Kamis, 10 November 2011

KOSTUM

Saya baru saja membeli sebuah kostum Juventus berwarna pink ketika saya datang ke Jakarta beberapa hari yang lalu. Saya memilih kostum yang berwarna pink itu karena saya dan ibu saya beranggapan bahwa kostum ini sangat unik dan belum tentu akan selalu ada. Kapan lagi melihat Juventus pakai baju pink, ya kan ? Hehehehe... makanya buat para Juventini, jangan lewatkan kostum pink ini... musim depan belum tentu ada... hahahaha... belilah kostum itu dan jadikanlah sebagai salah satu barang kenangan Anda selama menjadi fans Juventus. Saya sebenarnya bukan fans Juventus, saya fans Liverpool, tapi saya menaruh respek sama kostum Juventus yang ini. Itulah yang membuat saya ingin memilikinya. Dan, kebetulan, setelah saya mendapatkan kostum pink itu dan juga membaca sejarah kostum Juventus, saya jadi terinspirasi untuk membuat sebuah cerita narasi pendek yang ada hubungannya dengan kostum ini. Gambar yang ada di atas adalah ilustrasi dari cerita ini. Mau tahu seperti apa ceritanya ? Judulnya Kostum. Inilah ceritanya...
Di sebuah kota kecil di kaki pegunungan Alpen, ada sebuah klub yang bernama St. Angelo. Klub ini didirikan oleh sekumpulan anak2 sekolah yang selalu menghabiskan hari2 mereka di luar sekolah dengan bermain bola. Buat mereka, tidak ada hari yang menyenangkan bila tidak menyentuh bola. Setiap hari mereka selalu bermain bola di sebuah tanah lapang kosong yang ada tidak jauh dari sekolah mereka. Tidak hanya bermain bola, mereka juga selalu melatih skill mereka dalam bermain bola di lapangan itu. Itulah yang membuat anak2 ini semakin hari semakin jago bermain bola. Dan hal itulah yang terus mereka lakukan hingga mereka lulus dari sekolah mereka. Setelah lulus dari sekolah mereka, rencana pun disusun untuk mengubah hobi mereka yang selalu memainkan si kulit bundar menjadi sesuatu yang serius, mengingat mereka tidak punya banyak uang untuk melanjutkan pendidikan mereka. Akhirnya mereka memutuskan untuk membuat sebuah klub sepakbola dan mengajak banyak pemuda2 lain seusia mereka untuk ikut bermain bola bersama mereka. Hasilnya, hanya dalam beberapa bulan, sebuah klub sepakbola terbentuk, dengan modal seadanya yang mereka kumpulkan cukup lama. Setelah modal terkumpul, akhirnya mereka mulai membeli perlengkapan untuk bertanding. Mereka membeli bola dan kostum untuk bertanding, serta mendaftarkan tim mereka ke otoritas sepakbola daerah, agar mereka bisa ikut bertanding melawan tim lain. Namun ada yang unik ketika mereka membeli kostum. Mereka memesan kostum berwarna merah dengan celana hitam, sesuai dengan warna almamater sekolah mereka. Tapi terjadi kesalahan pada pihak penjahitnya, yang justru membuatkan kostum berwarna pink dengan celana hitam untuk mereka. Ketika mereka berniat untuk mengembalikan kostum itu dan minta dibuatkan kostum yang baru, ternyata uang mereka tidak cukup. Akhirnya, mereka pun harus puas dengan kostum yang berwarna pink dengan celana hitam.
Ternyata, kostum pink dan celana hitam ini banyak memberi keberuntungan pada St. Angelo. Mereka selalu menang ketika bertanding dengan memakai kostum ini. Niat para pendiri klub untuk mengembalikan kostum ini ke penjahit pun akhirnya perlahan-lahan mulai menghilang, seiring dengan prestasi yang didapat oleh tim ini dalam tahun2 pertamanya. Akhirnya, mereka pun memutuskan untuk memakai kostum pink dan celana hitam ini sebagai kostum tim mereka. Dan sejak saat itu, kemenangan demi kemenangan, prestasi demi prestasi pun mereka raih.
Francesco dan Alessandro adalah dua sahabat yang sama2 bermain di St. Angelo. Mereka juga adalah alumni dari sekolah St. Angelo yang diajak masuk ke dalam tim oleh para senior2nya yang menjadi pendiri klub ini. Masuknya Francesco dan Alessandro membuat St. Angelo makin sulit dikalahkan. Mereka adalah pasangan striker yang sangat tajam, mencetak lebih dari ratusan gol dalam beberapa tahun terakhir. Mereka juga merupakan aktor dari banyaknya prestasi yang diraih oleh klub ini. Keduanya sudah enam tahun bergabung di St. Angelo dan mereka berdua adalah pemain kebanggaan tim itu.
Meskipun di dalam lapangan, Francesco dan Alessandro adalah pasangan penyerang yang kompak, tidak demikian halnya di luar lapangan. Hubungan Francesco dan Alessandro belakangan ini tidak akur. Mereka berdua sering tidak saling bicara ataupun menyapa saat berada di luar stadion. Penyebab tidak akurnya hubungan mereka gara2 soal rebutan cewek. Francesco dan Alessandro diam2 naksir sama seorang cewek yang bernama Shania. Dia adalah kapten tim cheerleaders St. Angelo, yang juga merupakan alumni sekolah St. Angelo dan teman baik mereka juga. Francesco dan Alessandro dikenal punya kebiasaan selalu mengintip latihan tim cheerleaders St. Angelo lewat sebuah tempat khusus yang dulu mereka buat ketika mereka masih sekolah dulu. Saat mereka sedang mengintip itulah, keduanya kepincut sama Shania, yang punya bodi seksi dan wajah yang cantik. Persaingan pun tak bisa dihindari. Puncaknya ketika Alessandro berhasil mengajak Shania untuk makan malam di sebuah restoran. Francesco pun ngambek dan sejak itu hubungan mereka merenggang, meskipun mereka berusaha untuk tetap solid di lapangan hijau.
Diceritakan, St. Angelo berhasil lolos ke final turnamen tahunan Piala Raja. Itu adalah turnamen sepakbola terbesar di negara itu, mempertemukan semua klub2 dari seluruh penjuru negeri untuk memperebutkan sebuah trofi yang diberikan oleh Raja negara itu. St. Angelo berhasil mengalahkan lawan2 yang cukup tangguh dan kuat untuk bisa mencapai partai final ini. Final akan berlangsung di ibukota kerajaan dan akan ditonton langsung oleh keluarga kerajaan dan ratusan ribu penonton. Sadar bahwa ini adalah pertandingan besar, tim St. Angelo pun melakukan persiapan yang sangat matang. Namun, di tengah persiapan mereka, muncul kabar buruk. Kostum pink kebanggaan mereka sudah tidak bisa dipakai lagi, karena warnanya sudah memudar lantaran terlalu sering dicuci. Tentu saja kabar buruk ini bikin pelatih tim dan para petinggi klub, atau para senior2nya Francesco dan Alessandro, jadi kaget dan kebingungan. Mereka tidak punya stok baju cadangan untuk mengganti kostum2 yang memudar itu. Untuk mencari pengganti kostum itu juga sulit, karena harus memesan ke penjahit yang ada di kota lain. Tentu saja itu akan membuat biaya persiapan mereka jadi membengkak. Kondisi keuangan St. Angelo saat itu sedang tidak bagus, dan memaksa tim untuk melakukan banyak penghematan. Akhirnya, mereka memutuskan untuk mencari cara lain untuk mendapatkan kostum, yang belum bisa mereka rencanakan sekarang. Yang pasti kini, St. Angelo sudah tidak punya kostum lagi untuk dipakai pada partai final nanti.
Ternyata, diam2 Alessandro menguping pembicaraan antara pelatih, para seniornya, dan pengurus pakaian tim. Dia sudah tahu tentang apa yang sedang terjadi dengan timnya. Ia bermaksud ingin memberitahukannya pada teman2nya yang lain, namun ketika itu teman2nya belum datang, sehingga ia pun harus menunda keinginannya itu. Ketika dia sedang jalan2 di lapangan atletik dekat tempat latihan, ia melihat Francesco sedang berlatih tendangan bebas. Sudah jadi kebiasaan buat Francesco dan Alessandro untuk datang cepat saat latihan. Biasanya mereka akan berlatih sendiri untuk melatih skill mereka masing2 sambil menunggu teman2nya yang lain datang. Alessandro pun kemudian mendatangi Francesco dan ia pun memberitahukan soal masalah kostum yang ada di dalam tim. Francesco yang saat itu sedang serius latihan pun tidak mau mendengarkan. Tapi ketika Alessandro mengatakan kalau di dalam St. Angelo saat ini sedang ada masalah kostum gara2 kostum timnya pudar, Francesco yang sudah siap untuk menendang bola langsung menahan kakinya tepat beberapa inchi dari bola, dan langsung mendatangi Alessandro menanyakan keseriusan kabar itu. Alessandro lalu menceritakan semua yang ia dapatkan dari hasil nguping di ruang perlengkapan. Francesco pun sadar kalau ini adalah masalah serius, mengingat selama ini St. Angelo selalu identik dengan kostum sepakbola berwarna pink, dan kostum itu selalu menemani perjalanan St. Angelo dalam meraih prestasi. Akhirnya, Francesco dan Alessandro sepakat untuk mencari solusi soal kostum St. Angelo itu dengan cara mereka sendiri. Mereka bersedia untuk menghilangkan semua perseteruan diantara mereka soal Shania, dan membuat sebuah perjanjian, di mana mereka tidak akan mengintip latihan tim cheerleaders sampai mereka mendapatkan kostum baru untuk tim mereka. Janji itu disepakati. Mulailah petualangan kedua sahabat yang baru baikan ini untuk menemukan kostum baru untuk tim mereka.
Pencarian Francesco dan Alessandro dimulai dari memeriksa kostum yang sudah pudar. Di situ mereka mencari nama penjahit yang dulu membuatkan baju untuk tim ini. Di bagian kerah dalam pakaian tertulis "G. Torricelli. Novara." G. Torricelli adalah nama merek pakaiannya, sementara Novara adalah nama kota asalnya. Kota Novara kebetulan tidak terlalu jauh dari kota tempat mereka tinggal. Francesco dan Alessandro pun lalu pergi ke kota itu menggunakan sepeda motor Brough Superior milik ayahnya Francesco. Sesampainya di kota itu, ternyata terungkap kalau penjahit G. Torricelli sudah tidak tinggal di kota Novara lagi. Bisnisnya bangkrut dan harus ditutup. Keberadaannya pun kini tidak diketahui. Meskipun tidak mendapatkan penjahit aslinya, tapi Francesco dan Alessandro tidak menyerah. Dia mencari penjahit2 lain yang bisa membuatkan kostum bola untuk mereka. Namun sayangnya, kebanyakan dari mereka sulit memenuhi permintaan Francesco dan Alessandro, karena keterbatasan bahan dan juga karena kebanyakan dari para penjahit2 ini hanya membuatkan baju2 untuk pesta, dan bukan untuk bermain bola. Karena mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan, Francesco dan Alessandro pun pulang kembali ke kotanya.
Karena penjahit aslinya sudah bangkrut dan tidak ada orang yang bisa membuatkan baju untuk mereka, Francesco dan Alessandro pun harus berpikir keras untuk dapat menemukan solusinya. Mereka cukup kebingungan mencari penjahit mana yang bisa membuatkan kostum pengganti untuk mereka, sementara pertandingan final hanya tinggal beberapa minggu lagi. Mereka berpikir di mana saja. Di tempat latihan, di rumahnya Francesco, di rumahnya Alessandro, di rumah makan, di kafe, di danau, di bangku stadion, hingga di dekat hutan taman kota. Mereka hanya bisa duduk memikirkan apa solusi lain yang harus dilakukan untuk dapat memecahkan masalah ini, dan itu terus terjadi hingga beberapa hari kemudian. Suatu hari, Alessandro dan Francesco sedang duduk santai di sebuah bangku di dekat tempat latihan mereka. Sambil duduk, mereka masih memikirkan soal masalah yang sedang mereka hadapi itu. Ketika mereka sedang berpikir, lewatlah seorang cewek yang sedang berjalan menuju ke tempat latihan tim cheerleaders. Alessandro langsung melihat cewek itu dan dia tahu ke mana cewek itu pergi. Nafsu Alessandro pun muncul lagi dan dia berniat untuk mengintip latihan tim cheerleaders lagi. Padahal, Alessandro dan Francesco sudah berjanji untuk tidak mengintip latihan tim cheerleaders selama kostum baru belum didapatkan. Francesco yang mengetahui niatnya Alessandro itu pun langsung mengingatkannya soal janji itu dan melarangnya untuk melakukan hal itu. Hanya saja, rasa penasaran Alessandro sudah terlanjur tinggi sehingga ia memohon pada Francesco untuk melakukan niatnya itu sekali saja. Alessandro beralasan bahwa ia belum pernah melihat cewek itu sebelumnya, sehingga ia ingin sekali melihatnya berlatih bersama anggota tim cheerleaders yang lain. Setelah beberapa kali adu argumen antara keduanya, akhirnya Francesco pun memperbolehkan Alessandro untuk mengintip latihan tim cheerleaders sekali lagi. Tapi dengan sebuah catatan, Alessandro hanya boleh melihat cewek itu saja, dan bukan melihat cewek2 yang lain, terutama Shania. Alessandro pun setuju dan dia pun pergi mengintip latihan tim cheerleaders. Beberapa saat setelah Alessandro pergi, Francesco sadar kalau ada anggota baru di tim cheerleaders. Francesco pun ternyata juga penasaran dengan si anggota baru ini. Ia pun akhirnya juga mengikuti Alessandro pergi mengintip latihan tim cheerleaders itu.
Alessandro pun mengintip latihan tim cheerleaders. Seperti biasa ia mengintip dari balik sebuah rumah pohon yang dulu pernah dia buat bersama Francesco dan teman2nya yang lain. Ternyata dugaan Alessandro benar. Ada anggota baru di tim cheerleaders itu, di mana pelatih tim cheerleaders sendiri yang memperkenalkan si anggota baru ini pada semua anggota2 tim cheerleaders yang lain. Ketika Alessandro sedang asyik mengintip, datanglah Francesco dan itu jelas membuat Alessandro jadi kaget. Dia berpikir kalau Francesco tidak akan ikut mengintip. Francesco beralasan, ia juga penasaran dengan si anak baru ini, jadi ia pun juga ingin ikut mengintip. Menurut Francesco, anak baru di tim cheerleaders adalah sesuatu yang tidak boleh dilewatkan. Francesco pun akhirnya juga ikut mengintip dan dia melihat si anggota baru tim cheerleaders ini sangat cantik. Wajahnya berbeda dengan anggota lainnya, dan menurut Francesco, ia berasal dari daerah lain. Dilihat dari wajahnya, ia seperti orang Inggris, atau keturunannya. Alessandro juga menangkap kesan yang sama. Dia tidak asli dari daerah ini. Sepertinya ada orang yang baru saja pindah dari sebuah tempat yang jauh dan tinggal di sini. Francesco dan Alessandro pun langsung penasaran dengan cewek ini dan mereka pun tertarik untuk mencari tahu seperti apa latar belakang cewek ini. Siapa tahu saja, menurut Francesco, dia bisa mengantarkan keduanya pada solusi yang mereka cari, meskipun agak jauh juga pemikirannya.
Pencarian Francesco dan Alessandro pun memasuki babak baru, dengan kehadiran si cewek misterius anggota baru tim cheerleaders ini. Keduanya selalu berusaha untuk mencari tahu semua hal tentang cewek ini. Mulai dari kegiatannya, tempat tinggalnya, teman2nya, latar belakangnya, dan lain sebagainya. Semuanya mereka catat dan mereka perhatikan dengan seksama. Francesco dan Alessandro sangat berharap kehadiran cewek ini bisa memberi titik terang terhadap masalah yang mereka hadapi. Meskipun begitu, memata2i cewek ini sangat sulit. Ia jarang terlihat di depan umum, kecuali kalau ada keperluan. Dan setiap kali cewek ini diikuti, mereka pasti akan selalu kehilangan jejaknya dalam satu atau dua menit. Karena cewek ini sangat sulit untuk diikuti saat berada di tengah keramaian, dan juga untuk mencegah hal2 yang tidak diinginkan, akhirnya Francesco dan Alessandro pun memutuskan untuk mengikuti mereka hanya pada saat cewek ini pulang latihan cheerleaders. Rencananya, Francesco dan Alessandro akan menunggu di dekat tempat latihan saat semua anggota cheerleaders pulang, dan ketika cewek itu muncul dan naik kendaraan, barulah keduanya beraksi untuk mengikuti cewek ini. Dari situlah, Francesco dan Alessandro bisa mengetahui di mana cewek ini tinggal dan apa latar belakangnya. Rencana itu akan dilakukan saat latihan tim cheerleaders nanti. Keduanya akan tetap mengintip, dan begitu latihannya selesai, keduanya langsung keluar dari tempat mengintip mereka dan standby di posisi mereka.
Latihan tim cheerleaders selalu dilaksanakan pada hari Selasa hingga hari Jumat. Durasinya tiga jam per latihan. Ketika itu hari Rabu. Francesco dan Alessandro pun seperti biasa mengintip di tempat mereka, untuk memastikan apakah cewek itu datang ke tempat latihan atau tidak. Dan ternyata dia datang. Mereka lalu menunggu selama tiga jam hingga latihan selesai. Begitu latihan selesai, Francesco dan Alessandro pun langsung turun dari rumah pohon itu dan berlari hingga ke luar tempat latihan. Mereka berdua lalu menunggui para anggota cheerleaders keluar dari tempat latihan. Ternyata, cewek incaran mereka keluar terakhir. Setelah keluar, dia langsung berdiri di pinggir jalan dan menyetop taksi. Francesco dan Alessandro langsung naik ke motor Brough Superior mereka dan mengikuti taksi yang ditumpangi oleh cewek itu. Mengikuti taksi ini lumayan jauh. Francesco berpikiran kalau cewek ini tinggal di pinggir kota dan tak suka dengan keramaian kota. Alessandro setuju dengan itu. Ia bahkan sadar kalau lama-kelamaan ia sudah tidak lagi berada di wilayah perkotaan. Sudah mulai masuk ke daerah pinggiran, tempat di mana banyak pemukiman penduduk. Setelah 30 menit kemudian itu, taksi itu berhenti di sebuah rumah kecil di daerah pinggiran kota. Cewek itu lalu keluar dari taksinya dan masuk ke rumah itu. Francesco dan Alessandro pun juga ikut berhenti tidak jauh dari tempat berhentinya taksi itu. Keduanya lalu turun dan mencari tahu seperti apa rumahnya. Ternyata rumah cewek ini adalah sebuah rumah bata kecil berlantai dua yang sederhana. Tidak ada yang spesial dari rumah itu selain... sebuah plang besar bertuliskan "MADISON TAILOR" yang terpasang di depan rumah. Alessandro yang mengetahui itu langsung memberitahukannya pada Francesco, dan keduanya pun langsung bersorak kegirangan mengetahui tempat yang ada di depan mereka ini adalah sebuah rumah penjahit. Anak baru tim cheerleaders itu adalah anak seorang penjahit! Ini yang mereka butuhkan. Alessandro pun langsung mencatat alamat penjahit itu dan lalu pergi kembali ke kota dengan perasaan senang dan bahagia. Mereka sudah mendapatkan apa yang mereka dapatkan, dan kini mereka tinggal mempersiapkan kedatangan mereka ke tempat penjahit ini. Harapannya, penjahit ini bisa mewujudkan apa yang mereka inginkan.
Beberapa hari kemudian, Francesco dan Alessandro datang kembali ke tempat penjahit itu untuk mencari tahu apakah penjahit ini bisa membuat kostum sepakbola atau tidak. Mereka berdua datang dengan sepeda motor dan langsung bertemu dengan penjahitnya, yang bernama Louis. Louis Madison lengkapnya. Saat Francesco dan Alessandro datang, Louis sedang beristirahat sambil meminum teh. Keduanya lalu membicarakan banyak hal, mulai dari usahanya, sejak kapan jadi penjahit, sejak kapan tinggal di kota ini, asal mereka, dan sudah berapa banyak baju yang ia buat. Dari situ, keduanya mendapat banyak informasi. Louis sudah membuka usahanya sejak 15 tahun yang lalu, mulai menjadi penjahit setelah lulus SMA, karena ia tidak punya uang untuk kuliah, tinggal di kota ini sejak dua bulan lalu, dia dan keluarganya baru saja pindah dari Nottingham. Ia punya seorang istri dan dua orang anak, yang satu laki2, dan yang lainnya perempuan. Francesco dan Alessandro sudah tahu siapa anak perempuan itu. Soal pakaian yang sudah pernah dibuat, Louis pernah membuat banyak jenis pakaian. Mulai dari jas, kemeja, hingga gaun pesta. Ia sudah cukup berpengalaman dalam membuat pakaian2 dengan kualitas terbaik. Francesco dan Alessandro lalu bertanya apakah dia suka sepakbola, dan Louis menjawab ya. Kata Louis, sepakbola adalah olahraga nomor satu di negaranya. Keduanya lalu bertanya lagi, apakah dia bisa membuat kostum sepakbola atau tidak. Louis menjawab, karena ia seorang penikmat sepakbola, itu bukan hal yang sulit untuk dibuat. Mengetahui itu, hati Francesco dan Alessandro langsung satu kata, inilah orang yang mereka inginkan. Orang yang dapat membuatkan kostum sepakbola untuk mereka, menggantikan kostum sepakbola mereka yang sudah pudar. Setelah mendengarkan cerita dari Louis, Francesco dan Alessandro pun kemudian bercerita pada Louis soal masalah yang saat ini sedang dihadapi oleh klub sepakbolanya, yaitu masalah kostum yang tidak layak pakai padahal partai final Piala Raja tinggal beberapa hari lagi. Keduanya berniat ingin membantu klub mereka mencarikan kostum baru untuk mereka, karena klub ini tidak punya kostum cadangan yang bisa dipakai. Francesco dan Alessandro berharap Louis bisa membantu untuk membuatkan kostum untuk klub mereka. Louis lalu menanyakan apa warna kostum klubnya. Francesco menjawab warna pink. Louis pun kemudian tertawa. Ia tidak menyangka kalau di sepakbola ada sebuah klub yang memakai kostum berwarna pink. Di Inggris, kostum itu sudah hampir dipastikan akan menjadi bahan cemoohan orang. Louis berkata bahwa warna itu tidak cocok untuk sebuah klub sepakbola. Francesco dan Alessandro pun kemudian bertanya apakah Louis punya pilihan warna lain untuk kostum mereka. Louis bilang ada, dan dia lalu mengambil beberapa kostum sepakbola koleksinya, yang ia dapatkan di Inggris. Koleksi bajunya sampai sekeranjang besar. Semua kostum yang berasal dari berbagai klub yang ada di Inggris ia koleksi. Kostumnya terdiri atas berbagai warna dan beragam corak dan pola. Ada merah, putih, hitam, biru, hijau, krem, dan lainnya. Tapi dari semuanya, Louis mengaku sangat menyukai sebuah kostum yang berwarna hitam-putih garis2 milik klub favoritnya, Nottingham FC. Kostum yang disimpan oleh Louis adalah kostum yang dipakai oleh Nottingham FC saat menjadi juara Liga Inggris lima tahun yang lalu. Kata Louis, saat itu adalah saat yang sangat bersejarah untuk klub itu dan kota Nottingham. Semua warga Nottingham turun ke jalan ketika mengetahui Nottingham FC menang di pertandingan terakhir untuk meraih gelar juara. Itu adalah gelar juara yang pertama untuk mereka. Louis masih ingat, satu kota berpesta hingga malam hari, bahkan ada yang rela begadang untuk tetap berpesta. Melihat kostum itu, Francesco dan Alessandro langsung suka dengan kostum ini, dan menurut mereka, kostum ini bisa matching dengan celana mereka yang kebetulan warnanya hitam. Francesco dan Alessandro pun akhirnya memilih kostum hitam-putih garis2 ini sebagai kostum baru untuk tim mereka. Namun keduanya sadar kalau keputusan tidak bisa diambil sendiri. Francesco dan Alessandro harus memperlihatkan kostum ini terlebih dahulu pada pelatih, para senior mereka, dan teman2 mereka sebelum dibuatkan oleh Louis. Francesco dan Alessandro pun kemudian meminta izin pada Louis untuk meminjam kostum ini untuk diperlihatkan pada teman2nya sebagai bagian dari pengambilan keputusan. Louis pun mengizinkannya. Francesco dan Alessandro pun kemudian meninggalkan rumah Louis itu dengan membawa kostumnya dan sebuah berita gembira. Mereka sudah menemukan orang yang bisa membuatkan kostum baru untuk klub mereka. Tinggal menunggu apa respon dari teman2nya saja.
Di dalam klub St. Angelo sendiri, para pemain sudah mengetahui kalau kostum yang biasa mereka pakai sudah dinyatakan tidak layak pakai lagi karena warnanya sudah pudar. Para pemain pun masih menunggu kejelasan dari pihak klub soal kostum apa yang akan mereka pakai untuk partai final nanti. Yang pasti, persoalan kostum ini sudah membuat persiapan mereka jadi terganggu. Mereka hanya bisa latihan dengan pakaian yang seadanya. Sementara pihak klub masih kebingungan mencari solusi gara2 klub tidak punya biaya yang cukup untuk dapat memesan kostum baru itu. Di tengah kebingungan soal kostum itu, Francesco dan Alessandro datang sambil membawa kostum yang mereka pinjam dari Louis itu. Ia langsung mendatangi ruang pelatih dan memperlihatkan kostum itu. Pelatih tim pun langsung kaget mengetahui Francesco dan Alessandro sudah mendapatkan rancangan kostum itu. Pelatih pun langsung membawa keduanya ke hadapan para petinggi dan staf klub. Keduanya lalu memperlihatkan kembali kostum itu ke hadapan mereka, dan itu disambut dengan respon yang sangat baik oleh para petinggi dan staf tim. Mereka menyetujui pemakaian kostum itu, karena warna dan coraknya yang sangat menarik. Pelatih tim juga menyetujui kostum itu, tapi dia juga mengingatkan bahwa suara para pemain juga harus didengar, dan suara merekalah yang terpenting. Francesco dan Alessandro menyadari hal itu, dan mereka pun kemudian mengumpulkan semua teman2nya di sebuah ruangan, bersama juga dengan para petinggi, staf, dan pelatih klub. Kostum itu lalu diperlihatkan pada teman2nya dan mereka semua langsung menyambutnya dengan sangat baik. Mereka semua juga satu kata dengan petinggi, staf, dan pelatih tim, bahwa kostum ini sangat menarik. Mereka pun secara aklamasi menyetujui pemakaian kostum ini untuk partai final, dan dengan begitu, masalah kostum di St. Angelo berakhir. Persiapan menjelang partai final bisa dilanjutkan kembali.
Setelah kostum baru disetujui, Francesco dan Alessandro pun kembali ke rumah Louis bersama dengan beberapa orang petinggi klub. Mereka ingin melakukan pemesanan secara resmi terhadap kostum ini, dan sekaligus juga mendiskusikan soal berapa harga yang harus dibayar untuk membuatkan kostum untuk 20 orang pemain. Hampir satu jam mereka berdiskusi hingga akhirnya kedua pihak menemukan kata sepakat. Pihak klub akan memesan 20 buah kostum plus 20 kostum cadangan dengan warna hitam-putih garis2 seharga 750 lira. Pembayaran akan dilakukan dua kali, setengah sebelum penjahitan, dan setengah lainnya setelah pakaiannya dikirim kepada klub. Louis juga mengajukan permintaan, sehari setelah pemesanan ini dibuat, para pemain harus datang ke rumahnya untuk melakukan pengukuran baju. Pihak klub menyetujuinya. Bahkan pihak klub meminta agar pengukuran terhadap Francesco dan Alessandro, karena mereka juga ikut hadir dalam diskusi ini, dilakukan saat itu juga. Sisanya dilakukan besok. Louis setuju. Francesco dan Alessandro pun langsung diukur badannya oleh Louis. Pengukuran itu dilakukan dengan sangat teliti dan cermat. Semua hasilnya langsung dicatat dalam sebuah kertas. Setelah Francesco dan Alessandro diukur, pertemuan antara Louis dan pihak klub selesai. Keesokan harinya, satu per satu pemain2 St. Angelo datang ke rumah Louis untuk melakukan pengukuran baju. Setelah semua data didapatkan, mulailah Louis mengerjakan pakaiannya. Ia memesan bahan khusus dari temannya di Inggris, yang datang dua hari setelah pengukuran selesai. Sambil menunggu bahannya datang, ia mengerjakan desain untuk bajunya, yang tidak jauh berbeda dengan kostum klub favoritnya, Nottingham FC. Di saat Louis sedang mengerjakan kostumnya, para pemain St. Angelo terus berlatih untuk mempersiapkan diri menjelang final. Para pemain berlatih dengan penuh semangat dan kepercayadirian yang tinggi, setelah mereka mendapatkan kostum baru. Kini, yang sekarang ada dalam pikiran mereka adalah... bagaimana cara mendapatkan trofi Piala Raja. Itulah target mereka saat ini.
Suatu hari, Francesco dan Alessandro sedang beristirahat setelah latihan. Tiba2 lewatlah anak2 tim cheerleaders yang sedang siap2 untuk latihan. Kebetulan, mereka akan berlatih di lapangan atletik. Latihannya lebih ke simulasi tampil. Jadi mereka akan berlatih seolah-olah berada di saat pertandingan final. Tim ini sudah berlatih cukup keras dan mereka sudah punya gerakan yang akan mereka tampilkan saat partai final nanti. Francesco dan Alessandro yang duduk tidak jauh dari tempat mereka latihan pun langsung memusatkan perhatian mereka pada penampilan cewek2 seksi itu. Tapi sebelum mereka tampil, pelatih tim cheerleaders yang kebetulan juga ada di situ, mengajak Francesco dan Alessandro untuk menjadi spotter atau pengawal anak2 cheerleaders saat mereka sedang membuat piramid. Tanpa pikir panjang, keduanya pun bersedia menjadi spotter. Ketika tampil, anak2 cheerleaders langsung beraksi dengan penuh semangat. Gaya dan aksi mereka membuat Francesco dan Alessandro tak bisa berkedip, malah mata mereka sangat fokus dan melotot melihat goyangan mereka. Selang beberapa saat kemudian, saatnya anak2 cheerleaders membuat piramid. Piramid ala tim cheerleaders St. Angelo sangat tinggi. Bila biasanya tim cheerleaders lain hanya bisa membuat piramid tiga tingkat, maka mereka bisa membuat piramid empat tingkat. Biasanya, mereka selalu berhasil dalam membuat piramid. Namun kali itu, ada sedikit masalah. Pada tingkat ketiga piramidnya sedikit goyah, sehingga membuat cewek yang berada di puncak kehilangan keseimbangannya dan langsung terjatuh dari piramid. Fransesco yang berada tidak jauh dari situ langsung bereaksi dengan menangkapnya tepat sebelum ia jatuh mengenai tanah. Ia pun selamat dari cedera yang parah. Ternyata, cewek yang berhasil diselamatkan oleh Fransesco itu adalah anak si penjahit, si anak baru di tim cheerleaders itu. Fransesco pun kini bisa melihat wajahnya lebih dekat dan dia sangat cantik sekali, melebihi Shania. Fransesco pun diam2 langsung jatuh cinta pada cewek ini. Tak lama, ia lalu menurunkannya, dan memastikan bahwa ia baik2 saja. Semua teman2nya yang lain lalu datang dan memeriksa kondisinya. Mereka semua berterima kasih pada Fransesco. Alessandro pun langsung berbisik padanya dan mengatakan kalau sepertinya sekarang Fransesco punya pengganti Shania. Fransesco pun hanya bisa tertawa mendengarnya, dan keduanya pun kemudian saling berkejar2an di lapangan atletik. Para anggota tim cheerleaders pun langsung tertawa melihat kejar2an diantara keduanya. Tak lama, Shania mengajak teman2nya yang lain untuk latihan lagi.
Insiden itu pun membuat Fransesco dan gadis anak penjahit itu menjadi semakin dekat. Suatu kali, Fransesco duduk di bangku penonton di tempat latihan St. Angelo. Tak beberapa lama, gadis itu muncul dan duduk di samping Fransesco. Fransesco pun jadi tertarik untuk berkenalan dengannya. Gadis itu, yang tahu orang yang duduk di sebelahnya adalah orang dulu pernah menyelamatkannya, tak ragu untuk memperkenalkan dirinya pada Francesco. Namanya Lauren. Lauren Madison. Dia memang anak dari Louis Madison, yang sekarang sedang bertugas untuk menjahit baju untuk St. Angelo. Lauren sebenarnya sudah mengetahui soal Francesco dan juga Alessandro, mengingat ketika dulu keduanya datang ke rumahnya dan bertemu dengan ayahnya, Lauren sempat menghidangkan teh untuk mereka. Ayahnya juga sempat bercerita soal keduanya, sehingga Lauren sudah sedikit mengenal Fransesco dan Alessandro. Fransesco dan Lauren pun kemudian ngobrol2 dan itu dilihat oleh Alessandro yang langsung tersenyum melihat Fransesco kini sudah punya cewek taksiran. Alessandro pun kini bisa berduaan dengan Shania dengan santai, tanpa ada yang merasa cemburu.
Setelah berkenalan dengan Lauren, Francesco dan Alessandro pun ngobrol di sebuah tempat di perbukitan di pinggir kota. Mereka berdua membicarakan soal Lauren, Shania, dan pertandingan final nanti. Dalam waktu dekat, tim St. Angelo akan berangkat ke ibukota kerajaan, untuk melakukan persiapan terakhir sebelum partai final. Soal Lauren dan Shania, sepertinya Francesco benar2 suka dengan Lauren, dan ketika Alessandro menanyakan hal itu pada Francesco, ia hanya bisa menganggukkan kepalanya. Alessandro pun merasa sangat senang sahabatnya akhirnya punya gadis incaran. Ia bahkan mendukung Francesco untuk menjadikan Lauren sebagai pacarnya. Tapi Francesco belum siap untuk melakukan hal itu sekarang. Masih ada tugas yang harus dilakukan dan itu sangat penting, yaitu membantu St. Angelo meraih gelar juara. Setelah St. Angelo meraih gelar juara, barulah Francesco memikirkan soal bagaimana cara menjadikan Lauren sebagai pacarnya. Mendengar itu, Alessandro punya satu rencana. Ia mengajak Francesco untuk menembak gadis incaran mereka bersama-sama. Ternyata meskipun sudah bersama, hingga sekarang Alessandro masih belum bisa menembak Shania. Itu dikarenakan kesibukan masing2. Alessandro sibuk dengan St. Angelo, dan Shania sibuk dengan tim cheerleaders-nya, berlatih setiap hari dan tampil di berbagai tempat. Dan tempat yang akan digunakan oleh Francesco dan Alessandro untuk menembak gadis incaran mereka itu adalah di stadion tempat pertandingan final berlangsung. Mendengar itu, Francesco langsung kaget. Ia tidak yakin kalau rencana itu akan mulus. Francesco khawatir kalau hasil pertandingan akan mempengaruhi rencana itu. Tapi Alessandro menjamin kalau rencana itu bisa dilakukan, dengan cara memenangkan pertandingan. Alessandro bilang, rencana ini bisa jadi motivasi keduanya untuk membawa St. Angelo menjadi juara. Lauren dan Shania pasti akan sangat bangga jika mengetahui kalau St. Angelo juara dan mereka berdua mencetak gol. Tentu saja itu akan membuat mereka berdua mau menjadi pacar mereka. Tapi Alessandro tidak tahu apa yang akan terjadi jika seandainya pertandingan itu berakhir dengan kekalahan. Hanya saja, Alessandro menganjurkan agar rencana ini dicoba saja, karena mungkin saja rencana ini berhasil. Francesco akhirnya menyetujui rencana itu, tapi dengan syarat, Alessandro harus bertanggung jawab jika sampai rencana ini gagal. Alessandro bisa menerima syarat itu.
Beberapa hari kemudian, kostum yang dipesan oleh St. Angelo selesai dibuat dan dikirim kepada pihak klub. Semua pemain pun langsung mencobanya, dan kesan pertama yang mereka dapatkan adalah, kostum ini sangat keren. Warnanya sama dengan celananya, dan ini membuat mereka jadi tampil beda. Kostum yang akan dipakai oleh St. Angelo adalah kostum tangan panjang hitam-putih garis2, dengan kerah dan tali pengikat sebagai kancingnya. Tidak ada nomor punggung, dan tidak terdapat lambang tim. Kostumnya sangat sederhana, tapi warnanya sangat menarik untuk dilihat. Setelah kostum itu mereka pakai, mereka langsung keluar dari ruang ganti menuju ke lapangan, dan mereka bermain bola untuk pertama kalinya dengan kostum baru itu. Louis hadir langsung di tempat latihan dan menonton para pemain itu memainkan bola bersama dengan para petinggi klub. Mereka sangat senang melihat pemandangan yang terjadi. Semua pemain memainkan bolanya dengan sangat baik, seperti biasa. Tidak ada rasa canggung karena mereka memakai kostum yang berbeda dari biasanya. Meskipun begitu, Louis bilang kalau ujian sesungguhnya terhadap kostum ini adalah saat pertandingan final nanti. Karena semua penonton akan melihat kostum mereka dan mungkin akan memberi komentar berbeda terhadap kostum ini saat di lapangan nanti. Jadi, ini semua masih belum apa2. Louis lalu diajak ke ruang petinggi klub untuk menyelesaikan pembayaran pesanannya, plus pemberian hadiah berupa tiket untuk menonton partai final. Louis menerima hadiah tersebut.
Selang tiga hari kemudian, St. Angelo berangkat ke ibukota kerajaan. Di sana mereka akan berlatih selama tiga hari, sebelum pertandingan final nanti. Lawan St. Angelo di pertandingan itu adalah Ambrosiana. Tim ini berasal dari kota yang lebih besar dan tidak jauh jaraknya dari kota di mana St. Angelo bermarkas. Mereka adalah juara bertahan turnamen ini. Tim ini memakai kostum berwarna biru-hitam garis2, sama dengan St. Angelo, hanya saja garis2 pakaiannya lebih kecil daripada St. Angelo. Di bagian dada kanan bajunya terdapat tanda kota berupa perisai putih dengan tanda salib berwarna merah, seperti di bendera England. Mereka memiliki pemain yang hebat dan tangguh, dengan skill yang tidak jauh berbeda dengan para pemain St. Angelo. St. Angelo sadar kalau mereka akan berhadapan dengan tim yang sangat kuat, sehingga mereka harus melakukan persiapan yang cukup keras. Meskipun begitu, mereka yakin bisa menang dalam partai final ini. Di kota sendiri, berita mengenai pertandingan final ini sudah tersebar luas ke seluruh penjuru kota, dan bahkan ke seluruh penjuru negeri. Raja secara khusus mengajak masyarakat untuk hadir atau menonton pertandingan ini dari mana saja. Stadion sudah disiapkan, sebuah stadion besar dengan kapasitas 150.000 penonton, dengan dua tingkat tribun. Keluarga kerajaan akan menonton langsung dari sebuah tribun khusus yang ada tepat di atas pintu masuk lapangan. Di stadion ini juga terdapat lapangan atletik, yang nantinya akan dipakai sebagai tempat untuk para wartawan, cheerleaders, dan orang2 lain yang berkepentingan untuk menyaksikan pertandingan ini secara langsung. Pertandingan ini akan menjadi sangat menarik untuk ditonton.
Akhirnya, hari yang ditunggu pun tiba. Pertandingan final turnamen Piala Raja yang mempertemukan antara St. Angelo dan Ambrosiana. Sekitar hampir 175.000 orang menyaksikan pertandingan ini, dan lebih dari jutaan orang menyaksikan pertandingan ini lewat televisi dan juga radio. Saking banyaknya penonton yang datang, lapangan atletik yang tadinya disterilkan kini terpaksa harus dibuka untuk menampung penonton tambahan. Akan tetapi, bagian lapangan atletik yang dibuka hanya di wilayah tribun utara, barat dan timur. Untuk di tribun selatan, lapangan atletik tetap disterilkan, karena sudah berjarak sangat dekat dengan tempat keluarga kerajaan menonton. Sambutan penonton sangat meriah ketika menyambut keluarga kerajaan yang tiba di stadion sepuluh menit sebelum para pemain keluar. Sambutan pun semakin meriah setelah pihak organisasi sepakbola kerajaan memberikan trofi kejuaraan pada Raja untuk disimpan di Royal Box selama pertandingan berlangsung. Nantinya, Raja yang akan mempersembahkan trofi tersebut pada pemenang pertandingan. Trofi itu berbentuk cawan raksasa. Penyerahan trofi ini sekaligus menjadi simbol dimulainya partai final. Tidak lama, para pemain dari kedua tim memasuki lapangan. Sambutan pun semakin meriah. Raja lalu menyalami setiap pemain, pelatih, dan wasit yang akan bertanding, ditemani oleh Putra Mahkota, Menteri Olahraga, Ketua organisasi sepakbola kerajaan, dan beberapa anggota delegasi kehormatan lainnya. Setelah Raja kembali ke Royal Box, lagu kebangsaan pun dinyanyikan dan balon2 serta burung merpati putih pun dilepas. Pertandingan pun siap untuk dimulai, St. Angelo memakai kostum baru mereka, yang mereka bilang sebagai "kostum tandang" mereka, dan Ambrosiana memakai kostum biru-hitam garis2 dan celana hitam.
Pertandingan sendiri berlangsung sangat seru. Baik St. Angelo dan Ambrosiana sama2 saling menyerang. Hanya saja, Ambrosiana yang lebih banyak memberi tekanan. St. Angelo berusaha untuk menyerang, namun pertahanan Ambrosiana cukup kuat, plus mereka memiliki serangan balik yang cepat. Para pemain bertahan St. Angelo agak kewalahan dalam mengantisipasi serangan balik dari Ambrosiana. Karena terlalu sering diserang dan konsentrasi yang mulai buyar, akhirnya Ambrosiana berhasil mencetak gol lebih dulu di menit ke-28, lewat Pietro Corriere. Gol itu membuat semangat Ambrosiana untuk memperbesar kedudukan makin bertambah, sementara St. Angelo sudah mulai kebingungan apakah mereka ingin menyerang atau bertahan. Kebingungan itu pun kemudian berdampak pada kacaunya pola permainan St. Angelo, dan itu berhasil dimanfaatkan oleh Ambrosiana dengan mencetak satu gol lagi, kali ini lewat Andrea Morelli pada menit ke-40. Setelah gol itu, baik Ambrosiana ataupun St. Angelo tetap berusaha untuk mencatatkan skor lagi, tapi skor 2-0 untuk Ambrosiana pun bertahan hingga turun minum.
Di ruang ganti St. Angelo, semuanya terasa hambar. Para pemain sudah tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Serangan yang dilakukan oleh para pemain Ambrosiana membuat mereka kalang kabut. Pelatih sendiri juga cukup kebingungan untuk menentukan strategi berikutnya. Beberapa pemain beranggapan bahwa penyebab dari ketertinggalan ini adalah soal kostum mereka. Mereka berpikir, keputusan untuk mengganti kostum justru membawa kesialan buat mereka. Mereka lebih senang jika mereka kembali lagi memakai kostum pink itu, karena kostum itu sudah terbukti memberikan keberuntungan buat mereka. Namun semuanya mentah ketika Francesco dan Alessandro bicara. Keduanya tidak setuju kalau pergantian kostum juga berarti pergantian peruntungan. Kostum baru tidak bermakna sial, di mata mereka. Alessandro bilang, "Kostum itu hanya kain. Permainan kita tetap sama." yang berarti, apapun jenis, warna, dan corak kostum itu, yang terpenting adalah bagaimana caranya memainkan bola dengan baik, sesuai dengan apa yang sudah diterapkan di dalam tim. Kalau misalnya cara bermain sebuah tim tetap sama dari waktu ke waktu, apapun kostumnya, itu sama saja. Justru sekarang adalah saatnya menunjukkan pada seluruh negeri, bahwa St. Angelo bisa menang tanpa harus memakai kostum berwarna pink. Para pemain pun kemudian sadar kalau perubahan kostum tidak berdampak apapun terhadap hasil di lapangan. Yang menentukan adalah keseriusan dalam bermain. Bila satu tim bisa bermain dengan bagus, maka hasilnya pun juga akan bagus. Kostum hanya sebagai identitas tim, dan tidak mempengaruhi apapun dalam permainan. Akhirnya, semua pemain St. Angelo pun menyatukan tekad, mereka akan bisa mengubah keadaan dalam waktu 45 menit saja. Keyakinan untuk menjadi juara pun kembali muncul, setelah sebelum meredup karena dua gol lawan di babak pertama tadi. Kini saatnya untuk mengubah keadaan.
Di babak kedua, permainan tetap sama. Baik St. Angelo ataupun Ambrosiana sama2 melakukan serangan. Tapi semangat St. Angelo kini mulai meninggi, dan mulai mencoba mengambil alih kendali permainan. Hasilnya, pada menit ke-59, Antonio Valdavia berhasil mencetak gol untuk St. Angelo, lewat sebuah sundulan menerima crossing dari Alessandro yang menyerang lewat sisi kiri. Skor pun menjadi 1-2 dan itu membuat semangat para pemain St. Angelo makin bertambah. Pada menit ke-73, giliran Alessandro yang mencetak gol, lewat sebuah permainan satu-dua dengan Francesco. Skor pun menjadi imbang 2-2. Para penonton pun langsung mulai menggila, mengingat tensi pertandingan yang makin lama makin tinggi. Keluarga kerajaan pun juga sangat menikmati pertandingan ini. Di sisa pertandingan babak kedua, kedua tim sama2 melancarkan serangan habis2an. Kedua tim kini tidak ada yang bertahan, semuanya keluar menyerang. Pertandingan pun menjadi sangat seru dan membuat heboh para penonton. Hingga 90 menit pertandingan, belum ada gol tercipta, dan wasit memberi waktu tambahan tiga menit. Pada saat inilah St. Angelo mengeluarkan kehebatan mereka. Alessandro berlari membawa bola sendirian masuk ke dalam daerah pertahanan lawan, dan berhasil melewati semua bek2 Ambrosiana. Ketika ia sudah satu lawan satu dengan kiper, dengan cerdik Alessandro mengoper bola ke samping, di mana sudah ada Francesco yang datang dari belakang. Francesco pun langsung memasukkan bola ke gawang sudah kosong. GOL!!!!!! Francesco berhasil membalikkan keadaan untuk St. Angelo, dan kini mereka unggul 3-2, hanya 15 detik sebelum pertandingan berakhir. Para penonton pun langsung heboh saat merayakan gol dari Francesco itu. Para pelatih dan pemain cadangan pun juga ikut bersorak menyambut gol itu, dan keluarga kerajaan menyambut gol itu dengan tepuk tangan sambil berdiri. Putra Mahkota sempat mengangkat kedua tangannya ketika gol itu tercipta. Ia sudah terbawa dengan suasana pertandingannya, sehingga ia langsung bersorak ketika gol itu tercipta. Tak lama, wasit meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan, dan St. Angelo pun menjadi juara turnamen Piala Raja. Para penonton pun langsung menyerang lapangan dan mengelu2kan para pemain St. Angelo, khususnya Francesco dan Alessandro. Mereka digendong oleh para penonton dan diarak keliling lapangan. Semua anggota tim St. Angelo larut dalam kesenangan, baik para pemainnya, pelatih, para petinggi klub, dan juga tim cheerleaders-nya. Para pemain Ambrosiana pun juga ikut memberi selamat pada para pemain St. Angelo, dan beberapa pemain bersedia untuk bertukar kaus. Tidak lama, upacara penyerahan trofi pun dilakukan. Semua pemain St. Angelo menaiki 100 anak tangga menuju Royal Box untuk menerima trofi dari Raja yang sudah berdiri di Royal Box bersama dengan keluarga kerajaan dan juga tamu kehormatan yang lain. Putra Mahkota bertugas untuk mengalungkan medali pada para pemain, dan Raja bertugas untuk menyerahkan trofi pada kapten tim. Kapten St. Angelo adalah Francesco. Ia bersama Alessandro berada di urutan terakhir penerima medali, setelah pelatih. Francesco dan Alessandro sudah sepakat akan menerima dan mengangkat trofi itu secara bersama-sama, sebagai simbol persahabatan mereka. Dan benar saja, ketika Raja menyerahkan trofi itu, Francesco dan Alessandro yang menerimanya dan mengangkatnya bersama-sama, di hadapan ratusan ribu orang yang sudah berada di lapangan untuk menyaksikan upacara penyerahan trofi itu. Setelah mereka mengangkat trofi itu, Francesco dan Alessandro langsung menyerahkan trofi itu pada pemain lain, dan diakhiri dengan pelatih. Setelah pelatih mengangkat trofinya, trofi itu lalu diarak keliling lapangan oleh para pemain St. Angelo, dan para polisi harus bekerja keras untuk dapat membuka jalan. Para penonton ingin sekali bisa menyentuh trofi itu. Ketika trofi itu sedang diarak keliling lapangan, Francesco dan Alessandro pun langsung melaksanakan rencananya. Keduanya mendatangi tempat tim cheerleaders, menemui Lauren dan Shania, dan di hadapan para anggota tim cheerleaders yang lain, beserta juga para pemain lain yang tidak ikut arak2an trofi, beberapa orang wartawan serta penonton, Francesco dan Alessandro menembak Lauren dan Shania untuk menjadi pacar mereka. Francesco menembak Lauren, dan Alessandro menembak Shania. Tentu saja Lauren dan Shania kaget mengetahui lamaran keduanya, tapi meskipun begitu, mereka berdua bersedia menerima lamaran Francesco dan Alessandro. Mereka pun resmi jadi pasangan kekasih. Setelah lamarannya diterima, pasangan baru ini pun langsung ikut berpesta merayakan kemenangan St. Angelo bersama pemain2 lain, sekaligus memperkenalkan pasangan ini pada pemain yang lain dan juga pada para penonton yang ada di sekitar mereka.
Setelah kemenangan mereka di turnamen Piala Raja, St. Angelo pun menjadi klub yang terkenal di seluruh kerajaan. Mereka sangat kuat dan sulit dikalahkan. Soal kostum, sejak kemenangan itu, St. Angelo akhirnya memakai kostum hitam-putih garis2 sebagai kostum utama mereka, dengan kostum pink sebagai kostum cadangan mereka. Francesco dan Alessandro pun kembali jadi sahabat di lapangan maupun di luar lapangan, dan punya hubungan yang langgeng dengan pasangan mereka masing2. Mereka berdua tidak pernah pindah dari St. Angelo, meskipun ada banyak tawaran menggiurkan dari klub2 lain untuk mereka. Setelah pensiun, keduanya menjadi petinggi klub St. Angelo dan membuka bisnis makanan dan minuman yang sangat terkenal hingga ke seluruh negeri. Louis Madison dipercaya menjadi penjahit kostum untuk St. Angelo, dan setiap dua tahun sekali, mereka akan berganti kostum. Bisnis garmen dan penjahit kemudian menjamur di kota tempat St. Angelo bermarkas dan sekitarnya, setelah keberhasilan bisnis keluarga Madison. Akhir cerita, Francesco dan Alessandro bersahabat hingga akhir hidup mereka.
Nah, segitulah cerita saya yang berjudul Kostum ini. Lumayan panjang sih, tapi semoga saja kalian semua bisa mengerti seperti apa ceritanya. Sekian tulisan saya, selamat membaca, dan Happy Enjoy!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar