Sabtu, 22 Oktober 2011

SCHELLEY'S BAR: THE WROUGHTONS

Ini adalah salah satu bagian dari cerita yang gw selama ini ingin banget gw tulis tapi selalu gagal, yaitu Schelley's Bar. Ceritanya tentang kisah hidup seorang cewek yang bernama Jane Schelley, yang memiliki misi untuk mencari dan menemukan kebahagiaan terbesar dalam hidupnya. Ini adalah salah satu bagian dalam cerita tersebut, di mana Jane Schelley, yang baru ditinggal pacarnya karena meninggal dalam sebuah kecelakaan, bertemu dengan sebuah keluarga yang akan mengubah hidupnya untuk selamanya. Siapakah keluarga itu ? Dari mana asalnya ? dan bagaimana keluarga itu mengubah hidup Jane ? Inilah bagian eksklusif dari Schelley's Bar, The Wroughtons.


Longwood Cemetery, London, England


Saat itu... langit berawan di kota London. Matahari tak tampak, warna awannya mendekati gelap. Mulai mendung, tapi tidak hujan. Di kejauhan, di arah timur pemakaman, langit biru masih terlihat, tapi perlahan mulai tertutupi dengan awan. Tepat di atas pemakaman, langitnya berawan, dan hampir mendung. Di sebuah tempat di pemakaman itu, puluhan orang berkumpul, mereka semua memakai pakaian serba hitam, mereka semua berdiri dan duduk mengelilingi sebuah peti mati yang sudah siap untuk dimasukkan ke dalam liang lahat. Peti mati itu terbuat dari kayu berukir yang sangat indah, dengan ukiran tanda salib yang sangat rumit ditambah dengan patung Tuhan Yesus diatasnya. Di samping peti terdapat ukiran Perjamuan Terakhir. Di sisi depan dan belakang peti tidak terdapat ukiran yang mencolok, hanya terdapat ukiran yang ada di pinggiran sisi peti. Peti itu berbentuk kotak panjang, berukuran sekitar panjang 2 meter, lebar 90 cm, dan tinggi 60 cm. Peti itu dibuat oleh sebuah pembuat peti mati yang sangat terkenal di London. Di atas peti itu juga terdapat sebuah karangan bunga berukuran besar dan sebuah kaus American Football. Kostumnya berwarna putih, dengan strip merah di beberapa bagiannya, dan ada tulisan nomor 12 berukuran besar di depannya. Di dalam sebuah tim American Football, nomor ini adalah nomor seorang Quarterback. Orang yang bertugas untuk mengoper bola pada receiver, yang nantinya akan membawa bola sejauh mungkin. Beberapa langkah dari peti mati itu, ada deretan bangku yang ditempati oleh keluarga, teman, dan kerabat dari orang yang wafat ini. Satu diantara mereka adalah seorang gadis yang memakai gaun terusan warna hitam, sepatu high heels hitam, berambut lurus, wajahnya sedikit blasteran antara Inggris-Oriental, dan di lehernya terdapat sebuah kalung salib yang sangat indah. Di tangan kanannya ia memegangi tissue yang sudah basah. Pipinya basah karena air mata yang terus mengucur. Raut wajahnya sudah jelas, menggambarkan kesedihan yang sangat dalam. Matanya memerah, make-up-nya sudah meluntur, juga karena air mata dan keringat yang keluar dari wajahnya selama acara pemakaman berlangsung, kepalanya hanya bisa menunduk, dan sesekali hanya memandangi peti mati yang ada tepat di depannya. Dia tidak memandangi, atau bahkan mendengarkan apa khotbah yang disampaikan oleh pendeta yang berdiri tidak jauh dari peti mati itu. Ia sudah tenggelam sangat, sangat dalam, hingga ke titik yang terdalam. Ya, ia sudah tenggelam. Tenggelam, jatuh ke dalam jurang lautan kesedihan yang dalamnya mungkin hanya Tuhan dan ia yang tahu. Ia sudah tenggelam dalam kesedihan hingga ia tidak memperhatikan apa yang ada yang di sekitarnya. Yang hanya ada dalam pikirannya hanyalah peti mati yang ada di depannya. Peti mati yang berisi orang yang sangat ia cintai. Sangat ia cintai. Pacarnya.

Ya. Orang yang ada di dalam peti mati itu adalah pacarnya.

Ya, pacarnya. Orang yang ada di dalam peti mati itu adalah pacarnya. Orang yang gadis itu cintai selama kurang lebih... satu tahun terakhir. Banyak kenangan yang ia dan orang itu alami, yang sulit dilupakan olehnya. Gadis itu hanya teringat pada kenangan2 itu... dan itulah yang membuatnya tidak memperhatikan apa yang ada di sekitarnya. Itulah yang membuatnya sangat sedih. Sebenarnya, tidak hanya itu yang membuatnya sangat sedih. Tidak hanya itu. Ada hal lain yang membuatnya sangat sedih. Yaitu cara pacarnya meninggalkannya untuk selamanya. Ia tidak meninggal karena penyakit, tapi karena sebuah kecelakaan tragis. Yang bikin gadis itu lebih sedih lagi, adalah ia juga terlibat dalam kecelakaan itu. Tapi dia berhasil selamat. Seperti apa kecelakaannya ? Bagaimana ia bisa selamat, sementara pacarnya tidak ? Let's start the flashback.

Collingwood, 10 hari sebelum pemakaman.


Saat itu malam penuh bintang di Collingwood. Pepohonan rindang ada di sekitar jalan, dan jalanannya cukup sepi. Cahayanya cukup lumayan, ada di beberapa tempat di jalanan itu. Di sisi kanan jalan terdapat tebing yang cukup tinggi, dan di sisi kiri jalan terdapat tanah lapang yang cukup luas, dengan pepohonan rindang dan tinggi ada beberapa meter dari tanah lapang itu. Saat itu sebuah mobil Audi A6 berwarna hitam sedang melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi dari sebuah tempat di Berkshire menuju kembali ke London. Karena jalanannya sepi, maka si sopir bisa mengemudikan mobil itu sekencang mungkin. Di dalam mobil itu ada si gadis ini dan pacarnya. Mereka baru saja pulang dari sebuah acara jalan2 yang mengasyikkan di Berkshire. Sambil mengemudi, si pacar gadis ini memutar musik, untuk membuat pacarnya senang, karena dia lupa membawa alat pemutar musik kesayangannya. Lagu2 yang diputar lumayan banyak dan berasal dari berbagai genre. Pokoknya, demi membuat si gadis ini senang. Ketika dia sedang asyik mendengarkan musik sambil mengemudikan mobil itu, tiba2 pacar gadis itu melihat seekor rusa sedang menyeberang jalan. Si pacar itu yang kaget langsung membanting setir ke kiri, menghindari rusa itu, dan mobil itu langsung menabrak sebuah pagar pembatas jalan dan terlempar ke tebing yang ada di seberangnya, kemudian melintir beberapa kali, dan mobil itu berhenti di tengah jalan. Bagian depan dan bagian belakang mobilnya rusak, airbag mengembang di bagian dashboard mobil, dan kedua orang yang ada di dalam mobil itu selamat. Mereka baik2 saja, hanya saja mereka berdua shock. Setelah lima-sepuluh menit mereka terdiam, keduanya langsung berniat untuk keluar dari mobil itu. Hanya saja... ketika mereka akan keluar, sebuah truk tronton datang dengan kecepatan yang cukup tinggi. Keduanya pun langsung panik dan berusaha secepat mungkin untuk keluar dari mobil itu. Hanya saja, seat belt mereka masih mengunci. Gadis itu dan pacarnya berusaha untuk membuka seat belt-nya secepat mungkin, namun seat belt-nya macet. Tapi si gadis itu akhirnya berhasil membuka seat belt-nya. Ia lalu memeriksa kondisi pacarnya. Ternyata seat belt pacarnya masih macet, sehingga gadis itu harus membantunya untuk membuka seat belt-nya. Namun usahanya tidak berhasil. Waktu semakin menipis, truk itu semakin mendekat, dan mulai membunyikan klaksonnya, karena supirnya tahu kalau ada orang di dalam mobil itu. Keputusan pun harus diambil dengan cepat. Akhirnya, sang pacar memutuskan untuk menyuruh gadis itu keluar lebih dulu dari mobil. Awalnya si gadis ini menolak, karena ia tidak mau melihat pacarnya celaka. Tapi pacarnya kemudian memaksa gadis itu untuk keluar dari mobil, dan berjanji bahwa ia akan keluar dari mobil itu secepatnya, dengan usahanya sendiri, dan akan langsung menemuinya. Akhirnya, gadis itu keluar dari mobil, dan langsung berlari ke pinggir jalan. Sementara itu, si pacar masih berusaha untuk membuka seat belt-nya, selang sepuluh detik kemudian, ia berhasil membuka seat belt-nya. Tapi sialnya... truk tronton itu sudah berjarak sepersekian detik dari mobilnya. BRAAAAAKKKKKK!!!!!!!!! truk tronton itu langsung menabrak mobil itu dengan sangat keras, dan menyeretnya hingga 50 meter dari tempat terjadinya tabrakan. Truk tronton itu sudah tidak bisa dikendalikan lagi, karena remnya blong, dan kecepatannya yang terlanjur tinggi. Ketika tabrakan itu terjadi, gadis itu hanya bisa melihat dari pinggir jalan sambil berharap kondisi pacarnya baik2 saja. Pada akhirnya, tebing yang berdiri di pinggir jalan yang menghentikan truk tronton itu, yang masih melaju kurang lebih 40 meter setelah menyeret mobil Audi itu ke tebing. Supir truk itu baik2 saja, hanya saja ia mengalami luka yang cukup parah. Setelah kecelakaan itu berakhir, gadis itu perlahan mendekati mobil Audi yang ditumpangi pacarnya, untuk memeriksa keberadaan pacarnya. Sampai di depan mobil itu, gadis itu melihat sebuah pemandangan yang mengerikan. Pacarnya sudah tidak berdaya dengan darah yang bersimbah di hampir seluruh kepalanya. Lukanya cukup banyak. Airbag yang ada di depannya penuh dengan darah, dan ia tidak sadarkan diri. Gadis itu lalu menarik pacarnya yang tak berdaya itu keluar dari mobil dan memeriksa kondisinya. Ia lalu mencari handphone untuk menghubungi rumah sakit terdekat. Ketika ia sedang mencari handphone itu, secara tiba2 pacarnya tersadar, namun kondisinya sudah sangat lemah. Ia berusaha untuk berbicara pada gadis itu, tapi suaranya tidak jelas dan terbata-bata. Gadis itu tidak bisa mendengarkan suaranya, tapi dia tahu kondisi pacarnya yang sudah sangat lemah. Ia sangat khawatir dengan apa yang akan terjadi berikutnya pada pacarnya. Air matanya mulai keluar, dan dia berusaha untuk meminta pacarnya bertahan sebisa mungkin, sambil menunggu pertolongan datang. Tapi ia tidak bisa bertahan lama. He closed his eyes... dan gadis itu semakin panik. Dia pun langsung melanjutkan pencarian handphone-nya. Ia mencari hingga ke dalam mobilnya. Akhirnya, ia menemukan handphone-nya tergeletak di lantai mobil. Ia langsung mengambilnya dan menghubungi rumah sakit. Sambil dia menunggu sambungannya, dia memeriksa kondisi pacarnya. Secara tidak sengaja kemudian ia memegang pergelangan tangannya dan merasakan sesuatu yang berbeda pada tangannya. Rasanya dingin sekali. Karena penasaran, gadis itu lalu memegangi tangannya dan mendekatkan pergelangan tangannya ke telinganya, untuk dapat merasakan denyut nadinya. Denyut nadinya tidak ada. Semakin lama, pergelangan tangannya semakin dingin. Gadis itu pun kemudian menjatuhkan tangan pacarnya, dan lalu duduk bersandar di tebing. Dia sudah tahu apa yang terjadi dengan pacarnya. Pacarnya sudah tiada. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh gadis itu selain menangis. Di tengah tangisannya itu, ia menghubungi rumah sakit. Dia melaporkan apa yang terjadi, dan terdengar balasan dari rumah sakit bahwa sebuah ambulans akan segera dikirimkan. Gadis itu lalu mengucapkan terima kasih dan lalu mematikan teleponnya. Gadis itu lalu hanya menangis... hingga kemudian bunyi sirene ambulans muncul, tanda ambulans datang, 30 menit kemudian. Ia pun kini bisa pulang... bersama pacarnya yang kini hanya tinggal nama.

Longwood Cemetery, London, England, 10 hari kemudian.


Kembali lagi ke tempat pemakaman itu. Gadis itu masih menangis, dan seperti yang tadi saya katakan sebelumnya, ia masih tenggelam dalam kesedihannya. Saat itu khotbah pendeta sudah berakhir, dan sekarang saatnya untuk lagu2 pujian. Di tangan kiri gadis itu terpegang buku liturgi ibadah pemakamannya. Ia tidak membuka buku itu. Ia bahkan tidak bernyanyi. Ia sedang tidak dalam kondisi terbaik untuk bernyanyi. Kesedihannya yang terlalu dalam membuat ia tidak bisa berkata apa2. Ia hanya diam saja, sambil membiarkan air matanya yang keluar terus-menerus. Sesekali ia menyeka matanya, dan setelah ia menyekanya, ia melihat kalau make-up-nya sudah meluntur lagi. Tapi ia diam saja. Ia membiarkan make-up-nya meluntur dan berantakan dengan gampangnya. Kesedihan yang dialaminya membuatnya tidak memikirkan apapun. Padahal biasanya, gadis ini selalu memperhatikan dengan detail semua penampilannya dan tidak mau membiarkan dirinya berantakan. Tapi hari itu, tidak. Ia sama sekali tidak mempedulikan apapun. Ia tidak peduli dengan apa yang ada di sekitarnya, ia tidak peduli tentang penampilannya, ia tidak peduli dengan kepribadian dan sikapnya, ia tidak peduli tentang di mana ia sekarang... pokoknya, ia tidak peduli dengan segalanya. Yang hanya ia pedulikan adalah perasaannya, kesedihannya, dan peti mati yang ada di depannya. Dalam hatinya, "kalau misalnya bunuh diri itu boleh, aku ingin mati hari ini juga..." see ? dalam diri gadis ini, dia sudah putus asa. Dia sudah kehilangan segalanya... padahal baru pacarnya yang mati. Tapi masalahnya memang, dia ini sangat sayang pada pacarnya dan dia sangat cinta pada pacarnya. Selain itu juga, pacarnya juga selalu memberinya perhatian yang lebih dan intensif padanya. Sekarang semua sudah tidak ada. Gadis itu sudah kehilangan orang yang paling dia cintai. It's lost, and seems like, there's no hope for her.

Selang beberapa menit kemudian, acara pemakaman itu berakhir. Semua orang yang ada di tempat itu mulai meninggalkan tempat itu. Rencananya, segera setelah semua orang pergi, jenazah akan dikebumikan, dengan disaksikan oleh pihak keluarga. Gadis itu tidak termasuk dalam orang2 yang boleh melihat prosesnya, sehingga dia lebih memilih untuk pergi. Dia pun berdiri, membuang tissue-nya, dan mengambil tas tangannya. Buku liturginya ia juga bawa, dan dia memegangnya di tangan kiri. Tas tangannya ada di tangan kanannya. Wajahnya sudah sangat berantakan. Make-up-nya sudah luntur, dan itu bisa terlihat dari bubuknya yang sudah tercampur air dan meluber ke pipinya. Cemong, istilahnya. Air matanya sudah berhenti keluar dan sekarang ia sedang berusaha untuk tidak mengeluarkannya lagi. Dia sekarang sudah mulai mencoba untuk tegar, karena dia sudah tahu kalau pacarnya tidak akan kembali. Tapi, sebagai salam perpisahan untuk pacarnya yang ia sayangi, setelah beberapa langkah ia berjalan, ia melihat ke belakang, melihat peti itu sekali lagi, dan melihat tulisan nama yang tertulis di patok penunjuk makamnya, yang merupakan nisan sementara dari makam itu. Dia melihat sebuah nama yang tertulis dengan besar di situ, "JAMES CRAWFORD DEAN GRAY" dan tulisan yang di bawahnya, "21 November 1983 - 19 Januari 2004" yang merujuk pada tanggal lahir dan tanggal wafatnya. Gadis itu memandangi peti dan tulisan nama itu dengan muka yang sedih. Setelah ini, ia akan benar2 berpisah dengan pacarnya, untuk selamanya. Dalam hatinya, ia berkata, "Selamat jalan, sayang... aku cinta kamu. Semoga kamu baik2 saja di sana..." dan tak lama kemudian, seorang wanita mendatanginya. Dia memakai kemeja berenda hitam, rok panjang selutut hitam, dan sepatu hitam. Di kepalanya, ada hiasan yang juga berwarna hitam. Di tangan kanannya ada tas tangan warna hitam. Umurnya lebih tua daripada gadis itu. Ia berkata pada gadis itu, "Jane, ayo saatnya kita pulang..." dan gadis itu lalu menuruti apa kata wanita itu, ia lalu menoleh kembali ke depan, sambil sedikit menunduk, dan lalu melangkahkan kakinya untuk kembali berjalan mendekati wanita itu. Wanita itu lalu merangkulnya, dan keduanya lalu pergi bersama-sama dari tempat itu. Selang 10 menit kemudian, jenazah dikebumikan.

Gadis itu bernama Jane Schelley, dan wanita itu adalah ibunya, Anna Shealton. Sementara pacarnya itu, namanya sudah diberitahukan, yaitu James Crawford Dean Gray alias Dean Gray. Cerita berikutnya akan menceritakan tentang kehidupan Jane, bagaimana ia bisa bertahan dan keluar dari kesedihannya yang dalam, dan berusaha untuk menjalani hidupnya di masa depan. Akan ada seseorang yang akan membantu Jane untuk keluar dari kesedihannya. Siapa dia ? Tunggu bagian berikutnya.

Di bagian berikutnya, akan diceritakan tentang perkenalan Jane Schelley dengan sebuah keluarga baru yang kelak akan mengubah hidupnya. Siapa keluarga itu ? Tunggu bagian berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar