Jadi seperti inilah inspirasi dari kaus yang akan dipakai oleh Rudi dan Ari. Bagian depan kaus akan bergambar cover depan album The Boys (gambar 1) dan bagian belakang kaus akan bergambar cover belakang album The Boys (gambar 2) Untuk bagian detail samping, belum ditentukan, namun jika mengikuti desain tin case CD album The Boys, maka bisa dipastikan bahwa bagian sampingnya akan bertuliskan "Girls Generation", lengkap dengan nama personilnya. Itu baru rancangan awal dari kausnya. Gambar ketiga memperlihatkan sebuah tempat usaha konveksi, dan disinilah tempat untuk merancang kausnya. Ya, untuk bagian ketiga cerita ini, latarnya tidak jauh dari tempat usaha konveksi. Karena sekarang, kausnya akan dirancang. Ingin tahu seperti apa ceritanya ? Ini dia...
Jakarta, masih di akhir November.
Dua hari setelah pertemuan di acara mini gathering itu, Rudi dan Ari pergi mendatangi tempat usaha konveksi yang dimiliki oleh temannya Ari. Mereka berdua naik mobil Mini Cooper warna merah bergaris putih milik Ari. Tempat usaha konveksinya sendiri terletak di daerah Tanah Abang, seperti yang dulu pernah diceritakan. Namun, apakah benar tempatnya di situ ? Tidak. Hanya letak kawasannya saja yang ada di Tanah Abang. Untuk menjangkau lokasi tempat itu sebenarnya, Rudi dan Ari harus jalan kaki dulu menyusuri gang2 sempit. Mobil Mini Cooper milik Ari hanya bisa menjangkau sampai bagian jalan utamanya saja. Untuk berikutnya, mobilnya diparkir di depan sebuah kantor dan dititipkan pada satpam kantor itu. Lalu Rudi dan Ari jalan kaki hingga menemukan tempat yang mereka tuju.
"Masih jauh nih, tempatnya ?" kata Rudi.
"Lumayan sih. Masih agak ke dalem lagi..." kata Ari.
"Jauh banget sih tempatnya... kaki gw udah nggak kuat nih..."
"Ya, maklumin aja deh... soalnya temen saya ini memang suka lokasi yang sempit2an dan tersembunyi... namanya juga home industry..."
"Tapi usahanya udah lumayan besar, kan ?"
"Yah, bisa dibilang demikian. Paling tidak, seluruh Tanah Abang udah tahu..."
"Bagus deh kalau begitu... kamu kenal dia sejak kapan ?"
"Udah lama... dari waktu masih SMA... dulu juga bokapnya punya usaha konveksi, jadi kalau gw bilang ini usaha warisan... tapi sejak dipegang sama dia, usahanya jadi maju banget..."
"Emangnya apa rahasianya ?"
"Rahasianya ? Nggak tahu sih, gw nggak pernah nanya. Toh juga dia nggak akan kasih tahu..."
"Lho, emangnya kenapa ? Malu ya ?"
"Lha, namanya juga rahasia... hehehehehehe..."
"Ah, ngelawak lu..."
"Tapi memang juga kenyataannya demikian. Pernah nguping sih soalnya..."
"Berarti lu tahu dong sebenarnya ?"
"Ya cuma tahu ngelawaknya itu!"
"Ah, bisa aja..."
Sepuluh menit kemudian, akhirnya Rudi dan Ari sampai di tempat yang mereka tuju. Sebuah bangunan berlantai dua dengan halaman yang berukuran sedang dan ditanami tanaman hias. Warna bangunannya putih dan ada sebuah bangunan kecil dengan rolling door yang terbuka lebar dan spanduk besar berwarna biru terbentang dengan tulisan "KONVEKSI PAKAIAN 'MAJU MAKMUR'" dilengkapi dengan gambar baju. Inilah tempat yang mereka cari. Bangunan yang berlantai dua itu adalah rumahnya, dan bangunan kecil yang ada di sebelahnya adalah tempat bekerjanya. Di depan bangunan itu dipagari cukup tinggi, dan ada pintu gerbang yang sengaja dibuka untuk memberi akses masuk untuk para pelanggan.
"Nah, ini tempatnya. Konveksi Pakaian 'Maju Makmur'. Ini milik teman saya." kata Ari.
"Wah, kalau dilihat, keren juga nih tempatnya..." kata Rudi mengomentari tempatnya.
"Yah, itu hasil usaha temen gw sejak bertahun-tahun yang lalu. Ayo, masuk... mudah2an aja orangnya ada di dalam."
"Kalau misalnya dia nggak ada ?"
"Berarti besok kita harus datang lagi ke sini. Tapi biasanya dia ada kok. Dia kan ikut kerja juga."
"Hah ? Ikut kerja ? Kerja apa ?"
"Mendesain kaus. Itu pekerjaannya sekarang."
"Oh, jadi temen kamu itu... desainer kaus ? Apa aja yang didesain ?"
"Ya semuanya. Mulai dari bentuk kaus, gambar polanya, sablonannya, semuanya deh."
"Terus yang duduk2 di depan mesin jahit itu apa ?"
"Nah, mereka yang ngerjain kausnya. Temen gw yang terima order dan bikin desainnya, para karyawannya yang ngejahit. Seperti itu usahanya..."
"Oh, begitu... wah, sepertinya bakalan menarik nih. Ayo kita masuk. Gw jadi nggak sabar nih..."
Rudi dan Ari lalu masuk ke dalam halaman rumah itu dan langsung berjalan ke tempat usahanya. Di sana semua karyawannya sedang bekerja mengerjakan kaus2 pesanan dari warga sekitar. Jumlahnya ada 10 orang, dan semuanya bekerja menghadap ke arah halaman, duduk di depan mesin jahit. Orang yang disebut sebagai temannya Ari itu sendiri sedang ngobrol dengan dua orang karyawannya yang lain soal pola dan rancangan kaus yang akan dibuat di belakang. Sambil ngobrol, ia memegang lembaran kain yang nantinya akan dibuat menjadi kaus. Setelah sekitar lima menit ngobrol, kedua karyawan itu pergi, memberi Rudi dan Ari kesempatan untuk bisa bertemu dengan si pemilik usaha konveksi itu.
"Permisi, Pak!" kata Ari sambil memasuki tempat usaha itu.
"Eh, kamu Ari! Apa kabar ?" kata Pak Handoko, sang pemilik usaha konveksi itu.
"Baik, Pak. Usaha lancar2 aja nih ?"
"Yah, syukurlah... semuanya berjalan lancar. Orderan ada terus setiap hari."
"Wah, bagus dong kalau gitu, Pak..."
"Kamu bawa teman ya ?" kata Pak Handoko sambil melihat ke arah Rudi. "Siapa ini, Ari ?"
"Oh, ini... ini namanya Rudi. Teman satu komunitas saya." kata Ari mengenalkan Rudi.
"Halo, Pak. Nama saya Rudi." kata Rudi mengenalkan diri.
"Saya Handoko. Budi Handoko. Panggil saya Pak Handoko saja."
"Oh baik, Pak. Senang bisa berkenalan dengan Bapak."
"Omong2, kalian berdua datang ke sini ada apa ? Apa ada orderan baru nih ?"
"Oh, iya Pak... kebetulan saya dan Rudi datang ke sini, mau bikin orderan. Ada order baru buat Bapak, kalau berkenan dan bersedia melakukannya, Pak..." kata Ari menjelaskan maksud kedatangannya.
"Oh untuk itu sih, saya pasti berkenan. Order apa ya, kalau boleh tahu ?"
"Begini, Pak. Kita berdua mau bikin kaus."
"Kaus ? Itu sih bukan masalah buat kami. Kaus buat apa ?"
"Dalam waktu dekat, saya dan Rudi akan pergi ke Singapura, Pak."
"Ke Singapura ? Mau ngapain ?"
"Kita berdua... mau nonton konser. Konser Girls Generation. Itu lho, grup cewek yang dari Korea itu..."
"Oh, grup itu ? Mau konser di Singapura ? Wah, deket dong sama Indonesia..."
"Nah, makanya dari itu kita mau pergi ke sana. Mumpung dekat, kapan lagi..."
"Hmmm... kalau ada kesempatannya kenapa tidak, ya... jarang2 mereka mau tampil sampai sedekat ini dengan kita, meskipun cuma sampai negeri tetangga..."
"Iya Pak, seperti itu..."
"Sepertinya nggak enak kalau seandainya urusan ini kita bicarakan di sini. Bagaimana kalau kita ngobrol di ruangan saya saja... sekalian bisa mencari ide untuk desainnya."
"Boleh, kalau begitu kita ngobrol di sana saja..."
Pak Handoko, Rudi, dan Ari kemudian berpindah ke sebuah ruangan yang terletak di bagian belakang tempat usaha itu. Ruangan itu cukup luas, ada AC-nya, ada meja kerjanya, ada foto2 dan sertifikat, ada lemari arsip, beberapa kursi, sofa, meja, dan beberapa contoh kaus yang sudah pernah dibuat oleh usaha konveksi ini. Tempatnya agak sedikit berantakan karena penuh dengan tumpukan berkas, tapi setidaknya masih bisa memadai untuk menerima tamu. Di ruangan ini biasanya Pak Handoko mengurus orderan dan desain pakaian yang akan dibuat oleh tempat usahanya. Semua desain pakaian yang akan dibuat dikerjakan dengan bantuan komputer. Tidak heran kalau di samping meja kerja Pak Handoko terdapat sebuah meja komputer, lengkap dengan satu set komputernya, plus speaker, headset, scanner, dan printer berwarna. Alat2 ini sudah menunjang usaha Pak Handoko selama bertahun-tahun.
Sampai di dalam ruangan, Pak Handoko, Rudi, dan Ari duduk di kursi yang terletak di dekat meja kerja. Pak Handoko berada di belakang meja kerjanya, sementara Rudi dan Ari duduk di depannya. Biasanya para tamu yang hendak mengurus order dengan Pak Handoko akan duduk di sini. Rudi dan Ari lalu membicarakan soal rencana dan orderan kausnya dengan Pak Handoko.
"Jadi... apa yang sebenarnya membuat kalian jadi ingin bikin kaus untuk nonton konser ?" tanya Pak Handoko memulai pembicaraannya.
"Begini, Pak. Jadi saya dan Rudi itu punya rencana untuk melakukan gerakan Poznan saat konser Girls Generation di Singapura nanti, hitung2 sebagai aksi untuk memeriahkan suasana saat konser. Tapi kita khawatir kalau misalnya kita lakukan gerakan itu secara biasa2 saja, yang ada kami semua dianggap aneh oleh penonton yang lain. Untuk itulah, kami berencana untuk bikin kaus, agar setidaknya biarpun kami melakukan aksi yang aneh, kami masih bisa menunjukkan dukungan kita buat Girls Generation..." kata Ari.
"Oh, jadi gitu... kalau boleh tahu, gerakan Poznan itu apa ya ?"
"Kalau untuk ini sih, karena Rudi yang punya ide pertamanya, jadi Rudi yang akan cerita."
"Soal gerakan Poznan itu, itu gerakan khas fans Manchester City belakangan ini. Kalau misalnya pemain mereka mencetak gol, maka mereka akan memakai gerakan ini untuk merayakannya." kata Rudi.
"Bagaimana cara mereka melakukannya ?"
"Mereka berbalik, membelakangi lapangan, lalu saling berangkulan dengan teman mereka, dan kemudian mereka melompat-lompat sambil bernyanyi-nyanyi. Seperti itu."
"Wah, memang aksi ini bisa dibilang aneh. Kalau misalnya nggak ada yang tahu gerakan itu, bisa bahaya... kalian semua bisa dianggap aneh. Memang pantas kalian harus pesan kaus."
"Ya, itulah sebabnya kami datang ke sini." kata Ari.
"Apa kalian sudah punya desain kausnya ?" tanya Pak Handoko.
"Sudah sih sebenarnya, tapi kami belum menggambarnya. Hanya saja, kami sudah rencanakan untuk membuat desain kausnya terinspirasi dari CD album terbaru mereka, The Boys." jawab Ari.
"Terinspirasi dari CD-nya ? Maksudnya, cover CD-nya, begitu ?"
"Ya, seperti itu."
"Boleh nggak, saya lihat CD-nya ? Setidaknya biar saya ada gambarannya, begitu..."
"Oh, kebetulan saya bawa, Pak... sebentar saya cari dulu."
Ari lalu membuka tasnya dan mencari-cari CD album The Boys itu. Tak lama, ia menemukannya dan lalu mengeluarkannya dari tas. Ia lalu menaruhnya di atas meja kerja Pak Handoko. Pak Handoko pun langsung kaget begitu mengetahui kalau CD-nya memiliki bentuk yang tidak biasa.
"Seperti ini CD-nya ? Bentuknya seperti kaleng..." kata Pak Handoko sambil melihat CD itu.
"Ya ini memang kaleng, Pak. Tin case... tapi bagus, kan bentuknya ?" kata Ari.
"Bagus sih bagus... pasti mahal harganya..."
"Memang mahal, Pak. Saya saja harus pesan untuk mendapatkannya..."
"Oh, jadi belum ada di sini, toh ?"
"Ya... kebetulan waktu saya pesan, masih belum ada. Mungkin kalau sekarang sudah ada."
"Baiklah kalau begitu. Jadinya, bagian mana yang ingin dipakai untuk desain kausnya ?"
"Untuk sementara sih, bagian cover-nya saja yang dipakai. Bagian cover depan untuk tampak depan, dan bagian cover belakang untuk tampak belakangnya. Kalau untuk sampingnya sih, saya belum tahu..."
"Pakai saja bagian sampingnya. Ini kan tin case... jadi ada bagian sampingnya... nah, bagian samping kiri-kanannya saja yang dipakai untuk bagian samping bajunya, gampang kan ?"
"Yah, kita juga kepikirannya begitu. Tapi bisa dibuat nggak ?"
"Itu sih gampang. Kalau begini caranya, berarti pembuatannya akan memakai sistem baju balap sepeda. Jadi, seluruh bagian bajunya akan ada polanya, termasuk di bagian sampingnya. Semua sisinya lengkap."
"Oh, begitu... wah bagus juga tuh... tapi kita kan nggak bikin baju balap sepeda. Kami kan hanya ingin bikin kaus..."
"Itu sih bisa disesuaikan. Hanya saja, sistem pengerjaannya seperti itu."
"Oh, jadi cuma sistemnya... ya, bagus deh... tapi soal detail gambar cover-nya, menurut Anda terlalu rumit, nggak ?"
"Bisa diatur... saya kan punya scanner. Tinggal di-scan, terus atur warnanya, lalu masukkan ke dalam desain kausnya. Selesai. Nggak butuh waktu lama kan ?"
"Bener juga ya, Pak... trik Bapak keren juga..."
"Yah, namanya juga sudah pengalaman... kalau urusan ini sih, buat saya kecil! Dulu malah ada yang pernah order pesanan kaus yang gambarnya lebih rumit dari ini. Selesai hanya dalam waktu dua minggu."
"Wah... serius Pak ?"
"Beneran... kebetulan juga waktu itu lagi sepi order, jadinya ya pekerjaannya jadi lebih cepat."
"Oh, pantesan kalau gitu mah... tapi kelihatannya di luar lagi sibuk banget... lagi banyak order ya ?"
"Nggak terlalu banyak sih. Cuma beberapa orderan dari tetangga sekitar. Itu pun ada yang sudah hampir selesai. Tenang saja, kaus kalian pasti dikerjain kok."
"Bagus deh kalau begitu... kalau begitu, apa langsung saja kita desain kausnya sekarang ?"
"Silakan. Malah lebih bagus kalau kausnya didesain sekarang."
"Oke deh... Rud, ayo kita desain kausnya."
"Siiip... let's go!" kata Rudi.
Pak Handoko pun langsung berpindah posisi dari kursi meja kantornya ke kursi meja komputernya, dan lalu mengaktifkan komputernya. Ia juga menyalakan scanner-nya, untuk men-scan CD The Boys yang akan dipakai untuk menjadi gambar desain kausnya. Rudi dan Ari sendiri duduk di kiri dan kanannya, keduanya membawa kursi yang tadi mereka pakai ke dekat meja komputer, dan lalu duduk lagi di kursi itu. Setelah komputernya jalan, Pak Handoko langsung membuka aplikasi pembuat kausnya dan juga aplikasi scanner-nya. Ia lalu membuka scanner-nya, dan meminta Ari untuk memberikan CD The Boys-nya. Ari kemudian memberikannya, dan lalu Pak Handoko menaruh CD tersebut ke layar scanner-nya, dengan cover depan CD menghadap ke dalam. Tidak lama, gambar hasil scan-nya muncul dan langsung di-edit oleh Pak Handoko. Tangannya sangat cekatan dalam memainkan mouse, sehingga ia bisa mengedit gambarnya dengan cepat. Setelah editannya dirasa cukup, gambar hasil scan itu langsung disimpan, dan proses scanning berlanjut dengan melakukan scan terhadap cover belakang. Perlakuan yang sama juga didapatkan oleh gambar cover belakang hasil scan itu, di-edit habis2an hingga dirasa cukup oleh Pak Handoko. Gambar itu kemudian disimpan. Selain cover depan dan cover belakang, bagian sisi kiri dan sisi kanan CD itu juga di-scan. Nantinya, kedua bagian ini akan dipakai untuk membuat bagian samping kaus, sesuai dengan sistem baju balap sepeda yang sudah direncanakan oleh Pak Handoko. Setelah semuanya sudah disimpan, scanner pun dimatikan, dan aplikasi scanner-nya ditutup. Sekarang adalah saatnya untuk mendesain kausnya. Aplikasi pembuat kausnya lalu diaktifkan, dan di situ sudah ada contoh kaus yang akan dibuat, masih dalam keadaan kosong. Di sini, Pak Handoko meminta usulan dari Rudi dan Ari, mau seperti apa bentuk detail kausnya. Mulai dari kerah, bentuk jahitan bahu, bentuk jahitan samping baju, hingga ukuran baju dan bentuk merek baju yang akan dipasang di bagian kerah dalam baju. Setiap usulan itu kemudian diterjemahkan oleh Pak Handoko ke dalam bentuk dan tampilan gambar yang menjadi desainnya. Setelah detail kausnya selesai, saatnya untuk memasukkan gambar. Gambar hasil scan tadi dimasukkan ke dalam contoh kausnya, dan lalu disesuaikan dengan ukuran tempat gambarnya. Penempatan gambar hasil scan disesuaikan dengan CD The Boys, di mana gambar cover depan menjadi tampak depannya, gambar cover belakang menjadi tampak belakangnya, bagian samping kiri kaus menjadi tampak samping kiri, dan bagian samping kanan menjadi tampak samping kanan. Untuk tampak bahunya, sudah disepakati oleh Rudi dan Ari, bagian itu akan diisi dengan tulisan "Girls Generation" di bahu kiri, dan "The Boys" di bahu kanannya. Setelah beberapa penyesuaian selama kurang lebih 20 menit, akhirnya desain kausnya sudah jadi. Desain itu kemudian dicetak dan diperlihatkan pada Rudi dan Ari. Keduanya cukup puas dengan hasil desain itu, dan tidak sabar untuk menunggu seperti apa hasil jadinya.
"Bagaimana menurut kalian, desainnya ?" tanya Pak Handoko sambil memperlihatkan desainnya.
"Bagus sekali. Kurang lebih seperti inilah yang kami inginkan." kata Ari.
"Sudah bagus kok. Ini yang memang kita mau. Sedikit mendekati." kata Rudi.
"Ya, kalau begitu... seperti inilah desain yang memang kita inginkan." kata Ari lagi.
"Well, kalau begini, kita hanya tinggal menunggu hasil jadinya saja."
"Sabar dulu untuk hasil jadinya. Biasanya kalau di tempat usaha saya, ada istilah prototype desain. Artinya bentuk contoh hasil dari desain ini. Jadi, nanti akan dibuatkan sebuah kaus dulu sebagai contoh, dengan memakai desain ini. Nanti kalau kalian setuju dengan prototype-nya, maka kami hanya tinggal memperbanyak kausnya saja, berdasarkan prototype yang sudah disetujui. Seperti itu..." kata Pak Handoko.
"Dia ingin menguji hasil jadinya dulu pada para pelanggannya. Kalau hasilnya bagus, baru akan dibuat hasil jadinya... kalau nggak, desainnya diulang lagi dari awal. Ini untuk mencegah kekecewaan pelanggan." kata Ari membantu menjelaskan.
"Oh, jadi dia mau bikin kaus contohnya dulu ? Nggak apa2 deh kalau gitu. Lagipula kita harus tahu dulu seperti apa bentuk jadinya..." kata Rudi.
"Betul banget. Jadi kita harus sedikit bersabar dulu..."
"Bagus deh kalau kalian mau bersabar dulu. Tenang saja, kami akan membuatkan prototype yang terbaik, agar kalian tidak kecewa nantinya." kata Pak Handoko.
"Omong2, untuk prototype kausnya, selesai kapan ?"
"Secepatnya. Biasanya sekitar dua atau tiga hari, kadang bisa lebih cepat. Nanti akan saya kabarkan kalau prototype kausnya sudah jadi."
"Well, baiklah kalau begitu. Apa kami harus membayar kausnya sekarang ?" tanya Rudi.
"Nanti saja. Itu urusan gampang. Kalian bisa bayar setelah kalian melihat prototype-nya. Untuk sekarang, karena masih dalam tahap mendesain, kalian nggak usah bayar dulu. Simpan saja uangnya untuk nanti."
"Jadi buat nanti saja, Pak ? Oke Pak, terima kasih..."
"Tapi kalian semua bisa bayar kausnya nanti, kan ?"
"Oh, untuk itu sih... kita sudah ada anggarannya. Tenang saja, kita pasti bisa bayar kok. Saya jamin." kata Ari.
"Baguslah kalau begitu. Soalnya belakangan ini banyak sekali pelanggan saya yang sering lupa bayar dan terkesan melarikan diri dari tanggung jawab. Padahal saya dan karyawan saya sudah capek2 buatkan pakaian bagus untuk mereka. Bikin rugi saja. Jangan sampai kalian seperti mereka, ya..."
"Oh, tentu tidak, Pak. Pasti akan kami bayar."
Selang 15 menit kemudian, Rudi dan Ari pergi meninggalkan tempat usaha konveksi itu. Mereka berpisah dengan Pak Handoko dan lalu kembali ke tempat di mana mereka memarkir mobil Mini Cooper-nya. Sekarang mereka hanya tinggal menunggu hasil prototype kaus itu yang akan selesai dalam waktu yang sesingkat2nya. Sambil berjalan pulang, Rudi dan Ari ngobrol2 lagi.
"Kalau gw boleh tahu, Ri... lu udah berapa kali bikin kaus di tempatnya Pak Handoko ?" tanya Rudi.
"Mungkin udah lebih dari sepuluh kali, kalau ditambah yang sekarang. Saya sudah banyak sih kirim order bikin kaus ke dia." kata Ari.
"Biasanya kausnya bagus2 nggak ?"
"Kan dulu gw pernah bilang... kausnya itu kualitas terbaik. Gw udah ngerasain berkali-kali. Makanya gw percaya banget sama dia."
"Dulu sebelum ini, terakhir bikin kaus di tempatnya buat apa ?"
"Yah, buat kegiatan kantor... teman2 kantor pada mau wisata ke Puncak, buat ulang tahun kantor... mereka kebetulan butuh kaus buat kenang2an, dan mereka tahu kalau aku punya teman Pak Handoko. Akhirnya gw yang disuruh pesan kausnya..."
"Itu kapan, kalau boleh tahu ?"
"Kurang lebih... tiga bulan yang lalu..."
"Berarti belum lama dong... harga satuan kausnya berapa ?"
"Kalau yang waktu itu, mungkin sekitar 50 ribu. Aku sudah lupa lagi sih sebenarnya... tapi kurang lebih harganya segitu."
"Apa bahannya sama ?"
"Kalau bahannya beda. Ini kan bahannya polyester, kalau yang dulu itu bahan T-shirt biasa..."
"Oh... apa biasanya yang bahan polyester itu lebih mahal ?"
"Kalau melihat harga2 di pasar sih, biasanya lebih mahal. Tapi masih bisa terjangkau kok..."
"Berarti bisa saja kita bisa bayar lebih nih, untuk biaya kausnya..."
"Soal itu sih tenang aja... anggaran kita lebih dari cukup untuk ini."
"Emangnya nanti siapa yang mau bayar ?"
"Gw yang bayar semuanya."
"Hah ? Lu yang bayar semuanya ? Nggak kemahalan tuh ?"
"Gw udah kenal Pak Handoko dari lama, kali... nggak usah bingung soal harga karena biasanya setiap kali gw pesan kaus ke dia... gw selalu dapat harga khusus."
"Harga khusus ? Jadi ceritanya kamu ini... pelanggan setia, gitu ?"
"Tepat sekali. Jadi nggak usah khawatir soal harga..."
"Tapi kan kadang2 pasti pesan bajunya banyak juga kan ?"
"Ya memang... kalau untuk itu sih, harga pasti disesuaikan."
"Enak banget lu..."
"Hahahahaha... makanya, jadilah pelanggan yang baik! Hanya itu satu2nya cara..."
"Kalau boleh saya tambahkan, jadilah pelanggan yang baik dan percayalah pada satu pembuat pakaian. Seperti itukah ?"
"Ya, betul sekali... hehehehehe..."
Beberapa menit kemudian, Rudi dan Ari tiba lagi di kantor tempat mereka memarkir mobilnya. Keduanya lalu masuk lagi ke dalam mobil dan pergi meninggalkan kantor itu.
Tiga hari kemudian... tanggal 1 Desember. 9 hari jelang konser.
Ketika ia sedang makan siang di sebuah kafe, Ari mendapat telepon dari Pak Handoko. Dia memberitahukan kalau prototype kausnya sudah jadi, dan siap untuk diperlihatkan. Ari pun dengan cepat menghabiskan makan siangnya dan kemudian pergi ke tempatnya Pak Handoko. Sepanjang perjalanan ia berusaha menghubungi Rudi, namun saat itu Rudi sedang sibuk meeting, sehingga panggilannya tidak terjawab. Akhirnya, Ari yang datang sendiri untuk melihat prototype kaus itu. Sampai di tempatnya Pak Handoko, Ari langsung disambut oleh temannya itu. Kondisi di tempat itu sangat sepi, karena para karyawannya sedang istirahat.
"Halo, Pak. Wah, tumben nih tempatnya lagi sepi. Pada ke mana nih ?" kata Ari.
"Halo juga, Ari... mereka semua sedang istirahat. Ini kan jam makan siang. Mereka akan kembali setengah jam lagi." kata Pak Handoko.
"Oh... pada istirahat di mana mereka ?"
"Ada warteg dekat sini. Itu tempat langganan mereka. Mereka sering makan di sana."
"Warteg yang pas di perempatan jalan di depan itu ?"
"Ya. Tempat dulu kita ngobrol waktu pertama2 kamu mesen baju di sini..."
"Aku ingat itu... makanannya enak2... masih jalan ya, sampai sekarang..."
"Masih dong... itu kan sekarang anaknya yang urusin. Dulu kan ibunya... tapi jangan salah... masakannya juga enak lho... nggak jauh beda sama ibunya. Aku pernah makan di sana, wah rasanya enak banget..."
"Bagus untuk dicoba tuh... oh, ya. Prototype kausnya udah jadi ya ?"
"Sudah jadi, siap dipamerkan. Tinggal kamu yang menilai."
"Wah, pasti bakalan keren nih... mana kausnya ?"
"Sebentar. Akan saya ambilkan. Saya simpan di tempat yang khusus di kantor saya..."
"Aku sudah nggak sabar! Bring it here, Sir!"
Ari lalu duduk di salah satu kursi yang ada di tempat itu dan menunggu sambil menaruh tangan kirinya di meja jahit yang ada di dekatnya. Sementara itu, Pak Handoko sibuk mencari-cari prototype kaus yang dipesan oleh Ari. Ia menaruhnya di sebuah lemari khusus tempat di mana semua prototype2 pakaiannya tersimpan. Selang 5 menit kemudian, Pak Handoko berhasil menemukan kausnya, dan langsung membawanya pada Ari yang sudah menunggu di ruang depan. Kaus itu masih dalam keadaan diplastik dan ditandai dengan sebuah kertas yang bertuliskan nama pemesannya, dan tanggal pemesannya, lengkap dengan desain bajunya.
"Ini dia kausnya, Ari... hasil kerja keras mendesain semalaman dan dua hari pembuatan..." kata Pak Handoko sambil memberikan prototype kaus itu pada Ari.
"Bapak ubah lagi desainnya ? Padahal yang kemarin itu sudah bagus lho..." kata Ari.
"Cuma penyempurnaan saja. Untuk menyesuaikan dengan pola bajunya. Kan kalau sampai nggak sesuai, yang ada kan desainnya kacau..."
"Bener juga sih... tapi saya bilang, yang kemarin kan juga bagus... lagipula kan, penyesuaiannya sudah dilakukan beberapa kali kemarin..."
"Semua demi hasil yang bagus dan tidak mengecewakan. Sekarang coba kamu lihat kaus ini. Pasti kamu akan senang melihatnya. Silakan buka plastiknya."
"Saya tahu Bapak pasti tidak akan mengecewakan."
Ari lalu membuka plastiknya, dan kemudian mengeluarkan kausnya. Ia lalu membentangkan kausnya, dan apa yang ia lihat sangat luar biasa. Sebuah kaus berbahan polyester, dengan sedikit kain kasar di beberapa bagiannya untuk menyerap keringat yang keluar saat konser nanti, berkerah V, dan memiliki beberapa garis jahitan khusus di bagian bahu dan bagian samping baju. Semua garis jahitan yang ada di bagian2 itu dimajukan beberapa centimeter dari posisi aslinya, untuk memberi tempat untuk gambar desain bajunya. Pola jahitannya persis seperti di kaus sepakbola buatan Nike musim ini. Di bagian depan kaus tergambar dengan jelas gambar cover depan album The Boys. Di bagian belakangnya terdapat gambar cover belakang album The Boys. Di bagian samping kiri dan kanannya terdapat tulisan "Girls Generation" dan tulisan nama2 personilnya, seperti di bagian samping kiri dan kanan tin case album The Boys. Di bagian bahu atas kiri dan kanan, masing2 terdapat tulisan "Girls Generation" dan "The Boys" dengan bentuk tulisan yang sama seperti di cover albumnya. Di bagian kerah belakang terdapat tulisan "2011 Girls Generation Tour", dengan siluet para personilnya, diambil dari poster konser mereka. Di bawah tulisan itu, terdapat tanggal dan tempat konsernya. Di situ tertulis "December 10th, 2011, Singapore Indoor Stadium, Singapore" dengan ukuran tulisan yang lebih kecil daripada tulisan utamanya. Bagian ini sebelumnya tidak ada di dalam desain. Posisi tulisan dan siluet ini berada tepat beberapa centimeter di atas gambar tampak belakangnya. Di bagian kerah dalam terdapat sebuah tulisan yang ditulis dalam sebuah kotak besar. Ini adalah bentuk merek dari kaus itu. Tulisannya adalah "Bring The Boys Out!" yang diatur sedemikian rupa agar bisa membentuk sebuah kotak kecil. Tepat di bawah tulisan itu ada tulisan huruf Korea dari Girls Generation. Untuk bagian tangannya, polanya sama, terdapat tulisan Korea dari Girls Generation, disusun dua suku kata ke bawah. Kata "So Nyeo" berada di atas, dan kata "Shi Dae" berada di bawahnya. Ukurannya sengaja dibuat besar agar dapat terlihat oleh orang dari kejauhan. Warna kausnya sendiri mengikuti warna latar belakang gambar cover-nya, sehingga terlihat matching. Di bagian kanan bawah kaus terdapat tanda merek lain, yang berbentuk sebuah kotak berwarna hitam, dengan gambar siluet para personil Girls Generation, sama seperti di bagian kerah belakang, dengan tulisan "Girls Generation" di bawahnya. Ada sebuah kode kecil bertuliskan HDK di tanda merek itu, menunjukkan siapa pembuat kaus itu, Pak Handoko. Melihat kaus itu dan sederetan detailnya, Ari pun langsung takjub. Ia tidak menyangka kalau kausnya akan dibuat seperti ini. Padahal tadinya, desainnya tidak seperti ini.
"Pak, ini luar biasa banget... kelihatannya beda dengan yang sudah dirancang sebelumnya..." kata Ari.
"Itu memang sengaja saya ubah lagi dari desain awalnya. Namanya juga penyempurnaan. Apakah kaus ini sudah cukup terlihat sempurna untukmu ?" tanya Pak Handoko.
"Ini lebih dari sempurna, Pak. Ini sudah luar biasa! Terima kasih, Pak!"
"Yah, sama2. Saya tahu apa yang harus saya lakukan untuk pelanggan setia seperti Anda. Saya berusaha untuk membuat kaus ini bisa menjadi sesuatu yang dapat dikenang oleh para pemakainya saat konser nanti. Apalagi, konser itu termasuk jarang terjadi. Kaus ini cukup untuk bisa menyimpan semuanya."
"Oh, ini sih pasti bisa... semua detailnya bisa menyimpan kenangan tersendiri. Kalau begini, saya siap untuk melakukan gerakan Poznan itu bersama Rudi dan teman2 yang lain."
"Bagus. Jadi, apakah kamu setuju dengan prototype kaus ini ?"
"Setuju sekali! Saya pesan sembilan buah untuk kaus ini!"
"Hmmm... pesanan yang bagus. Tapi kenapa hanya sembilan ?"
"Karena jumlah personil Girls Generation ada sembilan. Bapak nggak lihat ?"
"Bapak sih lihat, tapi nggak sempat hitung."
"Hahahahahaha... tapi bisa dipenuhi, kan ?"
"Bisa kok. Itu sih kecil... mau paling lambat selesai kapan ?"
"Ummm... kalau bisa sebelum saya dan teman2 berangkat ke Singapura. Kami semua akan berangkat ke Singapura tanggal 8. Konsernya tanggal 10. Kami akan pulang tanggal 12. Jadi... bisa nggak kalau kausnya selesai paling lambat tanggal 7 ?"
"Bisa dipenuhi. Saya pikir satu minggu cukup untuk menyelesaikan pesananmu. Saya hanya tinggal memperbanyak prototype kaus ini saja, dan jadinya kausnya."
"Bagus. Kalau begitu saya akan datang lagi tanggal 7. Terima kasih atas desain kausnya keren. Apa boleh saya bawa pulang ?"
"Sama2, Ari. Maaf, kausnya tidak bisa dibawa pulang dulu. Kami butuh contoh untuk memperbanyak kausnya. Namanya juga prototype..."
"Hahahahahaha... oh, ya. Saya lupa. Tapi untuk semuanya, sekali lagi saya ucapkan terima kasih."
"Sama2 juga. Senang bisa berbisnis dengan kamu."
"Saya juga senang, bisa berbisnis dengan Bapak... eh, tapi bayarannya gimana ? Apa saya bayar saja sekarang, atau bayar setengahnya ?"
"Terserah kamu. Mau bayar sekarang boleh, mau bayar setengahnya dulu juga boleh. Asalkan jangan nggak bayar saja..."
"Ha! Benar itu... hahahahahaha... baiklah, saya bayar dulu setengahnya hari ini, sisanya sekalian ambil barang. Jadi berapa semuanya ?"
"Sebenarnya harga semuanya 750 ribu. Tapi karena kamu pelanggan setia saya, saya berikan harga khusus. Kamu hanya cukup bayar 700 ribu saja."
"Oh, bagus. Sebentar saya ambil dulu dompetnya..."
Ari lalu mengeluarkan dompet dari tasnya dan mengambil uang 350 ribu dari dalamnya. Ia lalu menyerahkan uang itu pada Pak Handoko.
"Ini uangnya. Setengahnya dulu, sisanya nanti." kata Ari sambil memberi uangnya.
"Terima kasih, Ari. Jangan lupa bayar setengahnya." kata Pak Handoko.
"Tenang saja. Untuk itu, pasti saya nggak akan lupa."
"Good. Saya pegang janjimu, seperti waktu2 sebelumnya."
"Oke. Baiklah, sekarang saya harus pergi dulu. Sampai jumpa tanggal 7, Pak!"
"Sampai jumpa juga! Hati2!"
Ari lalu melangkah keluar dari tempatnya Pak Handoko dan berjalan kembali menuju mobilnya yang diparkir di jalan utama. Wajahnya sangat senang sekali. Ia telah berhasil mendapatkan kaus yang ia dan Rudi inginkan. Sekarang ia hanya tinggal memberitahu Rudi soal kaus itu, dan dengan ini, mereka resmi akan melakukan gerakan Poznan tersebut di konser Girls Generation, sesuai rencana.
Masalah kaus pun akhirnya selesai. Dengan bantuan Pak Handoko, kaus yang diinginkan oleh Rudi dan Ari berhasil diwujudkan. Sekarang, waktunya semakin dekat menuju hari keberangkatan ke Singapura dan juga hari konser. Rudi dan Ari harus mempersiapkan rencana untuk membuat acara mereka di konser itu tidak sia2. Di cerita berikutnya, keduanya akan berangkat ke Singapura, dan mulai menyusun rencana untuk menyukseskan rencana mereka. Seperti apa ceritanya ? Tunggu saja kelanjutan dari cerita ini.