aja... pura2 nggak tahu... gampang kan ?"
"Ya, tapi aku kadang2 merasa nggak tahan ditertawakan. Aku kan masih baru disini..."
"Ya sudah, nanti kita lihat kondisinya. Sekarang yang terpenting, kamu harus lepas dari kursi ini dulu..."
"Oke... aku harap kamu bisa membantuku. Aku nggak mau terduduk di kursi ini terus2an!"
"Baiklah, sekarang kamu diam dulu, aku akan coba melepaskanmu dari sini."
Jane lalu berusaha untuk memikirkan seperti apa cara yang akan digunakan untuk melepaskan temannya ini dari kursi jebakan itu. Bingung juga bagaimana cara melepaskan seseorang dari sebuah kursi yang ditempeli permen karet tanpa harus merusak kain celana yang tertempel permen karet itu. Apalagi ini kan rok baru, sayang kalau misalnya rok ini harus langsung rusak di hari pertamanya dipakai. Setelah lama berpikir, Jane pun mempunyai ide. Dia mengambil sebuah penggaris besi yang ada di dalam tasnya, dan lalu memasukkan penggaris itu ke sela2 antara rok Sarah dan kursinya. Jane lalu memotong permen karet itu dengan menggunakan penggaris besi itu. Karena permen karet tempel itu sangat lunak, maka dia bisa langsung terlepas ketika dipotong oleh penggaris besi itu. Sarah jelas merasa heran melihat idenya Jane ini, dia bahkan merasa kalau idenya itu sangat aneh, apalagi sampai harus memasukkan penggaris besi ke dalam sela2 kursinya. Tapi dia berusaha untuk diam saja dan tidak panik, karena dia tahu, temannya ini pasti akan membantunya dan sangat berterimakasih padanya. Ternyata ide Jane berhasil. Sarah berhasil terlepas dari permen karet yang menempel di roknya. Sarah pun bisa berdiri dari kursinya. Ia pun langsung senang sekali dan berterimakasih padanya.
"Wow... thanks a lot! Sekarang aku bisa lepas dari kursi ini! Akhirnyaaaaaa...", kata Sarah.
"Sama2... setidaknya biarpun ideku aneh, tapi membantu kan ?", kata Jane.
"Ya... sangat membantu. Hei, apakah kita sudah berkenalan sebelumnya ? Aku Sarah Annemarie Wroughton. Kamu bisa panggil aku Sarah Anna Lee, atau Sarah. What's your name ?", kata Sarah sambil mengajak Jane untuk berjabatan tangan.
"Aku Jane. Jane Schelley. Bukankah tadi kamu sudah memperkenalkan dirimu pada seluruh kelas ?", kata Jane sambil membalas jabatan tangan Sarah.
"Yah, siapa tahu kamu tidak mendengarkan tadi...", kata Sarah.
"Hahahaha... aku tadi mendengarkan kok... tapi masih belum terlalu jelas juga sih..."
"Nggak apa2 kok... mungkin perkenalan gw terlalu cepat. Oh, ya. Kelas berikutnya di ruang mana sih ?"
"Ummm... kalau nggak salah di lantai empat. Mau kuantar ke sana ? Siapa tahu aku bisa kenalkan kamu dengan teman2 yang ada di sini..."
"Wah, ide bagus tuh... oke deh, aku ikut..."
"Kalau begitu, ayo! Kita sudah hampir terlambat untuk kelas berikutnya."
Jane dan Sarah lalu pergi meninggalkan ruang kelas itu dan melanjutkan kegiatan kuliah mereka hari itu dengan pindah ke ruang kuliah lain. Mereka langsung terlihat akrab, Jane memperkenalkan semua isi London School pada Sarah, dan membantu Sarah untuk bisa bersosialisasi di kampus itu. Dalam waktu beberapa hari, Jane dan Sarah mulai saling dekat, mereka selalu duduk bersebelahan saat kuliah berlangsung, makan siang bersama di kantin, membaca buku bersama di perpustakaan sekolah, dan bergosip ria, saling bercanda, serta saling curhat2an di saat waktu istirahat. Lambat laun, mereka mulai berteman, dan ini menjadi awal dari persahabatan mereka yang sangat erat dan tak terpisahkan diantara keduanya.
Segini dulu ceritanya untuk bagian kedua. Di bagian ketiga nanti, keluarga Sarah akan menggelar pesta, dan semua tetangganya diundang, termasuk keluarga Jane. Inilah perkenalan Jane dengan keluarga Sarah, yang kemudian akan mengantarkannya pada pertemuannya dengan Randy Wroughton, kakak tertua Sarah, yang kelak akan menjadi pacarnya. Seperti apa awal pertemuan Jane Schelley dengan keluarga Wroughton ? Tunggu bagian berikutnya.
Langganan:
Postingan (Atom)