Selasa, 27 September 2011

FANFICTION 7 ICONS (part 16d)

Remember, it's just a Fanfiction.
Adrian kini sudah dapat saran dari ayahnya apa yang harus ia lakukan. Tinggal Adrian yang melakukan saja apa yang akan ia lakukan, apa yang akan ia pilih. Untuk sementara, jalan tengah yang dipilih oleh Adrian. Ia akan tetap menjalani misinya dan tetap menjadi pacar yang baik untuk Wenda pada waktu2 tertentu. Ayahnya juga berpesan, selama masih bisa terkontrol dengan baik, jalani saja, dan usahakan agar jangan ketahuan. Adrian pun mengerti dan kini, ia punya semangat baru untuk melanjutkan sekaligus mengakhiri misinya, yang memang sudah mendekati taraf akhir. Hanya tinggal beberapa kali simulasi dan tes akhir, setelah itu... selesai.
DAY 25
Semuanya sudah siap untuk simulasi pertama menjelang tes akhir. Anak2 7 Icons sudah siap dan Adrian pun juga siap dengan alat2nya. Beberapa alat khusus dibawa oleh Adrian untuk membuat simulasi ini menjadi seperti kondisi yang sebenarnya. Ada alat perekam khusus, pemutar CD khusus, speaker berukuran sedang, beberapa buah kursi, sebuah alat khusus untuk menimbulkan efek penonton, laptop, camcorder, alat khusus untuk mendengarkan suara anak2 7 Icons, lengkap dengan headset-nya, dan beberapa alat lain yang semuanya bukan alat2 sembarangan. Semua alat2 itu dipasang di ruang latihan dance, dan itu membuat ruang latihan dance menjadi sedikit penuh sesak dengan barang. Tapi masih ada tempat cukup untuk anak2 7 Icons bergerak di ruangan itu. Ruang latihan dance juga luas... luasnya hampir sama dengan ruang latihan vokal, jadi cukup untuk menampung semua barang2 mahal ini. Adrian sendiri yang memasangkan alatnya dua jam sebelum simulasi dimulai, bahkan sebelum latihan dimulai, membuatnya harus melewatkan jam pelajaran terakhir agar dia bisa punya waktu yang panjang untuk mempersiapkan semua peralatan yang akan digunakan. Simulasi ini akan dilakukan sebanyak tiga kali, dan setelah simulasi itu selesai, hanya tinggal menunggu waktu saja untuk tes akhirnya, yang tempatnya masih Adrian rahasiakan. Setelah semua alat2nya dipasang dan dites, simulasi pun dimulai. Simulasinya hanya menyanyikan lagu Playboy saja, sementara untuk lagu2 yang lain, itu masih harus dilatih di ruang latihan vokal dan akan menyusul nanti. Lagipula, konsentrasi latihan ini kan sebenarnya tentang lagu Playboy, jadi lagu ini dulu yang akan diprioritaskan untuk simulasi.
Para personil 7 Icons pun lalu berdiri di panggung yang sudah ada dan kemudian mereka beraksi di panggung buatan itu. Kesannya jadi seperti tampil di atas panggung sungguhan. Mereka bernyanyi, dan menari seperti biasa, dengan semua perubahan yang dulu Adrian buat pada mereka. Adrian pun kagum melihat mereka yang sudah tampil dengan sangat keren dan enerjik seperti dulu. Setelah simulasi itu selesai, Adrian langsung bertepuk tangan dan memberi penilaian. Sesudah itu, ia mengajak anak2 7 Icons untuk melihat hasil rekaman simulasinya, sambil beristirahat. Simulasi lalu diulangi beberapa kali lagi setelah istirahat itu, tetap dengan lagu yang sama dan tampilan yang sama. Simulasi itu mereka lakukan sebanyak lima kali, dan setelah itu, Adrian memberikan beberapa kesimpulan soal simulasi itu dan memberi penilaian terhadap anak2 7 Icons secara keseluruhan. Hasilnya semuanya memuaskan, dan Adrian hanya tinggal memperbaiki lagi apa yang kurang pada hari berikutnya. Simulasi tahap pertama pun berakhir.
DAY 26
Hari itu latihan vokal namun berlangsung santai. Anak2 7 Icons hanya berlatih bernyanyi seperti biasa, namun dengan trik yang unik. Semua anak2 7 Icons melakukan latihannya sambil melihat ke arah jendela. Yang dilakukan Adrian adalah membuka semua jendela ruangan dan anak2 7 Icons bernyanyi menghadap ke arah jendela. Jaraknya sudah diatur, 1 meter dari jendela. Di situ, nanti anak2 7 Icons akan menyanyikan semua lagu yang sudah dilatihkan sambil melihat ke arah laut. Tujuannya, biar lebih santai dalam berlatih. Nyanyinya benar, tapi kondisinya dibuat santai, karena mereka menghadap ke laut. Selain bernyanyi, mereka juga berlatih vokal juga, mulai dari pengaturan napas hingga pengambilan suara. Adrian ingin suara mereka bisa terdengar hingga ke laut, jadi Adrian ingin agar mereka bernyanyi secara lepas dan rileks. Hasilnya bagus, mereka semua bisa bernyanyi dengan lepas dan santai. Meskipun... angin laut yang kencang membuat anak2 7 Icons sedikit terganggu karena mereka sering terkena tirai jendela. Itu yang kemudian membuat Adrian jadi sedikit kerepotan untuk mengikat semua tirai jendela itu karena anginnya sangat kencang. Tapi itu hanya berlangsung beberapa saat sehingga tidak mengganggu latihan secara keseluruhan. Setelah dua jam latihan, Adrian memanfaatkan satu jam terakhir untuk berlatih sedikit mengenai koreografi. Koreografinya adalah hanya berputar-putar seperti berdansa waltz. Adrian ingin membuat mereka lebih mengeluarkan lagi suara dan vokal mereka, dan mereka melakukan ini sambil bernyanyi. Nggak bikin pusing kok, tapi lama-kelamaan ya. Pada saat itulah Adrian meminta mereka untuk berhenti. Adrian lalu membuat beberapa gerakan pemanasan buat mereka, untuk melatih pengaturan napas mereka. Ini tidak seperti di latihan2 vokal sebelumnya, karena ini adalah gerakan2 baru untuk latihan tingkat lanjut. Gerakannya sama sekali baru dan tujuannya adalah untuk membuka lebih banyak lagi aliran udara untuk pernapasan. Adrian mempelajari gerakan ini dari guru vocal group-nya ketika SMP. Latihan itu sendiri dipenuhi dengan canda tawa. Anak2 7 Icons belum pernah mendapat latihan yang seperti ini, dan latihan ini juga sangat unik. Mereka pun hanya bisa tertawa. Setelah latihannya selesai, Adrian memberitahukan pada anak2 7 Icons untuk mempersiapkan diri untuk simulasi kedua. Simulasi ini akan dilakukan di tempat yang sama, namun dengan cara yang berbeda. Adrian tidak memberitahukan seperti apa bentuknya, ia hanya meminta anak2 7 Icons untuk bersiap-siap.
DAY 27
Simulasi lagi... dan kali ini susunannya berbeda. Kalau kemarin hanya lagu Playboy saja, maka sekarang yang akan dilakukan adalah simulasi untuk lagu2 lain. Mulai dari Jealous hingga Tahan Cinta. Simulasinya dilakukan satu per satu dan dilakukan dua kali per lagu. Meskipun nanti di tes akhir lagu2 ini nggak dipakai, tapi Adrian ingin melihat apakah perbaikan yang sudah dilakukan sudah bagus atau belum, sekaligus apakah anak2 7 Icons sudah siap untuk tampil dengan membawakan lebih dari satu lagu. Sistemnya seperti simulasi sebelumnya, hanya saja kali ini ada beberapa perubahan. Tapi itu semua tidak mempengaruhi aksi anak2 7 Icons di simulasi itu. Semuanya berjalan baik dan normal seperti biasanya, dan malah lebih keren dari biasanya. Lagi2 Adrian kagum dibuatnya. Ia jadi merasa sangat senang dan puas, karena semuanya berjalan dengan sangat baik dan anak2 7 Icons berhasil melewati semua simulasi itu dengan sangat baik. Melihat semua progres yang ada, Adrian bisa menyatakan kalau anak2 7 Icons sudah siap untuk ikut tes akhir. Untuk hari2 berikutnya, latihan akan dibuat sangat santai dan hanya mengulang semua yang sudah dilatihkan. Sebelum mengakhiri simulasi, Adrian memberitahukan pada anak2 7 Icons untuk mempersiapkan baju olahraga untuk besok. Itu karena Adrian akan mengajak anak2 7 Icons untuk berolahraga pagi lagi seperti dulu. Belakangan ini karena sibuk, Adrian tidak bisa meluangkan waktu untuk berolahraga pagi bersama anak2 7 Icons. Padahal, acara olahraga pagi itu seharusnya adalah agenda rutin dalam masa training. Tapi karena waktunya nggak ada, agenda itu tak bisa terlaksana. Rencananya besok, Adrian dan anak2 7 Icons akan kembali berolahraga pagi. Lumayan lah, untuk menikmati udara kota di pagi hari yang segernya minta ampun. Adrian meminta mereka untuk bersiap-siap sepagi mungkin besok.
Sepulang dari flat... Adrian mendapat sebuah pesan BBM. Siapa lagi yang mengirimnya kalau bukan Wenda. Wenda saat itu sedang dalam perjalanan untuk latihan bersama teman2nya. Dia bilang kalau besok ada waktu kosong, dan Wenda ingin mengajak Adrian untuk jalan bareng lagi. Adrian pun senang dan ia pun langsung menerima ajakan Wenda. Keduanya berjanji untuk datang jam 7 malam dan bertemu di tempat biasa, Taman Bung Karno. Bedanya, kalau dulu mereka ketemu di Air Mancur Washington dan Taman Berkuda Louis XIV, maka sekarang tempat mereka bertemu adalah di Heroes Park. Taman Pahlawan Nasional. Mereka pun sepakat untuk bertemu di tempat itu dan jalan2 bareng seperti biasa.
Setibanya di rumah, Adrian mendapati ayahnya sedang memasukkan bahan2 makanan yang ia beli dari sebuah hypermarket. Ia baru saja berbelanja bahan makanan besar2an. Di dapur ada beberapa kantong plastik yang berserakan dan bahan makanan yang bertebaran di meja. Adrian pun jadi kaget melihat bahan makanan yang banyak sekali jumlahnya ada di dapur itu. Ia berpikiran kalau ayahnya ingin membuat sebuah acara makan besar dengan teman2 kerjanya. Ia pun kemudian bertanya pada ayahnya.
Adrian: Yah, ini kok... bahan makanannya banyak banget ? Ayah mau makan besar dengan teman kerja Ayah ya ? Atau dengan tetangga ?
Harry: Nggak kok, Adrian... tadi pagi Ayah mendapati kalau persediaan bahan makanan kita sudah mulai menipis. Jadi Ayah memutuskan untuk berbelanja.
Adrian: Ayah belanja lagi ? Bukan dulu sudah ?
Harry: Tapi persediaan bahan makanan kita menipis dengan cepat. Mau tidak mau Ayah harus belanja.
Adrian: Oh, begitu... terus soal pekerjaan Ayah ?
Harry: Ayah lagi nggak ada kerjaan kok. Hari ini Ayah hanya masuk kantor dan lalu keluar lagi untuk ngobrol2 dengan teman bisnis Ayah, lalu kembali lagi ke kantor. Tidak ada kegiatan lain... kalau kamu bagaimana ? Training-nya berjalan baik ?
Adrian: Tinggal beberapa langkah lagi menuju tingkat akhir... semuanya berjalan baik kok. 7 Icons dalam waktu dekat bisa siap untuk tampil lagi. Tapi masih ada beberapa tes untuk memastikannya.
Harry: Oh, bagus kalau begitu. Oh, ya Adrian... bisakah kamu bantu Ayah memasukkan barang2 ini ke dalam tempat penyimpanan ? Saya sudah mengaturnya, tinggal kamu yang memasukkan.
Adrian: Oke, Yah... (lalu berjalan menuju tempat Ayahnya)
Harry: Tapi tunggu dulu. Kamu lebih baik ke kamar dulu dan ganti pakaian. Tidak enak kalau kamu pakai pakaian seperti ini. Besok kamu harus pakai seragam ini lagi kan ?
Adrian: Oh iya... baiklah, Yah... aku ke kamar dulu...
Harry: Oke, I'll waiting...
Adrian lalu pergi menuju kamarnya dan sesampainya di sana, ia berganti pakaian. Kemudian ia keluar lagi dari kamarnya dan kembali lagi ke dapur. Ia lalu membantu ayahnya memasukkan bahan2 makanan yang tadi ayahnya beli ke dalam lemari. Semuanya sudah diatur. Untuk makanan instan ada tempatnya sendiri, untuk makanan kaleng ada tempatnya sendiri, sayur2an ada tempatnya sendiri... semuanya punya tempat sendiri. Jadi, dapurnya itu teratur, bersih, dan rapi. Setelah membereskan dapur, Adrian langsung kembali ke kamarnya dan mencatat semua yang terjadi saat simulasi tadi. Sesudah itu, dia mempersiapkan pakaian yang akan ia pakai untuk jalan2 dengan Wenda besok malam. Adrian sudah nggak sabar untuk jalan2 bareng dengan pacarnya itu, namun ia harus tetap berhati-hati.
DAY 28
Pagi itu anak2 7 Icons sudah berkumpul di kompleks Olimpiade. Mereka semua memakai pakaian olahraga, seperti yang Adrian minta. Mereka hanya tinggal menunggu Adrian datang. Saat itu jam lima pagi dan sudah ada beberapa orang yang mulai berolahraga di sana. Tapi mereka nggak perlu menunggu lama, karena beberapa saat kemudian, datanglah Adrian, yang memakai kostum Manchester City terbaru. Dia datang sambil membawa tas yang sangat besar. Di dalam tasnya inilah tersimpan beberapa peralatan yang akan ia gunakan untuk olahraga pagi ini. Adrian lalu mengajak anak2 7 Icons untuk berlari bersama di trek atletik. Tapi sebelum mereka lari, Adrian memasang sebuah alat khusus di pergelangan tangan setiap personil. Alat itu seperti jam tangan tapi bukan gelang Power Balance. Itu adalah alat khusus untuk mengukur detak jantung, kecepatan lari, kondisi fisik, dan juga pengukur waktu. Semua alat itu terhubung dengan sebuah alat khusus yang berbentuk seperti iPhone tapi bukan berupa iPhone. Alat itu adalah pusat pengendali dari alat2 yang ada di tangan itu. Semua informasi yang dibutuhkan Adrian soal kondisi anak2 7 Icons ada di alat itu. Alat ini katanya pernah dipakai oleh ofisial klub Bayern Munchen untuk memeriksa kondisi pemain2nya sebelum latihan dimulai. Tujuannya untuk menentukan apakah pemain ini bisa latihan penuh atau tidak. Semua informasinya lengkap sehingga alat ini direkomendasikan untuk yang suka latihan fisik. Kini, Adrian juga memakainya, tapi ini tidak ia beli, namun ia pinjam dari temannya yang merupakan seorang pelatih fisik. Setelah semua alat2nya dipasangkan, Adrian pun langsung berlari dengan kencang, dan itu membuat anak2 7 Icons pun sedikit kebingungan. Ini adalah trik Adrian untuk memancing agar anak2 7 Icons mau ikut lari. Setelah lama kebingungan, akhirnya anak2 7 Icons pun mengerti maksud Adrian dan mereka pun ikut berlari. Mereka langsung tancap gas mengejar Adrian yang sudah berada setengah meter dari mereka, dan kemudian mereka berlari bersama dengan jarak yang cukup dekat dengan Adrian. Mereka berusaha menjaga jarak dengan Adrian, kurang lebih satu meter, dan menjaga kecepatan lari mereka, agar nggak cepat capek. Adrian dan anak2 7 Icons berlari kurang lebih 10 putaran, dan setiap kali mereka melewati garis start, Adrian selalu memeriksa keadaan anak2 7 Icons yang ada di belakangnya. Dia hanya tinggal melihat alat pemeriksanya sambil berlari. Just simple as that. Dan ketika waktunya sudah mau habis, Adrian langsung berbalik dan berlari mundur sambil memberitahukan pada anak2 7 Icons waktu jogging-nya sudah habis, dan memberi kode satu putaran terakhir. Setelah itu dia berbalik dan jogging lagi seperti biasa. Anak2 7 Icons yang mengetahui kode itu pun langsung ngobrol sambil lari. Mereka berencana untuk balap lari di 100 meter terakhir, dengan mengambil finish di depan tiang bendera yang kebetulan ada di depan garis start. Semuanya setuju dan mereka pun langsung berlari dengan sangat pelan, mereka memperlambat kecepatan larinya, untuk mengumpulkan tenaga agar mereka bisa lari kencang 100 meter... tapi mereka tetap berada di belakang Adrian. Begitu mereka sudah berada di tempat yang mereka maksud, titik 100 meter terakhir, mereka langsung mempercepat lari mereka, melewati Adrian, dan balapan lari hingga mencapai tempat finish yang sudah mereka tentukan. Adrian tentu saja jadi kaget melihat anak2 7 Icons yang tiba2 jadi gila dan langsung berlari sekencang2nya menuju garis finish. Ia pun lalu berhenti dan hanya bisa menggeleng2kan kepalanya saking kagetnya. Anak2 7 Icons hanya tertawa2 saja melihat Adrian dan juga kegilaan mereka tadi. Pada akhirnya, tidak ada yang menang. Mereka tidak sempat melihat siapa teman mereka yang melewati garis finish lebih dulu. Toh, mereka memang tidak mencari pemenang. Yang penting kegilaan dan kekompakan mereka. Itu yang mereka pentingkan. Nothing else. Adrian sendiri juga sangat senang melihat kebersamaan dan kekompakan mereka hari itu. Adrian pun menghampiri mereka dan lalu sedikit mengomentari soal niat mereka untuk sedikit menggila saat putaran terakhir tadi, sambil memeriksa kondisi mereka dengan cara membaca data yang sudah tersedia di alatnya. Adrian mendapati kalau anak2 7 Icons berada dalam kondisi yang cukup baik dan bisa dikatakan cukup sehat. So, bisa dikatakan mereka sudah dalam kondisi yang siap untuk bisa tampil dalam waktu yang lama dan dalam jadwal yang padat. Asalkan bisa jaga kondisi saja... setelah semuanya diperiksa, karena waktunya yang sudah menipis, Adrian dan anak2 7 Icons langsung berganti pakaian dan pergi ke sekolah. Mereka harus masuk ke sekolah jam setengah delapan pagi.
Di sekolah, ketika jam istirahat, seperti biasa Adrian datang ke kantin untuk bertemu dengan anak2 7 Icons. Tapi dia mendapati ada banyak orang yang berkumpul di depan TV. Kebanyakan mereka ini cowok. Tentu saja ini membuat Adrian penasaran. Ia pun kemudian ikut bergabung dengan kerumunan orang2 itu untuk mencari tahu apa sih yang sedang mereka lakukan. Ternyata mereka semua sedang menonton sebuah berita di TV, yang mengabarkan tentang kedatangan trofi bersejarah dalam sejarah sepakbola dunia, yaitu trofi Piala FA. Trofi itu datang hari ini dan akan langsung dipamerkan di sebuah pameran besar yang pernah ada dalam sejarah Indonesia, yaitu Indonesia Universal Exposition. Nanti saya akan ceritakan soal pameran ini. Trofi ini rencananya akan dipamerkan selama dua minggu, dan setiap orang yang datang ke paviliun Inggris akan dapat kesempatan untuk dapat berfoto bersama trofi ini. Mengetahui berita itu, Adrian pun langsung jadi berminat ingin datang ke sana. Sebenarnya ia berniat untuk berkunjung ke pameran besar itu saat liburan nanti, karena ia ingin menjelajah semua paviliun yang ada di sana (tempat pamerannya sangat luas), tapi dengan adanya trofi Piala FA ini... dia pun mengubah rencananya dan berniat ingin mengunjungi pameran itu lebih cepat dari jadwal sebelumnya. Kebetulan dia punya uangnya untuk bisa pergi ke sana, jadi dia nggak perlu khawatir.
Siang harinya... Adrian dan anak2 7 Icons kembali ke flat untuk berlatih seperti biasa. Hanya saja, sampai di flat, Adrian baru sadar kalau di dalam buku agendanya, hari itu tidak ada latihan. Karena semua simulasi sudah dilakukan dan hasilnya sukses, maka untuk hari itu latihan ditiadakan dan diganti dengan acara santai. Tujuannya adalah untuk membuat anak2 7 Icons bisa lebih santai sebelum melakukan tes akhir. Akhirnya, untuk hari itu, acaranya hanya ngobrol2 saja. Ngobrolnya macam2, mulai dari kesan2 selama masa training, evaluasi simulasi, hingga ngobrolin soal kegiatan di sekolah dan rencana akhir pekan nanti. Ternyata tidak hanya Adrian yang ingin pergi ke Indonesia Universal Exposition. Anak2 7 Icons juga berniat ingin berkunjung ke pameran besar itu. Rencananya, mereka akan datang pada hari Sabtu nanti, dan mereka ingin pergi ke sana sepulang sekolah. Jadi, mereka nggak akan ikut latihan pada hari Sabtu. Mereka juga sekaligus minta izin karena mereka nggak bisa ikut latihan hari Sabtu. Adrian sendiri memperbolehkannya, karena kebetulan juga Adrian mau siap2 untuk jalan ke Indonesia Universal Exposition setelah pulang sekolah, jadi kondisinya memang tidak memungkinkan untuk menggelar latihan. Apalagi, Adrian punya agenda khusus di acara pameran itu, yaitu berfoto bersama trofi Piala FA. Adrian yakin kalau nanti acaranya bakalan ramai banget, jadi Adrian sudah harus mulai bersiap-siap dari siang hari, jauh sebelum sesi foto dimulai. Tujuannya, biar dia dapat giliran foto lebih dulu. Ketika mereka sedang asyik ngobrol bareng, tiba2 Blackberry Adrian berbunyi. Ada yang menelepon ke nomornya. Adrian pun langsung membawa Blackberry-nya dan keluar dari ruangan. Ia pun meninggalkan anak2 7 Icons yang saat itu sedang asyik ngobrol2. Setelah diperiksa, ternyata yang menelepon adalah Wenda. Dia menelepon untuk menanyakan kabar Adrian sambil juga memberitahukan tujuan jalan2 buat nanti malam. Adrian menerima teleponnya di luar ruangan, bersandar di tembok ruang latihan dance, berjarak beberapa meter dari pintu ruang latihan vokal. Mereka ngobrol dengan santai dan cukup lama, seperti biasanya. Wenda kini nggak perlu sembunyi2 untuk ngobrol, karena saat itu dia sedang sendirian dan ada di rumahnya. Sementara Adrian sendiri... sebenarnya dia berada di kondisi yang bisa saja cukup membahayakan... bisa saja ada salah satu personil 7 Icons yang memergokinya. Dan benar saja... beberapa menit kemudian, Gc keluar dari ruang latihan vokal untuk pergi ke WC. Ketika Gc keluar, dia melihat Adrian sedang ngobrol2 santai dengan seseorang di balik telepon. Gc tidak mengenal orang yang ada di balik telepon Adrian itu, tapi dia menangkap sesuatu yang tidak biasa dari Adrian, di mana beberapa kali Adrian mengucapkan sesuatu... yang biasanya diucapkan oleh orang yang sudah pacaran. Gc sendiri pura2 tidak tahu, tapi dia mendengar semuanya. Keahlian Gc sebagai mata2 dan informan di sekolah membuat dia bisa menangkap semua yang ia dengar dari Adrian itu dengan cukup baik. Adrian sendiri hanya santai2 saja, namun dia juga sepertinya awas. Dia memperhatikan gerak-gerik Gc yang sepertinya juga memperhatikan dirinya, sambil juga berbicara pada Wenda di telepon. Tidak beberapa lama, Gc pun melangkah menuju WC. Adrian pun selamat, tapi satu hal yang tidak ia ketahui, Gc sudah menyimpan semua informasi yang ia dapat dari pembicaraan teleponnya itu. Mungkinkah akan timbul kecurigaan ?
Malam harinya, setelah pulang dari flat, Adrian datang lagi ke Taman Bung Karno. Sesuai perjanjian dengan Wenda, mereka akan bertemu di Heroes Park, Taman Pahlawan Nasional. Taman ini letaknya di utara taman. Taman ini cukup luas, ada sebuah pelataran besar dan di depannya ada sebuah bangunan yang bentuknya kurang lebih seperti percampuran antara Lincoln Memorial dan Arc de Triomphe. Di dalam bangunan itu terpajang patung2 dan lukisan para Pahlawan Nasional Indonesia, lengkap dengan prasasti dan tempat untuk menaruh karangan bunganya. Di tengah bangunan itu, di bagian dalamnya, terdapat sebuah patung besar yang menggambarkan perjuangan para pahlawan menghadapi penjajah. Di belakang patung itu terdapat sebuah fresco yang menggambarkan perjuangan bangsa Indonesia menghadapi penjajah. Di bawah fresco itu tertulis nama2 Pahlawan Nasional Indonesia, berdasarkan tahun pengangkatannya. Di atas patung itu, ada sebuah atap kaca yang setiap tanggal 10 November akan memantulkan cahaya masuk ke dalam patung dan sekitarnya, dengan jarak 10 meter dari patung. Selain terdapat patung dan lukisan Pahlawan Nasional, juga terdapat tembok khusus, yang terdapat di sayap kiri dan sayap kanan bangunan, yang dikhususkan untuk mengenang para pahlawan tak dikenal. Bisa disimpulkan, bangunan di Heroes Park ini adalah untuk mengenang para pahlawan. Setiap tanggal 10 November, taman ini pasti akan menjadi salah satu taman yang banyak dikunjungi oleh para keluarga pahlawan, selain juga TMP Kalibata. Setiap hari juga banyak orang yang datang untuk mengunjungi bangunan ini, ada yang memberi penghormatan, atau hanya sekedar melihat-lihat arsitektur bangunannya yang bergaya klasik. Di depan bangunan ini terdapat pelataran yang cukup luas, yang bisa dipakai sebagai tempat upacara Hari Pahlawan. Di pelataran inilah rencananya Adrian dan Wenda akan bertemu. Jamnya seperti biasa, jam 7 malam... dan saat itu, jam sudah menunjukkan pukul enam lewat limapuluh tujuh menit. Berarti tinggal tiga menit lagi.
Tepat jam tujuh malam Adrian sampai di Heroes Park. Dia memakai kemeja warna merah dan celana jeans. Ia tidak memakai topi dan ia memakai sepatu Vans berwarna hitam bergaris putih. Di pinggangnya seperti biasa terpasang sebuah tas pinggang yang didalamnya tersimpan beberapa peralatan pribadinya. Ia tidak memakai kaus bola. Dia hanya memakai kaus dalam di balik kemejanya. Ketika ia tiba di Heroes Park, ia belum melihat keberadaan Wenda. Adrian pun berpikir kalau Wenda masih dalam perjalanan, jadi dia memilih untuk menunggu saja di pelataran. Tapi kemudian ketika ia sedang menunggu di pelataran, datanglah seseorang dari dalam bangunan Heroes Park. Dia memakai kaus merah, rok selutut warna putih, jaket warna merah, high heels warna putih, membawa tas berwarna merah, dan di atas kepalanya ada hiasan berupa pita berwarna merah yang ukurannya cukup besar. Kalau biasanya posisinya di sebelah kiri atau sebelah kanan, maka sekarang posisinya tepat di atas. Rambutnya yang panjang tergerai dengan sangat indah, dan itu membuatnya menjadi semakin cantik. Dialah Wenda. Dia keluar dari bangunan Heroes Park dan langsung mendatangi Adrian yang sedang menunggunya. Mengetahui Wenda keluar dari bangunan itu, dia pun langsung kaget, tapi kekagetannya itu langsung sirna setelah melihat Wenda yang semakin lama terlihat semakin cantik.
Adrian: Hai... kamu... kamu kelihatannya cantik banget hari ini...
Wenda: Terima kasih... padahal aku baru pulang les lho...
Adrian: Les ? Kamu ikut les ?
Wenda: Iya... sebenarnya sih lebih seperti pelajaran tambahan gitu... aku hanya mengulang pelajaran yang dulu ketinggalan kok. Teman2ku juga begini kok...
Adrian: Imbas dari jadwal Cherrybelle ?
Wenda: Hmmm... seperti itulah. Kalau kamu, kamu ikut pelajaran tambahan juga ?
Adrian: No. Aku nggak pernah ikut pelajaran tambahan. Aku bisa belajar sendiri.
Wenda: Wah, bagus dong... aku kadang2 harus belajar di tempat latihan...
Adrian: Hahahaha... kadang2 aku juga. So, sekarang kita mau ke mana ?
Wenda: Kita ke... aku itu mau ke sini nih... (sambil menunjukkan sebuah kertas yang berisi beberapa tempat yang ingin Wenda kunjungi, dan lalu Wenda menunjuk tempat yang ingin ia tuju. Itu adalah sebuah butik)
Adrian: Oh, kamu mau belanja lagi ? Oke, let's go.
Wenda lalu tersenyum, dan keduanya pun lalu jalan2 bersama. Mereka lalu menuju ke tempat di mana Wenda akan berbelanja, dan Adrian menemani Wenda berbelanja sambil melihat barang2 yang ada di butik itu. Setelah puas berbelanja dan melihat-lihat barang yang ada di tempat itu, Adrian dan Wenda bermaksud untuk mengunjungi tempat berikutnya... tapi sayangnya kondisi cuaca dengan cepat berubah. Malam yang tadinya cerah kini berubah menjadi hujan deras. Karena hujan deras itulah, Adrian dan Wenda memutuskan untuk tidak melanjutkan acara jalan2nya dan memilih untuk mencari tempat untuk berteduh. Mereka pun berteduh di depan sebuah gereja. Mereka berdua duduk di tangga gereja itu sambil menunggu hujannya reda. Yang pasti, mereka kini sudah nggak bisa jalan2 lagi, karena waktu mereka habis untuk menunggu. Apalagi, hujannya semakin lama semakin deras.
Wenda: Ah sial! Mau jalan2 malah hujan... nggak bisa jalan2 lagi deh...
Adrian: Sepertinya kita salah waktu untuk jalan2... tapi nggak apa2 kok... kapan2 kan kita bisa jalan2 lagi...
Wenda: Ya tapi masalahnya ada beberapa barang yang memang ingin aku beli sekarang... kalau kayak begini, jadwal belanjaku harus diubah nih... kira2 kapan ya ?
Adrian: Hari Minggu kan bisa...
Wenda: Aku nggak bisa. Rencananya hari Minggu aku dan teman2 yang lain mau hadir di acara meet and greet di toko kaset yang menjual mini album kita... sambil meet and greet itu, kita juga akan press conference soal mini album kita nanti... kalau kamu bisa, datang ya...
Adrian: Mudah2an. Hari Minggu sebenarnya ada sesuatu yang ingin saya lakukan.
Wenda: Apa itu ?
Adrian: Saya mau mempersiapkan sesuatu untuk anak2 7 Icons, teman saya.
Wenda: Hah ? Serius ? 7 Icons teman kamu ? Kamu temanan sama mereka ?
Adrian: Iya... emangnya kenapa ?
Wenda: Kalau misalnya ketemu, bilangin ya... kalau aku itu ngefans sama mereka... ini beneran, aku serius... aku ngefans sama mereka... teman2ku yang lain juga begitu... mereka juga ngefans sama 7 Icons... tolong sampaikan ya... please... oke ?
Adrian: Ini maksudnya Cherrybelle atau teman2 sekolahmu yang ngefans sama 7 Icons ?
Wenda: Yah, Cherrybelle iya, teman2 sekolahku juga iya. Mereka semua ngefans sama 7 Icons. Anggap saja, 7 Icons itu yang menginspirasi kita untuk bisa tampil seperti ini... meskipun dari pihak manajemen kita punya konsep yang berbeda dengan mereka.
Adrian: Oh, begitu... oke, akan aku sampaikan pada mereka...
Wenda: Tapi omong2, kenapa belakangan ini 7 Icons nggak tampil lagi ya ? Padahal, dulu waktu mereka tampil, mereka selalu keren dan selalu bikin penonton heboh... mereka ke mana ya ?
Adrian: Mereka menghilang untuk sementara waktu, dan mereka sekarang sedang saya latih untuk bisa tampil lebih baik lagi.
Wenda: Kamu melatih 7 Icons ? Bukannya mereka punya pelatih sendiri ?
Adrian: Dulunya. Sekarang sudah tidak. Sejak penampilan mereka mulai kacau, mereka mulai kehilangan semuanya. Mereka kehilangan kontrak album mereka, mereka kehilangan pelatih mereka, bahkan juga ditinggal oleh manager mereka. Semuanya jadi berubah, dan mereka sekarang sedang dalam titik terendah karir mereka. Tugas saya adalah untuk mengembalikan penampilan mereka jadi lebih baik. Saya sedang dalam misi, Wenda... kalau boleh jujur. Saya sedang dalam tugas. Sebentar lagi tugas ini akan selesai, dan aku butuh dukunganmu untuk bisa menyelesaikan ini semua.
Wenda: Aku pasti akan mendukungmu, Adrian. Kalau boleh tahu, kapan ini semua akan selesai ?
Adrian: Senin ini semuanya akan selesai. Setelah itu akan ada istirahat beberapa hari, dan setelah itu mereka akan mulai latihan normal seperti biasa lagi. Harapannya, pada saat itu, 7 Icons is reborn. Kalau itu berhasil, maka misi saya sukses. Itu saja.
Wenda: Terus bagaimana caranya untuk bisa membuat 7 Icons jadi terkenal lagi ? Itu kan sulit...
Adrian: Nanti ada caranya, dan sekarang sedang dipikirkan. Untuk sementara, aku belum berpikir ke situ. Sekarang yang ingin aku lakukan adalah... bagaimana caranya agar ini semua bisa selesai dengan sangat baik.
Wenda: Oh, oke... terus, apa yang ingin kamu lakukan pada hari Minggu itu ?
Adrian: Sekedar persiapan saja. Aku akan ketemu dengan anak2 7 Icons mengenai apa yang akan dilakukan pada hari Senin. Hanya garis besarnya saja. Secara detail, biar mereka sendiri yang merasakan.
Wenda: Emangnya rahasia banget ya ?
Adrian: Ya. Memang sudah saya rancang seperti itu. Hanya aku dan Tuhan yang tahu. Kamu pun nggak boleh tahu. Semua rencananya sudah saya buat dan tinggal dilaksanakan.
Wenda: Well, very good. Oh, ya. Aku ada ide... sebagai pengganti acara jalan2 yang tertunda ini, bagaimana kalau aku mengunjungi rumahmu ? Boleh nggak ?
Adrian: Hah ? Kamu mau datang ke rumah gw ? Masa pelampiasannya ke gw sih ?
Wenda: Ini bukan pelampiasan, Adrian... aku cuma pengen tahu seperti apa rumahmu disini... dulu kan aku pernah datang ke rumahmu waktu dulu kita di Bandung, kan ? Nah, sekarang aku mau tahu rumahmu yang disini... kayak gimana sih... dengar2, rumahnya lebih besar daripada yang di Bandung ya ?
Adrian: Yah, kalau mau dibilang demikian...
Wenda: Ya udah, kalau begitu kita ke sana aja... siapa tahu kita bisa ngobrol berdua... eh, kira2 jam segini ayahmu sudah ada di rumah belum ?
Adrian: Biasanya sih belum...
Wenda: Good! Ayo kita pergi...
Adrian: Baiklah... tapi kalau sampai ayahku tahu, aku nggak tanggung jawab apapun ya...
Wenda: Beres! Ayo!
Adrian dan Wenda pun kemudian melanjutkan jalan2nya dengan tujuan yang baru, yaitu mendatangi rumahnya Adrian. Saat itu hujan masih turun cukup deras, sehingga Adrian dan Wenda pun harus hujan2an untuk dapat mencari taksi yang akan mengantarkan mereka ke rumahnya Adrian. Setelah 15 menit menunggu, akhirnya taksi yang mereka tunggu datang juga. Ada sebuah taksi berwarna hitam dengan desain mobil yang mirip dengan taksi di kota London yang berhenti tepat di depan Adrian dan Wenda. Keduanya langsung masuk ke dalam mobil itu dalam kondisi basah kuyup karena kehujanan. Mengetahui penumpangnya kehujanan, sang supir taksi langsung memberikan dua buah handuk untuk keduanya. Supirnya memakai jaket hitam, kemeja putih, dasi putih, topi baret hitam, celana hitam, kaus kaki putih, dan sepatu pantofel hitam yang masih mengkilap. Dia juga memakai kacamata hitam yang bergaya klasik. Setelah ia memberikan handuk pada Adrian dan Wenda, ia langsung mengaktifkan argometer dan GPS-nya (dua2nya masih baru) dan lalu mengganti setirnya dengan setir yang sangat canggih, setir itu dipenuhi tombol dan bentuknya seperti setir mobil F1. Sesudah semuanya siap, barulah mobil ini melaju dengan kencang menuju tempat tujuan. Selama di perjalanan, Adrian dan Wenda ngobrol2 bersama, dan bahkan saling mengelap wajah mereka masing2 yang basah karena kehujanan. Supir tidak bisa melihat dan mendengar apapun yang dibicarakan atau yang dilakukan oleh Adrian dan Wenda karena ada sekat kedap suara yang memisahkan antara supir dan penumpang, dan juga karena dia sedang fokus memacu mobilnya sekencang mungkin. Kecepatan rata2nya hampir 100 kilometer per jam dan itu stabil sepanjang perjalanan. Ia hanya berhenti kalau ada lampu merah, dan sisanya, ia melaju sangat kencang, layaknya pembalap F1 yang sedang balapan. Karena saat itu malam hari, anggap saja ini seperti GP Singapura, balapan malam hari. Hanya dalam waktu 30 menit, taksi itu sampai di depan rumahnya Adrian. Adrian dan Wenda pun kemudian keluar dan Wenda langsung menuju ke pagar depan rumah, sementara Adrian membayar taksinya. Wenda melihat rumah Adrian yang sangat besar, berlantai dua, bergaya minimalis, dan warnanya didominasi warna coklat. Di depan rumah terdapat taman yang ditanami pohon2 kecil. Ayahnya Adrian memang suka menanam tanaman, jadi wajar kalau di depan rumahnya banyak tanaman. Wenda sudah mengetahuinya ketika dulu ia masih di Bandung. Wenda melihat kalau rumahnya Adrian kini lebih besar daripada sebelumnya. Yang dulu ia ingat, Adrian tinggal di sebuah rumah peninggalan Belanda yang tidak terlalu besar, dan tamannya lebih luas dibandingkan yang sekarang. Bahkan dulu ia sempat envy pada Adrian, karena dulu Wenda hanya tinggal di sebuah rumah kecil yang berada di daerah padat di Bandung. Kini, sepertinya dia akan lebih envy lagi pada Adrian. Tak lama, Adrian mendatangi Wenda yang sedang melihat-lihat rumahnya dari luar.
Adrian: Yah seperti inilah rumah saya. Lebih besar daripada yang di Bandung... tapi bagus kan ?
Wenda: Bagus banget... gw jadi bingung, kok kamu bisa sih punya rumah bagus melulu ? Dulu di Bandung rumah kamu bagus banget... bikin aku betah main di situ... sekarang di Jakarta rumahmu lebih gede lagi... memang enak hidup kamu...
Adrian: Padahal tadinya ayahku mau mencari rumah yang lebih kecil untuk tinggal di Jakarta... tapi tahu2nya malah dapat rumah ini... ayahku tak bisa menolak... hahahaha... ayo, masuk!
Adrian lalu membuka pagar rumahnya dan masuk ke dalam pelataran rumah. Wenda mengikuti dari belakang, sambil melihat-lihat taman dan bagian depan rumahnya. Adrian langsung berjalan ke teras rumah dan mengambil kunci rumahnya dari tas pinggangnya. Sekujur tubuhnya basah kuyup gara2 hujan deras. Wenda juga demikian... hari itu di Jakarta hujannya merata, jadi nggak heran kalau Adrian dan Wenda basah kuyup lagi setelah keluar dari taksi. Adrian lalu membuka pintunya, dan keduanya masuk ke dalam rumah.
Wenda: Ayahmu ada di rumah nggak ? Serius nih...
Adrian: Nggak ada kok. Jam segini kalau dia masih sibuk, dia belum akan pulang... tenang aja.
Adrian lalu menggandeng tangan Wenda masuk ke dalam rumah, dan suasana di dalam rumah cukup sepi. Ya, seperti Adrian bilang, ayahnya belum pulang. Adrian sejak tadi sendirian. Di depan pintu langsung terdapat ruang tamu dan tempat untuk menaruh barang2 seperti payung, topi, jaket, dan sebagainya. Ada satu anak tangga yang membatasi antara teras dalam dan ruang tamu. Di ruang tamu terdapat tiga sofa yang semuanya menghadap ke arah TV set dan home theater yang ada di sebelah kanan ruang tamu, dilihat dari teras dalam, dan di sebelah kiri terdapat perapian, dan ada jarak yang cukup besar antara perapian dan sofa, itulah jalan keluar-masuk di ruangan ini. Di atas ruang tamu ada chandelier yang cukup indah, dan di bawah ruang tamu terdapat permadani besar dari Persia. Di atas perapian terdapat beberapa hiasan dan sebuah foto besar yang menggambarkan keluarganya Adrian, yang terdiri atas Adrian, Wim, Eunike, dan Harry. Foto itu diambil beberapa hari sebelum Eunike dan Wim berangkat ke London. Adrian lalu mengajak Wenda untuk masuk ke ruang tamu dan memperlihatkan foto keluarganya.
Adrian: Ini foto keluargaku... masih ingat nggak mereka2 ini siapa ?
Wenda: (melihat ke arah foto) masih dong... ini kan kamu... (menunjuk ke arah foto Adrian) ini kan ayahmu... (menunjuk ke sebelah kirinya) ini ibumu... (menunjuk ke sebelah kirinya lagi) dan ini... ini siapa ya ?
Adrian: Kamu nggak tahu ? Masa kamu lupa ? Ini kakakku... yang sekarang di London itu...
Wenda: Oh iya... ya, benar... ini kakakmu... aduh, kok bisa lupa ya ? Hahahaha...
Adrian: Udah jarang ketemuan sih... kakakku kan lagi nggak ada disini... tapi dia masih ingat kamu kok... kalau kamu ketemu dia, dia pasti masih ingat...
Wenda: Oh, itu sih sudah pasti... hahahahahaha... bagaimanapun juga kan, dulu aku kan dekat banget dengan keluargamu... tapi itu dulu, nggak tahu kalau sekarang...
Adrian: Masih dekat kok, tenang saja. Saya yakin keluargaku masih mengingat kamu. Kamu kan dulu sering main di rumahku... oh, ya... kamu basah kuyup lagi tuh...
Wenda: Hah ? Bukannya kamu juga ?
Adrian: Hahahaha... kamu benar. Sebentar, saya ambilkan handuk dulu. Kamu jangan kemana-mana ya...
Wenda: Oke, Adrian...
Adrian lalu pergi ke kamar mandi yang ada di belakang untuk mengambil handuk. Sambil menunggu Adrian membawakan handuknya, Wenda melihat-lihat semua yang ada di ruang tamu itu, mulai dari sofa, TV set dan home theater, beberapa foto keluarga Adrian yang terpajang di beberapa sudut ruangan, beberapa perabotan rumah tangga yang kebanyakan cinderamata dari luar negeri, dan banyak lagi. Setelah puas melihat apa yang ada di ruang tamu, ia jadi penasaran untuk melihat seperti apa sih ruangan rumah Adrian yang lain. Akhirnya, ia pun memberanikan diri untuk melangkah... meskipun dia masih dalam kondisi basah kuyup... dia melangkah menuju ruangan lain di rumah itu. Rasa penasaran benar2 ada dalam diri Wenda sekarang. Dia berjalan lurus ke belakang ruang tamu, dan dia mendapati ada sebuah pintu di balik sekat rotan yang ada di ruang tamu. Pintu itu tertutup rapat, dan di sebelahnya terdapat sebuah lemari buku yang cukup besar, dilengkapi oleh dua buah sofa, dan sebuah meja kecil dengan lampu meja yang cukup kecil tapi indah. Di atas sofa itu, di dinding, terdapat beberapa foto keluarga Adrian yang lain. Dari semua foto itu, ada satu foto yang menarik perhatian Wenda. Itu adalah foto Adrian ketika dia masih SMP. Waktu itu dia difoto dengan seragam SMP-nya sebelum dia bersiap untuk tampil bersama tim vocal group-nya dalam sebuah lomba. Wenda bisa mengenali kapan foto itu diambil karena dia tahu persis wajah Adrian ketika dia SMP. Di foto itu, dia tersenyum, dan Wenda tahu senyuman itu... itu adalah senyuman yang dulu biasa Adrian berikan pada semua orang ketika dia masih di SMP. Wenda masih ingat kalau Adrian itu pergaulannya sangat tinggi di sekolah, dan dia selalu baik pada semua orang. Itulah alasan kenapa Wenda suka sama Adrian pada saat itu... selain juga karena memang Adrian-lah satu2nya orang yang mengerti dirinya pada saat itu. Wenda nggak bisa melepaskan pandangannya dari foto itu... dan sepertinya dia terpana melihatnya. Tak beberapa lama, datanglah Adrian yang sudah membawa handuk untuk Wenda. Dia langsung kaget mengetahui Wenda sudah tidak ada di ruang tamu. Dia pun langsung mencari Wenda, yang sedang melihat foto Adrian di ruang baca. Adrian pun jadi terpikir untuk mengejutkan Wenda. Ia pun membentangkan handuknya, dan berniat ingin mengejutkannya dengan cara menutup wajahnya dari belakang dengan handuk. Ia pun mengendap-endap di belakang Wenda dengan perlahan, dan begitu ia tepat ada di belakangnya, ia langsung menutup wajahnya Wenda dengan handuk, membuat Wenda jadi panik. Adrian hanya bisa tertawa-tawa, dan kemudian membuka lagi handuknya. Wenda yang tadinya panik langsung sedikit cemberut mengetahui kalau yang menutup wajahnya itu adalah Adrian. Adrian sendiri hanya tertawa.
Wenda: Ih, kamu kok begitu sih... kalau misalnya aku nggak bisa napas gimana coba ?
Adrian: Hahahahaha... sorry sih... aku cuma iseng aja... habis, kamu udah nggak ada di ruang tamu sih...
Wenda: Ya maaf, soalnya kan aku penasaran soal rumah ini... boleh dong aku lihat2 sebentar ?
Adrian: Yah, boleh aja sih... tapi kan kamu masih basah kuyup...
Wenda: Iya sih... tapi kalau sudah penasaran kan nggak bisa ditahan...
Adrian: Ah, bisa aja... nih, kamu handukan dulu... (sambil memberikan handuk pada Wenda)
Wenda menerima handuk itu, dan lalu ia membersihkan semua bagian badannya yang basah kuyup gara2 hujan2an tadi. Setelah ia membersihkan semuanya, Wenda lalu menyerahkan handuk itu lagi pada Adrian. Adrian lalu membawa handuk itu ke tempat cucian kotor. Setelah itu, mereka berdua ngobrol lagi.
Wenda: Omong2, kenapa handuknya kamu masukkan ke tempat cucian kotor ? Bukannya masih baru ?
Adrian: Ini biar ayahku nggak salah ambil. Kalau aku sampai taruh di tempat lain, nanti ayahku mengira kalau itu handuk bersih, dan dia pasti pakai untuk mandi. Jadi sebagai pencegahan, aku taruh saja di sana.
Wenda: Oh... ternyata ayahmu agak jijik juga ya...
Adrian: Nggak sih sebenarnya... hanya saja, kalau dia sudah terburu-buru, biasanya dia seperti itu... nggak lihat bersih-nggaknya, langsung dia ambil saja... itu sering terjadi lho...
Wenda: Jadi begitu... oh, ya. Kamu masih ingat foto ini nggak ? (menunjuk ke arah foto yang tadi dilihatnya)
Adrian lalu melihat ke arah foto yang ditunjukkan Wenda itu. Ia lalu tersenyum.
Adrian: Tentu saja aku ingat! Aku masih SMP waktu itu... keren kan gw ?
Wenda: Pastinya dong... ah, aku jadi pengen bawa pulang foto ini deh...
Adrian: Jangan... bagaimana kalau aku berpose lagi seperti ini, kamu foto, dan kamu bawa pulang. Bagaimana menurutmu ?
Wenda: Nggak mau... aku maunya yang ini... ada filmnya nggak ? Nanti aku pinjam dulu buat dicuci cetak...
Adrian: Hahahahahaha... filmnya sudah hilang sejak dua tahun yang lalu... nggak tahu kemana...
Wenda: Yaaah... gimana dong kalau begitu... aku padahal mau banget foto ini...
Adrian: Aku kasih trik yang paling gampang. Ambil BB kamu, pasang kameranya, terus foto deh fotonya... gampang kan ?
Wenda: (menepuk jidatnya) oh, iya... aku lupa... hehehehehehe... kalau begitu, ngapain gw sampai minta2 filmnya ya ? Ada2 aja deh gw...
Adrian: Haaah... anya2 wae... (terdiam sebentar) tapi omong2 soal SMP... gw sepertinya punya sesuatu buat kamu. Sebentar dulu ya... (sambil melangkah pergi)
Wenda: Kamu mau ke mana ?
Adrian: (berhenti sebentar) Ada sesuatu yang harus kuambil. Tunggu saja di sini.
Adrian lalu pergi menuju ke kamarnya yang ada di lantai atas. Sambil menunggu Adrian, Wenda pun langsung mengambil Blackberry-nya dan mulai memotret foto Adrian waktu SMP itu. Sementara di kamar, Adrian langsung membuka laci meja belajarnya dan mengambil sesuatu dari dalamnya. Ternyata itu adalah tas tangan merah yang dulu pernah Wenda bawa ketika dia berantem dengan sahabatnya itu, dan Adrian masih menyimpan tas itu. Ia pun kemudian kembali lagi ke bawah dan menghampiri Wenda yang sedang asyik memotret. Adrian pun kemudian berbicara pada Wenda.
Adrian: Saya yakin kamu masih ingat barang ini... (sambil memperlihatkan tas merahnya)
Wenda: (melihat ke arah tasnya) Wah... ini kan tas tanganku yang dulu... kamu simpan ya ?
Adrian: Ya. Tadinya tas ini satu dus dengan barang2 gw yang ada di gudang. Udah lupa2 ingat sih waktu itu... tapi ketika gw bongkar2 dus gw di gudang, tiba2 aku ketemu tas ini dan aku langsung ingat kalau ini adalah tas kamu... kamu meninggalkannya di toilet restoran itu dan aku mengambilnya. Tadinya mau aku kembalikan padamu, tapi kamu malah pergi. Akhirnya aku bawa pulang saja... dan aku simpan sampai sekarang...
Wenda: Wah, terima kasih banyak ya! Aku juga mencari-cari tas ini dulu... warnanya aku suka, dan bentuknya aku suka banget... gw kira tas ini nggak bakal ketemu... ternyata kamu yang simpan... terima kasih banget yah... (langsung mengambil tasnya, dan bermaksud untuk memeluk Adrian)
Adrian: Hey, hey... jangan pelukan dong... baju kamu kan masih basah...
Wenda: Oh iya... maaf... nggak jadi deh... makasih yah...
Adrian: Sama2... soal fotoku itu, kamu sudah ambil ?
Wenda: Sudah dong... aku ambil yang banyak... habis kamu ganteng sih, waktu SMP...
Adrian: Hahahahaha... ah, bisa aja... (sambil tersenyum)
Wenda: Oh, ya. Di balik ruangan ini ada apa ya ? Terus yang itu, ruangan apa ? (sambil menunjuk ke depannya)
Adrian: Di balik ruangan ini ? Dapur. Tepat di depan kamu, kamar mandi utama. Emangnya kenapa ?
Wenda: Nggak kok, aku cuma mau tahu aja... terus setelah dapur, ada apa ?
Adrian: Kolam renang, tempat bersantai, dan halaman yang luas. Wanna play ?
Wenda: Hayo... kalau tempatnya cukup... aku mau melakukan satu hal pada kamu.
Adrian: Apa itu ?
Wenda: Kita battle dance. Gw kan personil Cherrybelle, sudah pasti dong aku jago nge-dance... gimana ? Mau terima tantangan gw ? Katanya kamu jago nge-dance ?
Adrian: Siapa takut... tapi nggak ribet apa, ngedance dengan high heels ?
Wenda: Di Cherrybelle, kita itu kan tampil pakai high heels... jadi nggak ada masalah kok... kita udah dilatih untuk itu... pakai sepatu boot pun kita juga bisa...
Adrian: Tapi apa nggak terlalu ketinggian high heels-mu ?
Wenda: Ini udah ukuran yang aman kok, tenang aja...
Adrian: Oke. Lalu soal rok ? Aku harap kamu jangan terlalu semangat ya saat bergerak...
Wenda: Ya, dan kamu jangan berpikiran yang nggak2.
Adrian: Tenang aja, aku nggak akan begitu kok. Kalau begitu, kita ke belakang.
Wenda: Oke...
Adrian dan Wenda lalu berjalan ke halaman belakang. Di halaman belakang, seperti yang dibilang Adrian, ada kolam renang yang ukurannya cukup besar, tempat untuk bersantai, ada beberapa kursi santai di tempat itu, dan ada ruang yang cukup untuk bisa berdansa. Adrian dan Wenda pun kemudian saling bertatapan satu sama lain, bukan karena rasa cinta, tapi karena rasa persaingan. Karena tempatnya cukup untuk bisa melakukan battle dance, akhirnya mereka pun melakukan battle dance. Adrian pun langsung kembali ke kamarnya, mengambil sebuah CD Player, dan beberapa CD musik yang pas untuk battle dance. Ia lalu kembali dengan cepat dan menaruh CD Player itu di atas meja yang ada di tempat santai itu. Saat ia kembali, Wenda sedang duduk di salah satu kursi santai yang ada di situ, sambil melakukan pemanasan. Adrian juga melakukan hal yang sama setelah menaruh CD Player-nya. Setelah pemanasan beberapa menit, Adrian pun menjelaskan aturannya. Adrian dan Wenda akan memulai dari tengah ruangan, dengan meja ruang santai sebagai patokannya. Mereka berdua akan saling membelakangi, dan lalu melangkah sebanyak 10 kali ke depan, dan lalu berbalik. Lagu akan dimainkan setelah mereka berdua sudah standby di posisi mereka masing2, setelah mereka maju 10 langkah. Adrian dan Wenda hanya punya kesempatan tiga kali untuk berbalasan nge-dance setiap lagu. Jika lagu sudah selesai, maka orang terakhir yang nge-dance pada saat itu, akan menjadi orang pertama yang memulai dance saat lagu berikutnya dimainkan, dan aturan yang sama berlaku pada lagu berikutnya, dan seterusnya. Jika ada salah satu diantara mereka yang tidak bisa membalas gerakan lawannya dalam waktu 8 hitungan, maka dia dinyatakan kalah, dan lagu berikutnya akan langsung dimainkan. Siapa yang terbanyak membalas gerakan lawannya dengan sangat baik, dinyatakan menang. Wenda menyepakati aturan itu, dan battle dance pun dimulai. Keduanya pun langsung berjalan menuju posisi yang sudah mereka tentukan, dan lalu saling membelakangi seperti duel para koboi di film2 barat. Adrian lalu menyalakan CD Player-nya, dan memberitahukan pada Wenda kalau orang yang menantang battle dance mulai duluan. Itu berarti Wenda yang akan mulai duluan. Mereka pun lalu melangkah 10 langkah ke depan, dan ketika mereka sudah melangkah sepuluh kali, keduanya langsung berbalik, dan Wenda mulai nge-dance. Dia langsung tancap gas... gerakan dance-nya sangat powerful, enerjik, dan yah, tipe2nya anak2 Cherrybelle lah... dan sesuai dengan beat-nya yang kencang. Setelah Wenda nge-dance, Adrian langsung maju, dan dia juga nge-dance, dengan gaya yang mirip dengan gaya dance-nya Wenda tadi... tapi dengan power yang berbeda. Dia lebih powerful dari Wenda... dan kemudian Wenda pun membalas, dengan gaya dance lain yang nggak kalah gila dari sebelumnya. Melihat Wenda yang nge-dance seperti itu, Adrian pun jadi sedikit terpancing dan dia pun melakukan hal yang sama. Dan seterusnya. Hingga 10 lagu berikutnya, mereka tetap berusaha untuk saling balas2an dance, hingga akhirnya mereka berdua kecapean sendiri.
Adrian: Eh, mendingan kita udahan aja deh... gw udah capek nih...
Wenda: Aku juga... tapi lagunya belum selesai... gimana dong ?
Adrian: Gw stop aja lagunya! Untuk lagu ini dihentikan karena pesertanya sudah pada capek! Mendingan kita istirahat aja dulu... 10 lagu nggak berhenti2 lagi... lama2 gw juga capek...
Wenda: Ya udah deh... aku juga udah kehabisan gaya nih... berhenti aja deh...
Adrian: Oke... (lalu mematikan CD Player-nya, dan suasana pun menjadi tenang)
Setelah musiknya berhenti, suasananya jadi lebih tenang... padahal tadi saat battle berlangsung, musik dalam volume keras menghiasi seisi tempat itu. Adrian dan Wenda pun kemudian duduk di kursi santai dan mereka pun beristirahat. Battle dance 10 lagu berturut-turut bukan sesuatu yang mudah, tapi mereka bisa melakukannya, meskipun ujung2nya mereka sendiri yang capek.
Adrian: Tapi harus gw akui, kalau kamu itu dance-nya keren...
Wenda: So pasti lah... aku kan personil Cherrybelle... kita semua belajar banyak hal, termasuk hal2 yang seperti ini... memang sih awalnya bikin capek, tapi berikutnya nggak. Selalu ada hal2 baru yang dipelajari dan itu yang membuat kita semua bersemangat.
Adrian: Oh, jadi itu kunci sukses Cherrybelle, semangat ?
Wenda: Kekompakan dan semangat. Itu kuncinya. Untuk bisa jadi personil Cherrybelle, yang dibutuhkan itu bukan hanya suara bagus dan dance yang keren... tapi juga kemauan untuk bisa bekerjasama dan semangat yang tinggi. Itu yang membuatku dan teman2ku terpilih. Sebenarnya, ada sih yang lebih baik dari kita, tapi mereka bukan orang yang produser Cherrybelle cari.
Adrian: Jadi seperti itu... well, that's a good one. Aku suka itu.
Keduanya lalu berhenti bicara sebentar. Mereka berdua beristirahat di kursinya masing2 sambil bersantai. Setelah 15 menit kemudian... Adrian mengusulkan sesuatu yang cukup unik pada Wenda.
Adrian: Oh, ya Wenda... mau nggak kita ngedance lagi ?
Wenda: Ngedance lagi ? Nggak ah, aku sudah capek...
Adrian: No, kita ngedance yang slow saja... yang nggak bikin capek...
Wenda: Emang ada dance yang nggak bikin capek ?
Adrian: Ada. Ngedance dengan lagu yang slow. Kalau tadi kita battle, sekarang kita duet. Kita berdansa bersama. Seperti yang di film Twilight itu lho...
Wenda: Oh itu... oke, why not ? Berarti kamu Adrian Cullen dong ?
Adrian: Ya, dan berarti kamu itu Wenda Swan. Siap berdansa lagi ?
Wenda: Asalkan lagunya nggak cepat, aku mau berdansa lagi.
Adrian: Tenang kok. Aku ganti dulu lagunya.
Adrian lalu mengganti CD yang ada di dalam CD Player itu. CD yang tadinya berisi lagu2 dance diganti dengan CD yang berisi lagu2 slow romantis yang klasik. Lagu2 jadul begitu... tapi masih tetap enak didengar dan iramanya pas untuk berdansa berdua. Lagu yang dimainkan adalah lagunya The Carpenters, Yesterday Once More. Ketika lagunya sudah mulai mengalun dari CD Player, Adrian mengajak Wenda kembali lagi berdansa. Wenda menerima ajakan Adrian, dan keduanya pun kembali ke tengah ruangan dan lalu mereka saling berpegangan tangan, seperti layaknya orang yang mau berdansa. Tak lama, mereka pun mulai berdansa... awalnya mereka masih malu2, karena ini adalah untuk pertama kalinya mereka melakukan hal ini. Tapi lama-kelamaan, mereka bisa mengikuti iramanya, dan mulai berdansa bersama dengan kompak, seperti Edward Cullen dan Bella Swan di film Twilight. Malah, mereka punya versinya sendiri... Adrian Cullen dan Wenda Swan... keduanya saling bertatapan ketika mereka berdansa, dan seolah-olah ada kontak yang cukup kuat antara keduanya. Adrian merasa kalau Wenda adalah gadis yang perfect untuknya, dan Wenda pun merasa kalau Adrian adalah cowok yang perfect untuknya, persis seperti yang dulu ia pernah lihat ketika ia masih SMP. Di mata Wenda, Adrian tidak berubah, meskipun kini dia sudah pindah ke Jakarta dan sudah jadi anak SMA. Sementara Adrian melihat kalau Wenda sudah banyak berubah, mulai dari penampilannya hingga kepribadiannya. Waktu Adrian dan Wenda masih SMP, Adrian melihat Wenda itu pendiam dan pemalu, serta tidak banyak ngomong. Dan dulu Adrian-lah yang membuat Wenda mau bicara. Kini, dia tidak perlu lagi minta bantuan Adrian untuk bisa bicara. Dia sudah berubah, seiring dengan statusnya sebagai personil girlband terkenal. Tapi Adrian tetap tak bisa lupa dengan wajah dan senyumnya Wenda yang nggak berubah dari dulu. Adrian bahkan tersenyum pada Wenda, karena dia tahu, inilah Wenda yang dulu ia kenal, dan yang dulu pernah naksir padanya. Wenda juga melihat kalau inilah Adrian yang dulu pernah ia taksir, hingga ia sampai sakit hati dan benci habis2an pada sahabatnya setelah sahabatnya itu yang menjadi pacarnya Adrian. Kini, benar2 cinta masa lalu yang tak sampai itu sekarang kesampaian... dan anggap saja mereka saat itu merayakannya... dengan berdansa bersama. Setelah lagunya habis... mereka pun berhenti berdansa. Wenda lalu bertanya apakah dansanya mau lanjut atau tidak.
Wenda: Lagunya sudah habis... kita lanjut lagi ?
Adrian: (tersenyum) Kalau kamu capek, kita nggak akan lanjutkan. Kalau tidak, kita lanjutkan. Semuanya terserah kamu.
Wenda: Gimana yah ? Aku sebenarnya sudah cukup senang dengan acara dansa bersamanya, tapi... aku sudah cukup kelelahan gara2 battle dance tadi. Jadi lebih baik... kita berhenti saja. Nggak keberatan kan ?
Adrian: Nggak kok. As you wish. Kita berhenti. Terus kita mau ngapain ?
Wenda: (berpikir sebentar) Oh, aku ada ide. Kamu udah makan belum ?
Adrian: Makan ? Belum, Wenda. Aku belum makan.
Wenda: Bagaimana kalau untuk malam ini, aku akan buatkan kamu makanan. Mau nggak ?
Adrian: Serius ? Kamu bisa masak ?
Wenda: Bisa kok... tapi bahan makanannya ada kan ?
Adrian: Ada kok. Baru kemarin ayahku belanja... masih tersimpan dengan rapi di lemari dapur. Emangnya kamu mau masak apa ?
Wenda: Rahasia dong... tergantung bahan yang kamu punya...
Adrian: Oke, baiklah kalau begitu. Kita ke dapur sekarang.
Wenda: Oke deh...
Adrian dan Wenda pun kemudian masuk lagi ke dalam rumah dan pergi ke dapur. Seperti yang dulu saya ceritakan sebelumnya, dapurnya bersih dan masih penuh dengan persediaan bahan makanan. Itu karena kemarin ayahnya Adrian sudah belanja untuk mengisi persediaannya. Nah, di dapur ini, sekarang Wenda akan memasak buat Adrian. Lumayanlah buat makan malam berdua... sebelum memasak, Adrian sempat memperlihatkan isi lemari makanannya pada Wenda. Semua bahan2 makanan yang ada diperlihatkan, dan itu langsung memunculkan ide buat Wenda. Ia sudah tahu apa yang akan ia masak untuk Adrian. Wenda pun lalu meminta Adrian untuk menjauh dari dapur, karena ia tidak mau diganggu saat masak dan karena menu-nya rahasia. Adrian pun menurutinya dan lalu pergi ke ruang tamu untuk menonton TV. Setelah Adrian pergi, Wenda langsung mengambil semua bahan2 makanan yang ia perlukan dan mulai memasak. Ia memasak cukup lama, dan sambil menunggu Wenda selesai memasak, Adrian menonton pertandingan rugby di TV. Kebetulan TV di rumah Adrian ada TV kabelnya, jadi dia bisa menonton pertandingan itu, meskipun sebenarnya pertandingan itu sudah pernah ditayangkan sebelumnya. Selang 20 menit kemudian, Wenda keluar dari dapur dan mengajak Adrian untuk masuk ke dapur. Makan malamnya sudah siap. Adrian pun lalu pergi ke dapur dan sampai di situ, ia menemukan sebuah piring makanan besar yang ditutup dengan penutup makanan. Wenda lalu meminta Adrian untuk duduk di kursi makan. Adrian lalu duduk di kursi makan, dan tak lama kemudian Wenda membuka penutup makanannya... ternyata didalamnya ada semangkok besar berisi spaghetti dengan sayuran, sosis, telur, daging, plus sausnya. Adrian langsung kaget mengetahui makanan yang dibuat oleh Wenda. Ia jadi sangat senang, dan ia pun langsung nggak sabar ingin makan. Wenda lalu memberikan sebuah piring pada Adrian, dan mempersilakan Adrian untuk mencoba spaghetti-nya. Wenda baru akan makan kalau Adrian sudah mencobanya. Adrian pun kemudian mengambil beberapa sendok dari spaghetti itu dari mangkok besar itu, dan menaruhnya di piring makannya. Sesudah ia rasa cukup, ia langsung memakan spaghetti itu, dan ternyata rasanya enak banget! Adrian pun merasa kalau ada yang beda dengan spaghetti ini... dan spaghetti ini sangat enak... ia pun sangat senang dan memakannya lagi. Ia lalu memberitahukan pada Wenda kalau spaghetti-nya sangat enak. Wenda langsung tersenyum dan kemudian duduk di kursi yang ada di depannya. Ia pun kemudian mengambil beberapa sendok spaghetti dan menaruhnya di piringnya. Akhirnya, keduanya pun makan malam bersama. Mengetahui kalau ini sudah seperti makan malam bersama, Adrian langsung berdiri dari kursinya dan mengambil sesuatu dari laci lemari dapur. Dia mengambil sebuah lilin, korek api, dan tempatnya yang terbuat dari besi dan penuh ukiran. Dia lalu menaruhnya di meja, menatanya dengan rapi, dan lalu menyalakan api di lilinnya. Wenda pun jadi sedikit malu dan tersenyum, karena ia tidak mengira kalau akan ada acara makan malam seperti ini. Adrian sendiri hanya tersenyum dan bilang, "This is for us, darling..." dan Wenda pun jadi tersipu malu. Adrian kemudian duduk lagi kursinya dan melanjutkan makan malamnya. Anggap saja, keduanya sudah melakukan candlelight dinner. Sambil makan, mereka berdua ngobrol2. Obrolannya tentang banyak hal... mulai dari kegiatan2 pribadi hingga kenangan masa lalu masing2. Keduanya bercerita blak2an dan apa adanya... sambil mereka menghabiskan spaghetti yang ada di mangkok besar itu... dan ketika akhirnya spaghetti itu habis, maka secara otomatis acara makan malam itu berakhir... dan saat itu sudah malam sekali. Hampir jam 10 malam.
Wenda: (melihat jamnya, jamnya Ice Watch lho...) eh, udah hampir jam 10 malam nih... aku harus pulang...
Adrian: Wah nggak kerasa ya... oke, deh... kita bereskan ini dulu, baru kamu pulang. Mau saya antarkan kamu pulang ?
Wenda: Ya... tolong antarkan aku. Udah malam banget soalnya... aku nggak berani kalau pulang sendirian...
Adrian: Oke, baiklah. Tapi kita harus bereskan ini dulu... jangan sampai ayahku tahu kita baru saja berpesta pora di ruangan ini...
Wenda: Baiklah. Akan kubantu...
Adrian dan Wenda lalu membereskan dapur dan meja makannya. Mereka harus membuatnya seolah-olah tidak terjadi apapun di ruangan itu. Semua bahan makanan yang tadi dipakai Wenda langsung dimasukkan kembali ke dalam lemarinya masing2, semua piring, mangkok, dan sendok dibersihkan, dan posisi mejanya diatur kembali seperti semula. Lilinnya dibuang ke tempat sampah, tempatnya dibersihkan, dan dimasukkan kembali ke dalam laci dapur. Setelah semuanya beres, Adrian langsung bersiap-siap untuk mengantar Wenda pulang ke rumahnya. Mereka keluar dari rumah 10 menit kemudian, dan saat itu kondisinya masih hujan deras, meskipun sudah tidak sederas sebelumnya. Karena di luar masih hujan, Adrian pun membawa payung. Ketika mereka berjalan dari rumah menuju jalan utama, Adrian dan Wenda berjalan di bawah payung dan keduanya saling memegangi payungnya. Sampai di jalan utama, mereka langsung berteduh di bawah sebuah pohon. Tak lama, taksi pun datang dan Adrian langsung menghentikannya. Keduanya lalu naik ke taksi itu dan berangkat menuju tempat di mana Wenda tinggal. Perjalanannya sekitar 25 menit, melewati beberapa jalan pintas untuk menghindari kemacetan karena hujan. Sampai di depan rumahnya Wenda, Adrian dan Wenda keluar dari taksi, dan Adrian memayungi Wenda hingga ke teras rumah. Saat itu, di rumah tidak ada orang. Ayahnya Wenda masih belum pulang, sementara ibunya mungkin sudah ada di rumah. Sampai di teras rumah, Wenda langsung mengucapkan terima kasih pada Adrian yang sudah mau mengantarkannya pulang.
Wenda: Terima kasih ya, sudah mau anterin aku pulang...
Adrian: Sama2... aku hanya melakukan apa yang kamu minta...
Wenda: (tersenyum) Ah, kamu... bisa saja... oh, ya. Besok hari Sabtu kamu ada kegiatan ?
Adrian: Nggak kok... ada apa ya ?
Wenda: Mau nggak kamu temani aku ke World Fair ? Kata teman2ku, itu tempatnya asyik dan bagus banget... dari semua personil Cherrybelle, hanya aku yang belum pergi ke sana, dan mereka semua menunggu kapan aku akan berangkat ke sana... mau kan ? Biar bisa sekalian malam mingguan...
Adrian: Malam mingguan ? Boleh ? Wah tumben banget nih... Cherrybelle emangnya lagi libur ya ?
Wenda: Ya, istirahat hingga Minggu nanti. Senin mulai latihan lagi. Ada koreografi baru di lagu Dilema yang bakal kita pelajari nanti... dan aku sudah nggak sabar untuk itu...
Adrian: Well, sepertinya akan menarik. Aku tunggu koreo barunya...
Wenda: Siiip deh... jadi mau nggak, temani aku ke World Fair ?
Adrian: Ya, aku mau. Kebetulan hari Sabtu besok aku juga mau ke World Fair... ada yang ingin aku kunjungi di sana... kebetulan saya juga belum pernah datang ke sana, jadi mungkin kita bisa jalan bareng...
Wenda: Bagus kalau begitu... kalau begitu, kapan kita bakal ketemu besok ?
Adrian: Terserah kamu, mau jam berapa ?
Wenda: Bagaimana kalau setelah sekolah ? Kamu pulang sekolah jam berapa ?
Adrian: Sekitar jam setengah dua siang... kamu ?
Wenda: Setengah dua siang juga... kalau begitu... bagaimana kalau kita ketemuan jam tiga ? Jadi kita pulang ke rumah dulu, ganti baju, lalu kita ketemuan, dan setelah itu kita pergi ke World Fair... bagaimana ?
Adrian: Ide bagus. Di mana tempat janjiannya ? Taman Bung Karno lagi ?
Wenda: Ya. Air Mancur Washington. Bagaimana ?
Adrian: Fixed. Oke, kita akan ketemuan di sana.
Wenda: Baiklah. Besok jam 3 di Air Mancur Washington. Jangan terlambat. Nanti kita bakalan ketinggalan bus ke arena World Fair. Kalau sampai ketinggalan, menunggu bus berikutnya bakalan lama...
Adrian: Tenang kok. Akan kuusahakan agar aku tidak terlambat. Tapi kamu jangan terlambat juga...
Wenda: Nggak kok... aku nggak akan terlambat... aku janji.
Adrian: Oke... kalau begitu aku juga janji.
Wenda: Bagus deh... kalau begitu, aku masuk ke rumah dulu ya... kita ketemu lagi jam 3 di Air Mancur Washington... jangan terlambat ya... selamat malam Adrian, sampai jumpa besok...
Adrian: Sampai jumpa besok, Wenda...
Wenda lalu masuk ke dalam rumahnya dan lalu Adrian pergi. Ia kembali lagi ke dalam taksi dan pulang ke rumahnya. Untuk perjalanan pulangnya ini, butuh waktu yang sedikit lebih lama. Sekitar 35 menit, karena ada genangan air yang bikin macet jalanan. Ketika Adrian tiba di rumahnya, ternyata ayahnya sudah pulang. Mobilnya sudah terparkir di dalam carport rumah, dan itu berarti ayahnya sudah berada di rumah. Adrian pun langsung masuk ke dalam rumahnya dan mendapati ayahnya sedang minum teh di ruang tamu.
Harry: Kamu dari mana hingga pulang semalam ini, Adrian ?
Adrian: Ummm... saya habis dari rumah teman, Ayah...
Harry: Ngapain kamu ke rumah teman sampai jam segini ?
Adrian: Ada buku teman saya yang ketinggalan, dan dia butuh buku itu untuk belajar besok... jadi aku harus kembalikan malam ini juga...
Harry: Ya sudah kalau begitu. Tidak apa2. Tapi setelah ini jangan pulang malam lagi ya...
Adrian: Iya, Yah. Iya. Saya boleh ke kamar, Yah ?
Harry: Silakan.
Adrian: Terima kasih, Ayah.
Adrian lalu berjalan menuju kamarnya. Setelah ia masuk ke dalam kamarnya, Harry bermaksud ingin memasak untuk makan malam. Namun, ia tidak tahu kalau ada beberapa bahan makanannya yang sudah dipakai oleh Wenda untuk memasak makan malam untuk Adrian. Tidaklah heran ketika kemudian Harry jadi kaget mengetahui kalau beberapa bahan makanannya sudah ada yang berkurang. Ia pun jadi bertanya pada Adrian, yang saat itu sedang bersantai di kamarnya, dari lantai bawah.
Harry: ADRIAN, SIAPA YANG BIKIN BAHAN MAKANAN KITA BERKURANG ????!!!!
Mendengar itu, Adrian hanya bisa pura2 nggak tahu saja sambil bersiap-siap untuk tidur. Dia sudah merasa kalau makan malamnya dengan Wenda ketahuan... dia bisa saja akan tahu kalau Wenda sempat ada di rumah dan makan malam bersama. Adrian pun memilih untuk menyimpan jawabannya hingga esok hari dan bersiap-siap untuk tidur. Besok akan jadi hari lain yang menyenangkan untuknya.
Itulah tadi Fanfiction 7 Icons part 16d. Maaf banget kalau cerita ini baru bisa saya selesaikan sekarang... dikarenakan ada satu dan lain hal yang mengganggu penyelesaian cerita ini. Setidaknya, bersyukurlah karena cerita ini akhirnya bisa selesai dan bertambah satu bagian lagi. Di Fanfiction 7 Icons part 16e akan saya ceritakan tentang apa itu Indonesia Universal Exposition dan World Fair, serta apa saja yang akan ada di sana. Juga akan diceritakan mengenai apa yang akan Adrian dan Wenda lakukan di sana. Kira2, seperti apakah kelanjutan ceritanya ? Tetap stay tune terus di blog saya, karena cerita ini akan segera berlanjut ke bagian berikutnya. Remember, it's just a Fanfiction. Semoga para Iconia dan para Twibi/Twiboys bisa menikmati cerita ini. Oke, sekian dulu... Happy Enjoy!
BERSAMBUNG... (ke part 16e)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar